Langsung ke konten utama

Pelantun Mahalul Qiyam




Woko Utoro 

Di Jawa, mahalul qiyam, indal qiyam sering disebut srakal atau srakalan. Sebuah momen pembacaan qasidah dalam kitab maulid yang ditandai dengan berdiri. Bacaan mahalul qiyam sendiri sering didendangkan tidak hanya di perayaan maulid akan tetapi sebagai pengiring pengantin, penjemputan jemaah haji hingga acara khitanan dan nikahan bahkan ada juga sebagai simbol pemberangkatan jenazah.

Karena mahalul qiyam banyak digunakan dalam berbagai acara maka cara melantunkannya pun perlu penyesuaian. Penyesuaian itulah yang akan membuat suksesnya acara. Prinsipnya sederhana bahwa mahalul qiyam berfungsi sebagai syair penyambutan sekaligus sarana penggambaran kedatangan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Sebagai pelantun mahalul qiyam tentu saya sendiri belajar dari para munsid. Karena pasti segala sesuatu itu ada pakemnya. Tidak boleh kita membuat pakem sendiri yang dikhawatirkan merusakan kesakralan syair tersebut. Sebab mahalul qiyam adalah puncak para pecinta. Berdiri menyambut yang dicintainya.

Maka dari itu pelantun mahalul qiyam harus paham teks, lirik, nada, ritme dan tempo. Jangan sampai pelantun mahalul qiyam seenaknya sendiri. Mungkin memang terkadang karena terlalu syahdu kita terbawa emosi. Tapi ingat bahwa pembawaan mahalul qiyam haruslah bahagia atau haru bukan sedih atau malah berduka.

Adanya nada, tempo, ritme dll adalah merupakan bentuk gambaran emosi pelantunnya. Maka dari itu bagi yang sudah terbiasa akan sangat mudah untuk menyesuaikan durasi dan acaranya. Sehingga di sana kita akan paham soal komposisi serta dosis yang harus dijalankan. Tidak bisa mahalul qiyam diberi tambahan atau dikurangi. Karena hal itu berasaskan rasa dan penghayatan.

Penyesuaian teks atau lirik mahalul qiyam sangatlah penting. Karena setiap kitab maulid memiliki perbedaan sedikit, contohnya Maulid AlBarzanji, Maulid Diba', Simthudurar dan Ad Dhyaul Lami'. Panjang, pendek, naik turun, berhenti di mana dan kapan saat ganti nada juga harus diperhatikan. Terutama saat diiringi musik rebana atau hadrah maka lantunan lagu, tempo dan ritme nya harus sesuai. Karena jika sedetik saja terjadi slip atau lupa maka bisa saja acara sedikit goyah. Di sinilah pentingnya terus belajar dan berlatih.

Mengerti nada juga tak kalah pentingnya. Misalnya nada mahalul qiyam ala Habib Umar bin Hafidz, Berzanjen, Simthudurar dll juga memiliki perbedaan. Belum lagi saat ini perkembangan qasidah, sholawat yang dibawakan para munsid begitu cepat berkembang. Misalnya nada yang dibawakan Gus Roqi, Cak Fandy, Gus Ilham, Al Khidmah, Habib Syeikh bin AA, hingga ala Abah Guru Sekumpul juga berbeda. Maka dari itu mempelajarinya sangatlah keharusan. Agar di tengah jalan kita tidak kehabisan bensin.

Paling penting lagi menurut saya adalah soal kehadiran, hadir, hudhur saat mahalul qiyam. Karena mengkondisikan hati ketika mahalul qiyam pun ternyata tidak mudah. Perlu adanya proses, jam terbang dan latihan. Tujuannya sederhana agar kita bisa merasakan kerawuhan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Sehingga standarisasi pelantun mahalul qiyam menurut saya bukan di suara atau tabuhan tapi pada kehadiran. 

Banyak orang suaranya merdu tapi hanya membuat kita mengikuti mahalul qiyam ala konser. Tapi tidak sedikit bapak-bapak dengan logat Jawa nya melantunkan mahalul qiyam dengan penuh rasa dan pengahayatan, lalu diam-diam membuat kita rindu, menunduk dan menangis. Padahal bisa jadi kita tidak tahu artinya. Barangkali itulah kerinduan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.[]

the woks institute l rumah peradaban 6/8/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...