Langsung ke konten utama

Dampak Membaca Bagi Kepribadian




Woko Utoro

Sudah terlalu sering kita dengar bahwa membaca itu aktivitas luar biasa. Dari bacaan seseorang dibentuk pola pikir dan kepribadiannya. Dalam hal ini tentu soal membaca buku. Tidak sedikit tokoh bangsa dibentuk atas apa bacaannya. Maka di beberapa kesempatan pertanyaan muncul sudah baca buku apa hari ini. Lebih lagi sudah kah menulis hari ini? 

Walaupun membaca memiliki dampak luar biasa. Akan tetapi masyarakat belum sepenuhnya sadar bahwa membaca bagian tradisi peradaban. Hal itu buktikan dengan minimnya kepemilikan buku di rumah. Soal ini kita tentu belajar pada para pendahulu bahwa membaca adalah aktivitas utama mengasah ketajaman berpikir. Dari bacaanlah segala inspirasi hidup dilahirkan. 

Kita tentu tidak bosan menyebut dwi tunggal bangsa ini, Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta adalah sosok pembaca ulung. Dari bacaan segala mempengaruhi jalan hidupnya. Tentu yang paling kentara adalah kepribadian, cara mengambil keputusan, dan logika berpikir. Dari bacaan itulah para tokoh bangsa mempertimbangkan segala sesuatu berdasar ilmu. 

Tokoh lain seperti Mbah Sahal Mahfudz dan Gus Lik misalnya juga sedikit orang yang luar biasa soal bacaan. Menurut Ning Titik, sedikitnya ada 1400 buku dan kitab berbahasa Arab yang memenuhi rak ndalem Mbah Sahal. Luar biasanya semua sudah dibaca dan diberi catatan. Mbah Sahal melahap bacaan dari berbagai genre bahkan sastra, politik dan ekonomi. Bahkan jika di waktu membaca Mbah Sahal tipe orang yang tidak bisa diganggu. Maka pantas jika beliau menjadi ulama berpengaruh dan produktif menulis. 

Gus Lik Jamsaren, guru besar PMJ dan PMR Langgar Kulon yang baru saja wafat juga merupakan sosok pembaca. Kata KH Anwar Iskandar adik iparnya itu sejak dulu suka baca komik silat karya Kho Ping Hoo. Maka tidak aneh jika bacaan tersebut mempengaruhi cara beliau bersosialisasi dengan masyarakat. Bahkan Gus Lik juga pembaca kitab kuning yang khumul. Soal membaca juga bisa kita lihat dari betapa luasnya pengetahuan Gus Baha dan Gus Kautsar. Jadi kita bisa mengetahui betapa pengaruhnya membaca bagi kehidupan. 

Terakhir bahwa membaca bukan tugas kaum akademik saja tapi semua kalangan. Jika orang terbuka akan bacaan maka kita tidak mudah dipecah belah. Karena pikiran sudah dialiri oleh pengetahuan yang mencerahkan. Sudah banyak tokoh yang tercerahkan dan dibentuk kepribadiannya oleh bacaan sekarang giliran anda. []

The Woks Institute rumah peradaban 4/10/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...