Saya paling sebal ketika seseorang meremehkan profesi guru. Salah satunya karena gaji guru tidak cukup menunjang kehidupan. Jika guru semata mungkin iya, tapi pastinya guru juga memiliki sampingan lain di mana orang lain tak mengetahuinya. Intinya jangan begitulah. Bahwa semua profesi selain maling dan merampok adalah terhormat, kata Pram.
Harusnya kita berpikir bahwa profesi apapun selama itu baik dan bermanfaat harus dihormati. Karena kita yakin tidak ada orang yang ingin menjadi seperti dalam benak mayoritas orang. Yang jelas setiap orang pasti memiliki angan-angan kesejahteraan bahkan kebahagiaan. Tapi faktanya dunia memiliki caranya sendiri agar kita belajar sekaligus memahami akan arti menerima.
Menurut saya alasan seseorang menekuni sesuatu hal adalah karena panggilan jiwanya atau personal calling. Tanpa kesadaran akan arti tanggungjawab rasanya kita merasa berat. Berbeda dengan orang yang merasa diundang oleh nuraninya pasti akan melakukan sesuatu dengan segenap jiwa. Tak peduli apa kata orang selama itu baik, bermanfaat dan tidak merugikan liyan maka akan terus dijalani.
Seperti halnya menjadi guru. Sederhana saja bahwa guru bukan sekadar mengajar. Tapi ada semacam keinginan agar dunia dipenuhi dengan ilmu. Agar setiap orang merasakan hal yang sama soal pengetahuan. Bahwa siapapun berhak untuk hidup dan bermanfaat. Mungkin menjadi guru itu tidak mudah. Mendidik itu menyakitkan. Tapi jika sudah suara dari hati maka pantang kembali. Karena guru itu bekerja untuk keabadian. Guru itu bukan sehari dua hari apalagi pensiun. Guru itu seperti prajurit tak kenal kata pensiun.
Maka dari itu jadi apapun ikutilah kata hati bukan kata tetangga. Karena hidup ini kita sendiri yang jalani. Sedangkan orang lain hanya sekilas yang diketahui tentang diri kita. Di sinilah arti penting berprinsip, bahwa sesuatu ada yang tidak bisa ditawar yaitu panggilan dari hati.[]
the woks institute l rumah peradaban 10/8/25
Komentar
Posting Komentar