Langsung ke konten utama

Ramadhan : Madrasah Insaniyyah







Woko Utoro


Pertemuan dengan Ramadhan adalah kenikmatan yang luar biasa. Sebuah rezeki yang tak bisa ditukar dengan uang. Alasannya sederhana karena Ramadhan adalah bulan istimewa, bulan limited edition. Kesempatan bertemu Ramadhan adalah momen penting dan langka. Oleh karena itu guru-guru kita selalu mengajarkan doa, "Allahumma bariklana fi rajaba, wa syabana, wablighna ramadhona" dengan harapan kita selalu dipertemukan Ramadhan di tiap tahunnya.


Tentu kita tahu keistimewaan bulan Ramadhan dengan bulan lainnya. Dari segi suasana saja sudah nampak perbedaannya jika Ramadhan begitu sejuk. Soal keberkahan jangan ditanya dalam bentuk rezeki makanan, minuman sudah tak terbilang jumlahnya. Belum lagi keuntungan yang didapat pedagang di bulan ini. Tapi yang lebih penting dari itu adalah Ramadhan sebagai bulan pendidikan.


KH. Kholil Navis, MA. P. hD menjelaskan bahwa Ramadhan adalah madrasah insaniyyah. Mengapa demikian? karena di sana terdapat sebuah pola yang diatur langsung oleh Allah. Karena Ramadhan tiba maka berlaku untuk semua umat Muslim se dunia. Sederhananya ibadah selain puasa sangat mungkin diketahui orang lain. Sedangkan puasa hanya diketahui oleh pelaku dan Tuhannya. Salah satu indikator madrasah insaniyyah adalah adanya perubahan pada pola makan. Mengubah pola makan sama dengan mengubah pola pikir dan pola hubungan sosial masyarakat.


Selain itu orientasi di saat Ramadhan justru lebih banyak kepada akhirat. Salah satunya dengan ingat mati. Karena kematian adalah istirahat. Maka sama halnya dengan Ramadhan dihadirkan untuk istirahat dari aktivitas dunia yang begitu padat. Aktivitas dunia yang mengajak pada aktivitas akhirat. Misalnya di saat Ramadhan kita justru lebih berdekatan dengan manual book umat Islam yaitu Al Qur'an. Di sana tradisi tadarus menggema merdu sepanjang waktu.


Dari semua itu kita juga dididik untuk lebih menghargai yang sedikit. Misalnya berbuka dengan segelas air dan beberapa bulit kurma. Jadi tidak berorientasi pada kuantitas atau jumlah melainkan kualitasnya. Padahal faktanya jika di luar Ramadhan pola makan kita rakus tak karuan. Kita juga dilatih untuk berkarakter disiplin. Misalnya perkara waktu kita tak pernah absen utamanya ketika sahur dan berbuka. Kata Kiai Kholil Navis bahkan kita ingat dengan detailnya menit dn detiknya.


Kita juga diajari agar memahami batasan. Misalnya puasa Ramadhan melarang kita melakukan jimak di siang hari padahal hal itu halal bagi suami istri. Akan tetapi larangan tersebut justru dipatuhi maka yang halal saja tidak dilakukan terlebih yang haram. Inilah yang tidak sekadar logika melainkan kepatuhan pada titah Tuhan.


Demikianlah Ramadhan adalah bulan yang menempa jiwa. Jika tidak ada Ramadhan mungkin hidup kita datar-datar saja. Hidup tidak ada seninya untuk lebih banyak berdekatan dengan Tuhan. Ramadhan adalah seni melukis jiwa. Terutama menjadi hamba spiritual yang menjadikan dunia sebagai ladang amal untuk persiapan mudik ke kampung akhirat.[]


the woks institute l rumah peradaban 2/4/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...