Langsung ke konten utama

Jadilah Mata Air


Woko Utoro 

Ada ungkapan populer, jadilah jalan setapak yang menunjukkan ke mata air. Mungkin ungkapan tersebut terasa sederhana akan tetapi jika dihayati ternyata maknanya dalam. Di tengah modernisasi dan dunia serba digital banyak orang justru terobsesi menjadi jalan raya. Jalan yang dianggap keren karena menjadi tujuan utama. Tapi apakah faktanya demikian?

Mungkin obsesi menjadi jalan raya tidak sepenuhnya salah. Hanya saja perlu untuk berpikir ulang. Bahwa hidup bukan siapa cepat tapi siapa selamat. Di jalan raya seperti kita tahu selalu menyediakan keselamatan yang begitu kecil. Sebab arus kendaraan melintas ke sana. Bahkan orang-orang berebut cepat sampai tanpa tahu ke mana arah tujuan. Padahal ada prinsip lain bahwa perjalanan menuju Tuhan sebanyak buih di lautan. Jika kita tak mampu merebutkan jalan raya setidaknya jalan setapak pun masih ada.

Jalan setapak itulah yang hari ini nampak diremehkan. Padahal jalan setapak, jalan alternatif atau jalan terabas sangat diperlukan. Bagi kita yang berjalan pelan tentu jalan ini bisa jadi pilihan. Karena tujuan utama dalam perjalanan ini adalah keselamatan. Dalam konteks beragama maupun sosial nampaknya jalan setapak tersebut cocok untuk kita lalui. Mungkin nampak kecil, tidak keren atau jauh dari keramaian. Tapi setidaknya jalan setapak menyajikan ketenangan, kedamaian, kesederhanaan dan kemungkinan sampai yang sama.

Bahwa jalan bukan besar atau kecilnya. Tapi soal yang memberikan kita jawaban atas segala pertanyaan. Atau jika pun jawaban tak ditemukan setidaknya kita diberikan ketenangan. Karena hidup di luar jalan raya akan terhindar dari bising, macet atau kecelakaan. Sedangkan jalan setapak mungkin terasa lama, tidak meyakinkan tapi sejatinya menghantar ke tujuan. Hal penting lain selain jalan adalah tujuan itu sendiri. Dalam makna yang substansial kita ditanya dari mana, mau apa dan hendak ke mana? Jika menimba ilmu, untuk apa ilmunya. Jika sudah kaya dan sukses, hendak apa yang diperbuat.

Nampaknya jawaban menjadi mata air yang bermanfaat bagi sesama adalah hal utama. Karena apalah arti hidup jika bukan yang kita tinggalkan. Sehingga bukan soal mencapai tapi soal memberi.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...