Langsung ke konten utama

Literasi Masjid: Kegiatan Kepemudaan



Woks

Pemuda dan masjid, begitulah seharusnya nama yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan Nabi Muhammad saw sampai dawuh dalam sabdanya bahwa kelak di hari kiamat yang akan mendapat naungan rahmat dari Allah yaitu pemuda yang hatinya selalu terpaut dengan masjid. Maka tidak salah dalam tradisi kita banyak masjid yang membentuk wadah bagi pemuda yaitu remaja masjid (remas) atau ikatan remaja masjid (irmas).

Kegiatan kepemudaan yang ada di masjid tentu dalam rangka membina sekaligus kaderisasi bagi kalangan muda. Mereka yang cenderung aktif dan enerjik itu harus diarahkan ke arah yang positif sehingga mereka dapat menyalurkan ekspresinya lewat masjid. Memberi peran kepada kaum muda sangatlah penting sebab dewasa ini banyak kalangan tua yang berpikir kolot, tidak mau mengalah dan inginnya menang sendiri.

Melalui kegiatan masjid harapanya pemuda dapat aktif dan terhindar dari jerat kehidupan hedonis yang menenggelamkan itu. Pemuda sebagai agen perubahan harus diberi kepercayaan dalam mengelola masjid. Sentuhan milenial melalui kaum muda sangatlah penting karena dapat mengajak jamaah lain sesuai dengan kebutuhan zamannya. Kegiatan seperti belajar pidato, baca kitab, membuat kaligrafi, bersyair islami, seminar, motivasi, anjang sana, majelis dzikir, manajemen keuangan, tadabur alam, bakti sosial, keputrian, dan seni budaya sangatlah penting untuk diterapkan.

Kegiatan tersebut selain mengisi waktu luang juga sebagai momentum mencetak pemuda yang sinergi dengan masjid. Dewasa ini banyak organisasi kepemudaan akan tetapi sangat jarang yang terfokus dengan masjid apalagi saat ini ideologi ekstrimis sudah menjangkiti pemuda. Harapan besarnya melalui masjid pemuda dapat membentengi diri dan terus memompa semangat belajar serta berkhidmah. Pemuda sebagai pewaris masa depan harus terus dibina agar mereka tidak salah jalan. Karena rasa ingin tahu yang besar itulah melalui masjid serta rangkaian kegiatan dapat menjadikan pemuda mengkokohkan identitasnya. Semoga saja ke depan kegiatan berbasis masjid bergulir seperti halnya dulu banyak kalangan dan tokoh besar yang terlahir dari pengkaderan masjid mushola.

Sebelum akhirnya banyak masjid yang dikuasai oleh kalangan pendakwah yang tidak ramah terhadap masyarakat maka sangat penting untuk membekali kaum muda dengan berbagai kegiatan. Tentu kegiatan saja tidak cukup, memberi peran serta merangkul mereka adalah salah satu jurus jitu. Pemuda masa kini adalah tumpuan masa depan. Jika masjid ingin berkembang ajaklah pemuda sebagai partner untuk mengantarkan kegiatan dakwah ke arah yang lebih baik.

the woks institute l rumah peradaban 28/4/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...