Woko Utoro
Bicara takwa tentu tidak setiap orang memahami. Mungkin mudah diucapkan tapi sulit dilakukan. Padahal jelas bahwa puncak beragama adalah menjadi manusia bertakwa. Soal ketakwaan inilah kita bisa belajar dari Kang Ajip Rosidi. Sosok sederhana, sang begawan literasi yang lahir di Majalengka dan menjadi guru besar di Jepang.
Dalam Buku Surat-surat Ti Jepang, Kang Ajip Rosidi mengatakan bahwa tidak setiap orang bisa memahami arti takwa. Terutama dalam hal rezeki misalnya masih banyak orang yang ketakutan. Padahal soal rezeki, jodoh dan mati semua sudah diatur oleh yang maha kuasa. Kang Ajip sendiri dalam hal ini yakin saja bahwa rezeki sudah diatur bahkan sangat teratur.
Dalam surat-surat nya Kang Ajip berkisah jika dulu untuk makan saja susah. Tapi Kang Ajip percaya dengan semangat gigih dan keyakinan pada Allah selalu ada saja jalan yang tersedia. Di jaman itu sekitar tahun 1961 Kang Ajip tidak bekerja selain mengarang alias menulis. Faktanya gaji yang pas-pasan bisa membangun rumah sederhana. Bahkan saat di Jakarta, Kang Ajip sering dimintai tolong Pramoedya Ananta Toer untuk sekadar memberi makan dan menampungnya di kontrakan kecil. Logikanya mana mungkin orang dengan gaji kecil bisa menjawab segala kebutuhan.
Hingga takdir membawanya sampai ke negeri Jepang semua tidak ada yang menyangka. Hidup memang sering tak hanya logika. Kadang kita hanya butuh menaruh keyakinan pada yang maha kuasa. Problemnya kita mudah menaruh kepercayaan pada orang lain. Sehingga kenikmatan orang lain kita jadikan acuan. Padahal nikmat dari Allah untuk kita juga tak kalah banyaknya. Bahkan dalam al Qur'an jika ada yang mencoba menghitung nikmat niscaya tak akan mampu.
Kata Kang Ajip jangan menaruh ketakwaan pada materi alias kenikmatan bendawi tapi letakan pada niat dan kesungguhan untuk bermanfaat kepada sesama. Hanya dengan itulah kita bisa bernilai di mata sang pencipta.[]
the woks institute l rumah peradaban 18/8/25
Komentar
Posting Komentar