Langsung ke konten utama

Khidmah di Organisasi




Woko Utoro

Seorang teman pernah mengira jika khidmah hanya terdapat di pondok pesantren. Khidmah dimaknai proses mengaji, mengajar hingga membantu kebersihan pesantren. Baginya khidmah tidak terdapat di tempat lain. Padahal khidmah itu bermakna luas dan terdapat di manapun termasuk dalam organisasi.

Bahwa khidmah itu pelayan, pelayanan atau melayani. Sehingga di manapun khidmah itu berlaku. Karena khidmah adalah aplikasi tertinggi dari pengetahuan. Khidmah adalah bagian dari aplikasi. Sedangkan aplikasi merupakan amal. Maka ilmu yang disertai amal adalah keutamaan tertinggi. Setinggi apapun ilmu jika tidak dibarengi amal maka tak ada artinya.

Bicara khidmah di organisasi tentu sederhana. Bahwa seseorang memberikan segenap waktu, pikiran, tenaga dan harta untuk menjalankan organisasi juga merupakan khidmah. Seseorang melayani audience dengan baik ketika di sebuah acara juga merupakan khidmah. Menjamu narasumber dengan ramah dalam kegiatan seminar juga bagian dari khidmah.

Maka khidmah itu spektrum nya luas. Khidmah itu adalah upaya memberikan terbaik dalam berbagai hal. Jangan dikira khidmah hanya ditujukan pada kiai saja. Kita melayani dan menjalankan organisasi juga bagian dari khidmah. Maka dari itu jelas bahwa khidmah adalah cara efektif untuk mengaplikasikan keilmuan.

Hikmah dari khidmah tersebut tentu mendidik kita menjadi pribadi yang memberi, melayani, menyuguhkan hingga pengorbanan. Ingat bahwa karakter memberi dan melayani bukan perkara mudah. Apalagi jika kita orang berpangkat atau berduit biasanya akan diuji mentalnya dengan berkhidmah. Sehingga kata KH Asrori Al Ishaqy orang berilmu akan nampak ilmunya ketika mereka mau berkhidmah. 

Pantaslah jika khidmah adalah tolok ukur kebermanfaatan keilmuan seseorang. Jika seseorang gengsi berkhidmah maka ilmunya patut dipertanyakan. Sebab khidmah itu membuat seseorang selalu rendah hati, di bawah dan bukan siapa-siapa di mata sang guru. Tentu konteks ini kita sedang berguru pada organisasi.[]

the woks institute l rumah peradaban 8/10/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...