Langsung ke konten utama

Pengetahuan dan Penghasilan




Woko Utoro 

"Apakah yang harus kita punya, agar terbebas dari ketakutan" Jules Romains.

Saya pernah digoda oleh seseorang, "Mana hasil mu membaca, mana hasil mu menulis. Jika tak jadi uang ya percuma saja". Pernyataan itu nampaknya benar tapi bisa sangat mungkin salah. Jika dijawab dengan emosi tentu akan buang-buang energi. Lantas apakah tidak perlu ditanggapi pernyataan tersebut?

Yang jelas orang telah terjebak bahwa pendidikan dan gelar selalu dikaitkan dengan keuntungan berupa materi alias fulus. Padahal rumusnya jelas jika ingin pintar ya belajar. Jika ingin kaya ya bekerja. Sedangkan berpengetahuan adalah hak dan kewajiban. Di sinilah yang harus dipahami sebagaimana Al Alaq berbunyi, "Bacalah!". Jadi jelas bahwa baca itu memang bukan sekadar arti sempit membaca buku. Tapi lewat bukulah kita bisa membaca dunia dengan lebih luas sedangkan pendalaman diajarkan lewat guru dan pendidikan.

Fungsi pengetahuan itu seperti cahaya pada kegelapan. Kita bisa saja terperosok kapan saja. Akan tetapi karena adanya pengetahuan kita bisa menghindar atau bahkan memberi tahu orang bahwa di sana ada bahaya. Itulah seharusnya yang menjadi kunci bahwa pengetahuan bukan soal menimbun keuntungan pribadi melainkan kebermanfaatan kepada sesama. Maka dari itu senada dengan pesan Kanjeng Nabi Muhammad SAW bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk sesama.

Kunci terakhir yang menarik dari perintah berpengetahuan adalah beramal. Amal tanpa ilmu tertolak. Ilmu tanpa niat yang baik hampa alias kosong. Maka dari itu mengutip Denny JA bahwa kekayaan sejati bukan yang ditumpuk buat diri sendiri melainkan yang kita tinggalkan untuk lingkungan. Carnegie juga mengatakan bahwa pengetahuan adalah kekayaan yang harus dibagi. Maka dari itu orang berpengetahuan hakikat nya adalah kaya dan lebih dari sekadar berpenghasilan.[]

the woks institute l rumah peradaban 17/12/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...