Langsung ke konten utama

Menjadi Bermanfaat Untuk Umat




Woko Utoro

Cetak biru dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad SAW ditugaskan oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak. Selain itu beliau juga ditugaskan menyampaikan risalahnya. Risalah itu tersemai dengan melahirkan ilmu, akhlak dan teladan. Yang jelas Kanjeng Nabi Muhammad SAW mengajak umatnya ke jalan kebenaran.

Salah satu pesan beliau yang relevan hingga akhir jaman yaitu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Minimal bermanfaat bagi diri sendiri dan keluarga. Sedangkan orang yang bermanfaat dunia akhirat tentu beliau Kanjeng Nabi Muhammad SAW. KH Anang Darunnajah mengatakan bahwa kebermanfaatan itu adalah hal utama. Karena menjadi bermanfaat itu tidak menunggu kaya, memiliki jabatan atau berilmu tinggi.

Jelaslah bahwa bermanfaat itu dimulai dari niat dan diawali sejak dini. Karena menjadi bermanfaat itu sederhana dan tidak harus bermewah-mewah. Bermanfaat itu disesuaikan dengan kadar kemampuan. Sehingga dengan begitu setiap orang bisa bermanfaat atas orang lain. Jika bisa membantu dengan seliter beras mengapa tidak. Jika khidmah dengan tenaga yang bisa dilakukan maka lakukanlah. Bahkan jika tersenyum yang bisa kita lakukan maka itu lebih baik daripada bermuram durja.

KH Afifuddin Muhajir mengatakan bahwa kebermanfaatan itu diawali dari ilmu. Orang berilmu akan mengerti bagaimana caranya bermanfaat. Maka dari itu soal keilmuan tidak bisa langsung memberi kesimpulan. Misalnya santri yang boyong dari pondok lalu tinggal di rumah dan tidak jadi kiai maka disebut tidak bermanfaat ilmunya. Pandangan itu salah besar.

Bermanfaat itu tidak harus jadi kiai. Bermanfaat itu jadi apapun asalkan kontribusinya jelas di masyarakat. Ada juga kiai yang hanya bermanfaat bagi diri dan keluarganya saja. Bahkan ada orang kaya, akademisi hingga pejabat yang ternyata tidak bermanfaat. Jadi jelas bahwa kebermanfaatan itu melewati batas-batas status sosial.

Jadi jelaslah bahwa tugas kita adalah bermanfaat bagi orang lain. Jika ingin mendapat banyak keberkahan maka berkhidmahlah. Jika ingin banyak kebermanfaatan maka mengajarlah. Dan salah satu kebermanfaatan itu bisa dibagi lewat menulis.[]

the woks institute l rumah peradaban 31/10/24


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...