Woko Utoro
Nabi Musa pernah sakit gigi. Beberapa hari tak kunjung sembuh. Akhirnya beliau berdo'a kepada Allah. Lalu Allah memberi tahu Nabi Musa untuk mengambil sejumput rumput dan mengunyahnya. Sejak saat itu sakit gigi Nabi Musa sembuh.
Beberapa waktu sakit gigi Nabi Musa kambuh. Lalu Nabi Musa berinisiatif mengunyah kembali rumput sesuai pengalamannya dulu. Setelah dikunyah ternyata sakit giginya justru tak kunjung sembuh. Hingga Nabi Musa mengadu kepada Allah mengapa dengan cara yang sama tapi tidak membuat sakit giginya sembuh. Dalam riwayat Nabi Musa lupa bahwa yang menyembuhkan adalah Allah bukan inisiatifnya apalagi rumput.
Lupa mungkin manusiawi. Yang terpenting jangan sampai kufur nikmat. Misalnya dulu Bani Israil pernah diberi nikmat berupa Manna dan Salwa. Menurut keterangan Manna dan Salwa disebut tiga kali dalam Al Qur'an yaitu Al Baqarah 57, Al A'raf 160 dan Thaha 80. Manna adalah hidangan yang rasanya manis menyerupai madu, sedangkan Salwa yaitu seekor burung sejenis burung puyuh. Hidangan tersebut datang dari surga untuk Bani Israil di tengah padang tandus dan gersang. Tapi sayang Bani Israil justru bosan dan lebih memilih hidangannya (baca: dunia) sendiri. Padahal hidangan surgawi tersebut membuat Bani Israil tidak harus bersusah payah bekerja mencarinya. Tapi ya demikian, Bani Israil justru malah ngeyel.
Dalam sejarah itulah salah satu bentuk perilaku aniaya terhadap diri mereka sendiri. Jika dalam bahasa keseharian, wes dikek i penak-penak malah milih seng angel, dul dul. Di sinilah kita belajar bahwa dalam kondisi apapun jangan melupakan Allah. Dialah kunci segala macam dinamika kehidupan. Mendekatlah terus dan syukuri atas apa yang diberi. Tanpa Allah kita tak berarti apa-apa. Maka dari itu hanya kepada Allah lah kita bersandar, berserah, berpasrah.
Urusan dunia saat ini pun demikian, semua sudah dalam takarannya. Tidak usah khawatir soal keterlambatan. Tidak usah cemas soal harta yang sedikit. Tidak usah risau soal pasangan atau momongan. Semua sudah diatur oleh Allah sang Maha Pengatur. Kita hanya tinggal jalani saja dengan sabar dan ikhlas. Hanya dengan cara terus mendekat kepada Allah kita akan digolongkan sebagai hambanya. Jika hari ini dan seterusnya kita menjauh dari Allah mungkin kita berpikir, "Saya ini hamba siapa? Fir'aun atau Abu Jahal".[]
the woks institute l rumah peradaban 20/8/25
Komentar
Posting Komentar