Langsung ke konten utama

Menunggu Kiprah 2 Menteri Jangkar Pengetahuan



Woko Utoro

Tanpa menafikan peran menteri yang lain misalnya kementerian ESDM, perdagangan, investasi hingga keuangan tentu 2 menteri ini menarik ditunggu kiprahnya. Pasca diumumkan pada 20 Oktober 2024 oleh Presiden Prabowo Subianto 2 menteri ini masuk dalam kabinet Merah Putih. Kementerian tersebut adalah menteri pendidikan dinahkodai Prof Abd Mu'ti (PP Muhammadiyah) dan menteri agama ditukangi Prof Nasaruddin Umar (PBNU/Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta).

Mengapa saya tertarik dengan 2 menteri tersebut? Banyak hal sebenarnya yang menjadi harapan terhadap dua kementerian tersebut. Mengingat ketokohan pemimpin di kementerian tersebut tentu berpengaruh besar untuk ke depannya. Misalnya kita merasa terpukul saya menteri pendidikan tahun lalu ternyata bukan berlatar pendidikan yang diidamkan. Karena soal kementerian pendidikan ini jangan dibuat percobaan. Sebab sejarah dulu kita pernah punya menteri pendidikan yang menurut hemat saya luar biasa sosoknya yaitu Ki Hadjar Dewantara dan Dr Daoed Joesoef.

Tak kalah menariknya tentu kita juga pernah punya menteri agama alim dan cerdas yaitu KH Wachid Hasyim (Ayahanda Gus Dur) dan KH Saifuddin Zuhri (Ayahnya Pak Lukman Hakim, Menag tahun 2014-2019). Nah persoalan 2 kementerian ini tentu kita menaruh harapan. Pertama, tentu baik Prof Mu'ti maupun Prof Nasar bukan merupakan tokoh politik yang bergabung dalam partai tertentu. Kedua, seperti yang kita ketahui kedua beliau merupakan tokoh masyarakat, akademisi murni dan pastinya gandrung akan keilmuan.

Sejak dulu sepertinya seolah berlaku rumus jika 2 kementrian ini harus dijaga oleh NU dan Muhammadiyah. Sejak dulu kementerian pendidikan hampir didominasi oleh tokoh Muhammadiyah, di antaranya Prof A. Malik Fajar, Prof Muhajir Effendi, dan kini Prof Abd Mu'ti. Juga kementerian agama seolah sudah dikavling oleh NU yaitu sejak KH Wahid Hasyim, KH M. Wahib Wahab, KH Saifuddin Zuhri, Prof Tholhah Hasan, Prof Said Agil Al Munawar, Maftuh Basyuni, Surya Dharma Ali, Lukman Hakim Saifuddin, Gus Yaquth Cholil Qoumas, hingga Prof Nasaruddin Umar.

Jika melihat dari komposisi serta kemampuan dua tokoh tersebut seolah kita memiliki kepercayaan jika mereka bisa membenahi carut marut khususnya di dunia pendidikan. Saya rasa mengapa tokoh Muhammadiyah dipilih menjadi menteri pendidikan. Sederhana saja jika melihat sektor pendidikan memang ormas yang didirikan KH Ahmad Dahlan tersebut sangat maju. Termasuk juga mengapa tokoh NU dipilih menahkodai kementerian agama. Sederhana juga bahwa di NU itu agama terasa begitu lentur sekaligus tidak kehilangan makna aslinya. Misalnya soal kemampuan keilmuan fikih di NU tak bisa diragukan. Sehingga kita membutuhkan pemahaman keagamaan yang egaliter dan humanis sesuai kondisi masyarakat Indonesia.

Saya tentu berharap 2 kementerian tersebut memberi gebrakan yang signifikan. Jangan sampai kementerian pendidikan hanya diramaikan dengan perkara ganti kurikulum seiring gantinya kebijakan. Termasuk juga di kementerian agama yang justru beberapa kali tercoreng akibat skandal korupsi dll. Bahkan ada anekdot jika di kementerian agama tidak perlu orang pintar untuk mengepalainya. Karena tugas menteri agama hanya 2 yaitu mengumumkan sidang istbat dan pengumuman kapan hari raya.

Jika sudah begitu tentu 2 kementerian ini harus dikawal terus. Harus ada reformasi birokrasi agar kepercayaan masyarakat terus meningkat. Karena kita tahu bahwa sektor pendidikan adalah pondasi peradaban dalam mempersiapkan masa depan. Jika sektor pendidikannya lumpuh lantas cita-cita apa yang akan dibawa di 2045 nanti. Termasuk juga kementerian agama harus bisa menjadi rumah besar bagi keragaman keberagaman di Indonesia. Semoga.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...