Langsung ke konten utama

Memungut Hikmah Perjalanan




Woko Utoro

Entah bagaimana ceritanya saya selalu mendapat pelajaran berharga dari setiap perjalanan. Seperti halnya Kiai M. Faizi, saya punya prinsip dinamis jika ada yang sulit mengapa memilih yang mudah. Soal itu tentu berkaitan dengan pilihan dan keputusan. Awalnya saya ingin rihlah dengan menggunakan kereta api tapi faktanya bus lebih menyediakan semua.

Karena kehabisan tiket akhirnya saya memilih bus sebagai armada untuk sampai ke tujuan. Alhamdulillah beberapa hari lalu saya mendapat hikmah dari perjalanan ke kota Probolinggo. Seperti kitab suci entah bagaimana perjalanan selalu tak habis dikupas. Ada saya yang membuat kita belajar. Walaupun sebenarnya perjalanan itu cenderung statis apalagi kita hanya sebagai penumpang.

Walaupun begitu saya memiliki catatan khusus dalam setiap edisi perjalanan. Pertama, saya selalu belajar akan kegigihan dan ketabahan para pedagang asongan. Seberapa pun penat dan kerasnya hidup toh mereka memilih jalan terhormat. Mereka memilih berjualan dan bukan memelas berharap rasa iba dari orang.

Kedua, saya belajar akan arti tanggungjawab dari kernet dan sopir bis. Mereka memastikan keselamatan dan sampainya tujuan dari para penumpang. Walaupun tidak sedikit pula driver ugal-ugalan akan tetapi toh bagi mereka keselamatan adalah kunci utama. Selain itu dari mereka saya belajar akan fokus, hati-hati dan ketepatan waktu.

Ketiga, saya belajar keramahan dari tuan rumah. Bagi saya di suku manapun berlaku rumus yang sama bahwa tamu adalah raja. Bagaimana pun keadaannya tamu harus dimuliakan. Hal itu yang saya juga dapatkan. Karena bagi orang yang mengerti tamu akan membawa pulang dosa-dosa dari siempunya rumah. Dalam riwayat dosa-dosa itu akan dibuang ke laut dan hilang dimakan Iwak Loh.

Keempat, dari panjangnya perjalanan toh selalu dimulai dari selangkah. Akan berakhir pula di tempat tujuan. Tak ada orang berjalan sia-sia. Semua orang berjalan atas tujuan masing-masing. Maka dari itu selama masih di perjalanan seseorang tidak boleh menilai. Karena setiap orang memiliki tujuan tersendiri dan kita tak pernah tau kemana mereka pergi kecuali bertanya.

Kelima, dalam setiap perjalanan kita selalu disuguhkan beragam peristiwa. Termasuk pemandangan indah dan menyesakkan dada. Hidup pun demikian selalu menyuguhkan banyak hal. Maka dari itu syukuri saja dan nikmati setiap prosesnya. Hidup bukan tentang bagaimana akhirnya tapi seperti apa proses menuju akhir.

the woks institute l rumah peradaban 4/12/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Bukber PKBM Pilar Papat Panggungrejo

Woko Utoro Dua hari sebelum hari raya saya diundang oleh Pak Toni yang tak lain merupakan founder PKBM Pilar Papat Panggungrejo. Kami kenal begitu singkat yaitu saat beliau narik ojek online Maxim. Ya, Pak Toni adalah driver Maxim sekaligus teman baru saya yang bertemu ketika mengantar teman sepulang dari rumah sakit. Singkat kisah Pak Toni bercerita seputar kegiatan pengelolaan pendidikan khusus anak berkebutuhan. Hingga akhirnya pertemuan kami berlanjut di warung kopi depan Bravo. Kami ngobrol ngalor ngidul hingga akhirnya sampai di tanggal 8 April saya diajak untuk hadir dalam acara metri atau launching PKBM Pilar Papat. PKBM Pilar Papat merupakan pusat kegiatan belajar menyenangkan yang didirikan Pak Toni bersama beberapa kawannya. PKBM Pilar Papat terletak di Desa Panggungrejo arah Karangduren menuju SMA 1 Tulungagung. Atau selatannya PP Al Istighotsah Panggungrejo. Menurut Pak Toni PKBM Pilar Papat tersebut didirikan atas kesadaran bahwa ada anak-anak yang butuh perhatian khusus....

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan...