Woko Utoro
Setia terhadap sesuatu yang diyakini sebagai kebenaran itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil. Karena kesetiaan selalu menyediakan jalan. Seperti halnya istikomah selalu menyuguhkan kemuliaan. Begitu pula dalam dunia tulis menulis. Dunia yang tidak setiap orang mau menggelutinya. Pasti selalu ada hikmah di balik segala proses dan pergulatannya.
Mengapa menulis nampak begitu sulit. Padahal kita tak pernah absen untuk selalu mengikuti seminar kepenulisan. Bahkan rela merogoh kocek demi memiliki kemampuan menulis. Tapi apakah benar demikian bahwa menulis bisa diwariskan. Apakah menulis bisa ditularkan pada setiap orang?
AS Laksana, tempo hari pernah menjawab pertanyaan tersebut melalui kolom opini di koran Jawa Pos edisi 18 Oktober 2018. Ia berkesimpulan jika menulis tidak bisa diajarkan. Padahal sederhana saja jika menulis adalah keterampilan seharusnya bisa diajarkan. Pernyataan AS Laksana tersebut memang bermakna pesimis tapi sepertinya benar.
Fakta di lapangan memang demikian bahwa masyarakat kita belum menjadikan bacaan sebagai kebutuhan. Akibatnya mereka kebingungan hendak menulis apa sekalipun mereka mengikuti pelatihan menulis berkali-kali. Padahal syarat menulis adalah membaca. Sebab bacaan merupakan sumber pengetahuan utama. Terlebih kata AS Laksana, bacaan yang sudah bersemayam dalam jiwa.
Orang yang gemar dan banyak bacaannya biasanya akan mudah dalam menuangkan ide. Sehingga mereka lebih bisa diandalkan untuk menulis dengan baik. Kata AS Laksana biasanya orang yang suka menulis itu memiliki kepedulian tinggi terhadap bahasa. Karena disadari atau tidak bahasa yang baik mencerminkan kepribadian penulisnya. Sedangkan bahasa itu dihasilkan dari seberapa besar minatnya terhadap bacaan.
Terakhir orang suka menulis biasanya akan mencuri teknik menulis dari para pesohor. Fase inilah yang kadang disebut imitasi, duplikat, copy paste tentang bagaimana para pengarang menghasilkan karya kreatif. Setelah itu mereka rajin untuk berlatih dan mengasah diri. Tanpa adanya minat dan latihan yang konsisten menulis tak akan pernah dihasilkan.
Maka dari itu kesetiaan terhadap dunia menulis adalah pilihan. Setiap orang berhak berimajinasi apa yang hendak ditulis. Akan tetapi setiap orang dilarang bercita-cita menjadi penulis jika mereka masih saja malas membaca. Jika malas membaca lantas tulisan seperti apa yang hendak mereka sajikan?
the woks institute l rumah peradaban 18/10/24
Komentar
Posting Komentar