Woko Utoro
Saya tidak tahu mengapa orang mudah terjebak dengan kegelapan. Padahal kitab suci, buku dan pengalaman masa silam adalah cahaya. Seperti halnya pendidikan kata Pak Toto Raharjo, kita harus memiliki niat yang baik yaitu jika sekolah niat cari ilmu. Jika kerja niat ingin berdaya guna. Dan jika cari uang niatkan untuk berbagi. Jadi dari semua itu kita menuju kedalaman. Karena hidup bukan tentang yang didapat tapi yang ditinggalkan.
Mengapa saat ini banyak orang terjebak dengan sesuatu yang fisik. Mengapa saat ini orang tenggelam dengan gebyar media sosial. Sederhana saja karena saat ini orang lupa dengan kedalaman. Sesuatu yang berada tersembunyi dalam diri. Sifatnya begitu halus dan penuh esensi. Tapi sayangnya kita tidak menyadari dan mudah melupakannya. Hal yang substansial dianggap tidak relevan. Sehingga dari itu kita mudah percaya empirisme daripada dunia batin sendiri.
Makna kedalaman memang tidak bisa dicari sehari dua hari. Atau tidak bisa ditemukan dalam postingan media sosial. Kedalaman hanya didapat dari olah rasa. Sebuah keharusan di mana kita menyebur ke relung batin yang patah. Menyelam ke dalam lubuk hati yang resah. Atau menyelinap diam-diam ke sanubari yang gelisah. Di sanalah kedalaman berada di antara putus dan asa.
Kedalaman juga bisa didapat dari bergumul dengan buku. Satu fase di mana seseorang menyelami diri sendiri. Mungkin buku tidak membuat kita selesai. Tapi setidaknya buku menuntun kita tentang arti makna. Arti nilai yang jarang orang cari. Selain hiburan, pelarian dan pelampiasan kedalaman justru yang sering diabaikan. Padahal kadang kedalaman berasal dari ocehan anak kecil, curhatan kaum muda, hingga harapan orang tua.
Semua itu bisa kita cari dengan rajin menganalisa makna hidup. Karena hidup itu berarti maka kita harusnya lebih fokus kepada diri. Bukan pada materi yang kadang membuat kita hampa bahkan lupa diri. Kedalaman membuat orang mengerti asal, dari mana dan hendak ke mana.
Jangan sampai karena kecanggihan kita justru terpental jauh. Lambat laun harusnya menjadi manusia yang mengerti diri sendiri. Justru makin kemari kita kehilangan arah atau jati diri. Sungguh kedalaman diri adalah kompas yang mengendalikan bagaimana kita melangkah. Tanpa kedalaman yang disadari kita justru mudah terbawa angin globalisasi.[]
the woks institute l rumah peradaban 4/8/25

Komentar
Posting Komentar