Langsung ke konten utama

Perjuangkan Nasib Bukan Nasab




Woko Utoro

Mengikuti hiruk-pikuk perdebatan nasab seperti tak berkesudahan. Masyarakat awam seperti kita terpaksa menonton orang-orang pandai berdebat dengan segala macam logika dan teori. Media sosial juga seperti tak pernah sepi dengan perdiskusian tersebut. Sampai-sampai kita bosan sekaligus bertanya apakah nasab mesti dibela sedemikian?

Memilih perbeda nampaknya sebuah fitrah dari Tuhan. Akan tetapi terpecah belah adalah kebodohan yang terstruktur. Dari sana kita ingat Jonathan Haidt dalam bukunya The Righteous Mind (2020) seraya bertanya mengapa orang baik bisa dipecah belah oleh agama dan politik. Pecah belah tersebut tentu kini merambah pada persoalan nasab, makam palsu hingga hingga gelar habib.

Padahal persoalan nasab juga sudah banyak dikomentari oleh banyak tokoh misalnya Gus Faiz Syukron Makmun, KH Afifuddin Muhajir hingga KH Muhammad Najih Maemun Zubair. Menurut Gus Faiz orang yang mempermasalahkan nasab itu aneh. Sebab mereka akan menolak logika kalangan alim allamah seperti Syeikh Prof Dr Said Ramadhan al Buthi, Syeikh Yusuf Qardawi, Syeikh Ali Jum'ah hingga Syeikh Ahmed Thoyyib.

KH Muhammad Najih Maemun Zubair bahkan Gus Kautsar juga isykal mengapa ada orang yang menganulir nasab Ba'alawy. Padahal banyak ulama dan awliya dilahirkan dari nasab tersebut termasuk mayoritas pengarang kitab yang dipelajari di pesantren. Yang menarik tentu pendapat Wakil Rais Aam PBNU yaitu KH Afifuddin Muhajir. Kata beliau nasab itu tidak ada kaitannya dengan perkara agama.

Orang boleh pro atau kontra pada nasab itu sah-sah saja. Akan tetapi jangan dikampanyekan jika kita memiliki pendapat tidak setuju. Maka tidak setuju seseorang itu habib atau bukan cukup buat sendiri. Dalam Islam kita diperintahkan mencari guru yang baik, alim, amil, sholeh dan wara' bukan yang bernasab pada nabi. Bahkan dalam periwayatan hadits tidak melihat nasab pada siapa melainkan kealimanya, shiqoh, dhobit, berintegritas.

Terakhir kata Kiai Afif persoalan nasab lebih baik dihentikan. Karena justru hal itu akan menurunkan kualitas agama. Karena agama tidak melihat pada nasab melainkan pada ilmu dan akhlak. Orang itu dilihat dan dipertimbangkan berdasarkan ilmu dan akhlak bukan nasab. Maka dari itu lebih baik Islam fokus pada peningkatan kualitas ilmu, iman dan amal. Sehingga dari itu orang tidak sibuk membanggakan siapa bapaknya melainkan bagaimana, dengan siapa dan di mana belajarnya.

Terkhusus orang awam seperti saya tentu sadar bahwa perjuangan utama bukan menyodorkan nasab melainkan memperjuangkan nasib. Utamanya nasib kesejahteraan bersama dia yang mau ikhlas diajak berjuang. Uhuyy.[]

the woks institute l rumah peradaban 5/10/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...