Langsung ke konten utama

Melihat Perkampungan Akhirat di Akhir Ramadhan




Woko Utoro


Ketika memasuki Ramadhan suasana nampak berbeda. Alam pun terasa sejuk seolah tahu bulan mulia telah tiba. Tidak hanya alam kondisi sosial masyarakat pun berubah drastis kala Ramadhan tiba. Tentu yang unik adalah melihat Ramadhan sejak hari pertama hingga terakhir. Selalu ada corak tersendiri yang khas di setiap momentum terlebih ketika menjelang akhir Ramadhan.


Secara psikologis manusia bersuka cita karena Ramadhan tiba. Di satu sisi manusia juga bersedih karena Ramadhan pergi begitu cepat. Jelang hari terakhir Ramadhan misalnya selalu ada perasaan batin yang terkoyak. Suasana terasa hening dan kudus terutama ketika ingat ada salah satu anggota keluarga telah lebih dulu menghadap sang pencipta. Di sinilah kita bisa merasakan energi akhirat di hari terakhir Ramadhan.


Sebenarnya sejak memasuki Ramadhan suasana akhirat sudah terasa. Orang-orang sudah merasa gembira. Entah kegembiraan itu karena faktor pahala atau takjil yang beraneka warna. Selepas itu orang-orang sibuk beribadah khususnya tadarus. Karena memang Ramadhan adalah bulan al Qur'an. Orang berbondong-bondong seolah ini Ramadhan terakhir. Hingga mereka memanfaatkan waktu Ramadhan dengan sebaik-baiknya.


Ketika Ramadhan benar-benar masuk terjadi dinamika yang begitu kentara. Misalnya di awal Ramadhan orang-orang masih semangat terutama saat tarawih dan berbuka. Akan tetapi menjelang pertengahan dan akhir keimanan seolah mulai luntur. Ramadhan seolah datang dan pergi begitu asing. Hal yang selalu ramai di saat Ramadhan justru pusat perbelanjaan. Dengan alasan diskon orang-orang datang berburu keuntungan. Padahal jika mau berpikir ulang Ramadhan pun demikian yaitu pasar akhirat.


Secara filosofis jika orang sadar makna hakikat Ramadhan adalah obral ganjaran besar-besaran. Cuma sayangnya kita lupa untuk menuju ke sana. Bayangkan saja sejak awal al Qur'an mengabarkan jika setan dibelenggu. Tapi faktanya sifat setan justru menitis ke tengah kehidupan umat. Ramadhan justru melahirkan ketamakan gaya baru. Hingga berbagai perbuatan culas yang justru tidak terkontrol oleh puasa.


Entah bagaimana bisa, Ramadhan yang sakral itu justru luntur akan hal-hal profan. Suasana perkampungan akhirat justru tergerus oleh kepongahan jaman yang dihasilkan dari polusi digitalisasi. Orang-orang seolah begitu sibuk sehingga tidak sempat menghubungi tuan rumah, Allah SWT. Fenomena ini juga terjadi di awal Ramadhan di mana kita sulit menentukan mana yang sacred dan profan. Bahkan pada produk serta barang jasa tertentu terjadi pos-spiritual atau dalam bahasa Yaser A Piliang sebuah percampuran antara duniawi dan religi.


Acara di televisi hingga di jalanan seolah menonjolkan keshalehan. Semua pernak-pernik dianggap religius jika menunjang aktivitas keagamaan. Padahal kapitalisasi terjadi di berbagai sektor termasuk tradisi, budaya dan agama. Dengan begitu Ramadhan kian hari terasa biasa. Semua karena faktor manusia lalai dan lupa bahwa bulan puasa disiapkan untuk mendidik jiwa. Sebuah momen yang sebenarnya diperlukan di tengah arus dunia dengan orientasi materi.


Jadi di mana perkampungan akhirat itu? tentu perkampungan akhirat adalah sebuah tempat di mana orang-orang sadar akan esensi bulan mulia. Mereka mengagungkannya dengan segenap jiwa raga. Hingga akhirnya Idul Fitri tiba semua orang telah diampuni dosanya. Jangan sampai Ramadhan bulan pendidikan ini tidak membuat kita terdidik. Sehingga kata KH Anwar Zahid jika Ramadhan tidak mampu mendidik kita berarti hanya kematian pelajaran yang nyata.[]


the woks institute l rumah peradaban 8/4/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...