Langsung ke konten utama

Al Qur'an Sumber Cahaya Kehidupan




Woko Utoro

Membincang Al Qur'an memang tak berkesudahan. Al Qur'an adalah sumber air yang tak pernah kering ditimba. Al Qur'an adalah cahaya kehidupan yang berkahnya menembus semesta. Demikianlah yang saya tangkap dari penjelasan ceramah KH Mustofa Aqil Siradj (Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon) dalam peringatan Haul KHR. Muhammad Munawwir bin Abdullah Rosyad ke-86.

Menurut KH Mustofa Aqil Siradj, Al Qur'an itu berkahnya luar biasa. Salah satunya dirasakan hingga kini dan jika di Indonesia khususnya Jawa pasti nama Mbah Munawwir Krapyak tak pernah dilupakan dari sanad keilmuannya. Ibarat sumber maka Mbah Munawwir sudah mengalirkan keberkahan Al Qur'an se-antero negeri.

Kata KH Mustofa Aqil Siradj memang Al Qur'an itu berkahnya tak ada habisnya. Hal itu telah dibuktikan berdasarkan sejarah. Siapa yang dititipkan Al Qur'an maka akan mulia. Al Qur'an akan menjadikan pemiliknya tinggi derajatnya dan berpangkat pemimpin. Contoh Al Qur'an diwahyukan melalui perantara Malaikat Jibril. Maka dalam sejarah Jibril menjadi pemimpin (Sayyidal Malaikat) atau malaikat berpangkat tertinggi dari lainnya.

Al Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW maka beliau menjadi Sayyidul Anbiya. Malam diturunkannya Al Qur'an juga menjadi mulia bahkan disebut rajanya malam (Sayyidal Layali) yaitu Lailatul Qadar. Tempat diturunkannya Al Qur'an juga ikut menjadi mulia (Sayyidal Buldah) yaitu Mekah Al Mukaromah. Dan semoga anak-anak yang hafalan Qur'an atau huffadz juga akan diberikan gelar (Sayyidan Nass) pemimpin manusia.

Al Qur'an itu semua sisinya juga merupakan ilmu. Dari sudut manapun Al Qur'an bisa dibedah dan sangat ilmiah. Bahkan orang ingin kaya, ingin pintar dll cukup hanya mengamalkan potongan ayat Al Qur'an saja. Tidak sedikit orang menjadi mulia karena Al Qur'an. Misalnya ada orang biasa tapi tulisannya bagus hingga menjadi khoter (Khathat) Al Qur'an. Ada orang suaranya merdu sampai keliling dunia karena membacakan Al Qur'an yaitu para qari'. Serta banyak lagi lainnya.

Bahkan Al Qur'an itu kemuliaannya bisa sampai dibawa mati. Asalkan kita mau istiqamah membacanya insyaallah semua akan ada manfaatnya. Kisah terkenal soal ini yaitu ada mayit yang ingin ditanya oleh Munkar Nakir ternyata di sana ada pahala bacaan Al Qur'an yang menjelma malaikat. Akhirnya si mayit tersebut selamat karena pahala bacaan Al Qur'an nya melindungi dirinya.

Maka dari itu betapa pentingnya Al Qur'an sehingga kitab suci ini jangan disepelekan. Seharusnya kita persiapkan generasi penerus untuk giat mempelajari Al Qur'an. Seperti halnya di Mekah ada seorang syeikh alim tapi memilih mengajari anak kecil membaca Al Qur'an. Ketika ditanya apa alasannya? beliau menjawab karena Al Qur'an ini esok yang akan menjadi penerang disaat gelap. Jadi intinya jika ada Al Qur'an di rumah, bacalah. Jangan sampai Al Qur'an tersebut hanya sebagai hiasan. Sungguh Al Qur'an yang tidak dibaca hukumnya makruh, tidak elok bagi kita yang sudah diberi pemahaman akal.[]

the woks institute l rumah peradaban 14/12/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...