Berikut merupakan petikan wawancara jurnalis the woks institute bersama pelatih drumband potensial asal Rejotangan Tulungagung, Mas Rizal Fathur Rochimin. Beliau adalah seorang multitalenta, organisatoris, coach, broadcast hingga pendidik. Bincang hangat bersama Mas Cimien ini pastinya banyak pelajaran yang akan kita dapatkan. Semoga bermanfaat.
Jurnalis TWI : Kapan mulai tertarik di dunia drumband dan bagaimana kisah nya hingga hari ini tetap eksis?
Mas Cimien : "Sejak kecil memang saya hobi, dan sering nonton jika ada pawai drumband. Dari sanalah akhirnya ketertarikan tersebut memuncak. Kisah tentu berlanjut awalnya saat menjadi siswa di MTs Al Ghozali. Di sana saya memegang bendera panji lalu quintom. Terus di MAN 3 Tulungagung saya sempat menjadi pengurus harian. Tugasnya tentu menjadi pendamping dan membantu administrasi.
Berlanjut pada tahun 2011 saya berkiprah menjadi pelatih dan pada saat itu menimba ilmu dari coach pondok JH. Saya lalu memegang 2 unit. Pertama, MI PSM Tanen lagunya Rekayasa Cinta kalau tidak salah dan kini di rumah sendiri yaitu MI Al Huda Padangan Karangsari".
Jurnalis TWI : Dari broadcast ke drumband adakah titik temunya. Ataukah ada makna tertentu bagi Mas Cimien?
Mas Cimien : "Pada saat kuliah di IAIN Tulungagung (sekarang UIN) karena tidak ada ekstra drumband jadi saya ikut broadcast dalam hal ini Radio Genius FM. Mungkin kalau ada ektra drumband di awal pasti saya ikut. Tapi menurut saya di broadcast itu merupakan hal baru, terus terlihat keren, dan pastinya paket komplit. Di sana kita juga diajari siaran, mengelola administrasi, hingga belajar pemimpin rapat.
Dari sanalah akhirnya ada titik temunya yaitu berguna dalam hal negosiasi. Apalagi jika membeli alat drumband itu mahal ya puluhan juta. Dari itulah saya juga jadi lebih mudah terutama soal cara mendidik siswa".
Jurnalis TWI : Suka duka di dunia drumband baik saat menjadi siswa maupun pelatih?
Mas Cimien : "Sebagai siswa duka tentu ketika tim kita kehabisan anggota, terus anggota terpapar asmara, alias cinta lokasi cinlok, hingga php di ujung. Hal itulah yang sangat mengganggu sekali.
Kalau sukanya atau happy nya yaitu di saat naik truk bareng, terus seru-seruan saat kompetisi berlangsung.
Selanjutnya susahnya jika jadi pelatih yaitu adanya intervensi oleh pengampu kebijakan. Misalnya kepala sekolah mintanya A padahal fakta di lapangan B itu susah sekali. Terlebih hal itu berkaitan dengan menjaga reputasi. Bagaimanapun juga kepada sekolah tak akan mengerti kebutuhan anggota seperti apa dll. Pengampu kebijakan hanya taunya pokok nya beres. Padahal drumband itu tidak seinstan yang dibayangkan. Jadi jika ada kekurangan dalam hal project musiknya pasti yang disalahkan pelatihan. Hal itulah yang begitu menyebalkan".
Jurnalis TWI : Stigma pemegang bendera, bagaimana menurut anda?
Mas Cimien : "Sebenarnya bagi yang menganggap pemegang bendera panji tidak keren itu komentar jadul. Padalah dalam bendera panji itu sekarang makin berkembang, kreatif seperti para penari terdapat koreografi. Terus juga makin kemari membenahi gerakan adalah hal utama. Bahkan kita menspesialkan pembawa bendera lebih lagi ragamnya makin pariatif. Bisa jadi yang menganggap pemegang bendera panji tidak kerena itu akal-akalan pelatih nya saja yang memberikan gerakan asal-asalan".
Jurnalis TWI : Momen paling bergengsi selama berkiprah di dunia drumband?
Mas Cimien : "Kita jarang ikut lomba ya. Karena target pasarnya bukan lomba. Tapi bagaimana memberikan pelajaran disiplin lewat musik.
Jika momen yang patut disyukuri sekaligus membanggakan yaitu dua tahun juara satu berturut-turut parade drumband. Bahkan momen itu bersejarah ya bisa mengalahkan para penguasa drumband di Tulungagung. Akhirnya kita berpikir ternyata bisa juga ya setara bahkan melampaui mereka".
Jurnalis TWI : Pesan untuk kawula muda bagi yang mau mengikuti dunia drumband?
Mas Cimien : "Tidak usah minder dengan karya kita. Tetap semangat dalam berkarya. Yakin saja yang membedakan itu bukan unitnya tapi kualitasnya".
Demikian wawancara jurnalis TWI dengan Mas Cimien. Semoga kita bisa memetik pelajaran tentang hal apapun. Bahwa yang menjadikan kita berharga adalah semangat, karya dan kegigihan untuk terus berproses bukan tentang hasil melainkan memberikan yang terbaik. []
TThe Woks Institute rumah peradaban 28/12/24
Komentar
Posting Komentar