Langsung ke konten utama

Berpisah Untuk Bertemu Lagi




Woko Utoro

Resiko pertemuan adalah perpisahan. Telah menjadi rumus bahwa berpisah adalah kondisi paling riil ketika seseorang memutuskan bertemu. Disadari atau tidak nyatanya pertemuan selalu menyisakan luka terutama di sesi akhir kehidupan. Mungkin perpisahan bukan akhir dari segalanya akan tetapi awal perjalanan panjang.

Bicara perpisahan kemarin saya sedikit nelangsa karena ada teman santri yang boyongan. Padahal santri tersebut tergolong santri lama dan banyak membantu terutama soal hadrah. Dari momen itu saya selalu berpikir mengapa berpisah selalu menyesakan dada. Di sana perasaan emosional bekerja dengan rapi mengoyak batin terdalam. Mungkin laki-laki tidak menangis menumpahkan air mata. Akan tetapi kata Rudy Mathari batin mereka teriris.

Mungkin itulah kondisi alamiah perpisahan. Bahwa kadang hasil perjumpaan yang lama membuat seseorang memiliki ikatan emosional. Ikatan yang ketika berpisah terlepas untuk melahirkan rindu. Karena bagaimana pun juga hal itu sisi alamiah manusia berpisah untuk saling mengenang.

Kondisi perpisahan selalu dimaknai berbeda oleh banyak orang. Misalnya Gahlil Gibran menyebut jika pertemuan akan bermakna ketika seseorang merasa kehilangan. Atau lebih filosofis kata Mahatma Gandhi bahwa tidak ada kata perpisahan. Berpisah itu hanya berpindah menuju hati paling dalam. Jadi bagi sebagian orang berpisah tidak dimaknai pergi atau hanya pulang tapi lebih pada memastikan mereka kembali.

Maka dari itu perpisahan selalu bersifat sementara. Entah esok atau kapan pasti akan jumpa. Cepat atau lambat pasti akan bertemu. Katanya jika jiwa dan raga kemungkinan tak bersua lagi setidaknya lewat doa mekar mewanginya akan terus hidup. Sebab kita pernah berpengalaman bertemu, bertatap wajah dan meninggalkan jejak.[]

the woks institute l rumah peradaban 6/10/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...