Langsung ke konten utama

Personal Calling


Woko Utoro 

Saya paling sebal ketika seseorang meremehkan profesi guru. Salah satunya karena gaji guru tidak cukup menunjang kehidupan. Jika guru semata mungkin iya, tapi pastinya guru juga memiliki sampingan lain di mana orang lain tak mengetahuinya. Intinya jangan begitulah. Bahwa semua profesi selain maling dan merampok adalah terhormat, kata Pram.

Harusnya kita berpikir bahwa profesi apapun selama itu baik dan bermanfaat harus dihormati. Karena kita yakin tidak ada orang yang ingin menjadi seperti dalam benak mayoritas orang. Yang jelas setiap orang pasti memiliki angan-angan kesejahteraan bahkan kebahagiaan. Tapi faktanya dunia memiliki caranya sendiri agar kita belajar sekaligus memahami akan arti menerima.

Menurut saya alasan seseorang menekuni sesuatu hal adalah karena panggilan jiwanya atau personal calling. Tanpa kesadaran akan arti tanggungjawab rasanya kita merasa berat. Berbeda dengan orang yang merasa diundang oleh nuraninya pasti akan melakukan sesuatu dengan segenap jiwa. Tak peduli apa kata orang selama itu baik, bermanfaat dan tidak merugikan liyan maka akan terus dijalani.

Seperti halnya menjadi guru. Sederhana saja bahwa guru bukan sekadar mengajar. Tapi ada semacam keinginan agar dunia dipenuhi dengan ilmu. Agar setiap orang merasakan hal yang sama soal pengetahuan. Bahwa siapapun berhak untuk hidup dan bermanfaat. Mungkin menjadi guru itu tidak mudah. Mendidik itu menyakitkan. Tapi jika sudah suara dari hati maka pantang kembali. Karena guru itu bekerja untuk keabadian. Guru itu bukan sehari dua hari apalagi pensiun. Guru itu seperti prajurit tak kenal kata pensiun.

Maka dari itu jadi apapun ikutilah kata hati bukan kata tetangga. Karena hidup ini kita sendiri yang jalani. Sedangkan orang lain hanya sekilas yang diketahui tentang diri kita. Di sinilah arti penting berprinsip, bahwa sesuatu ada yang tidak bisa ditawar yaitu panggilan dari hati.[]

the woks institute l rumah peradaban 10/8/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...