Langsung ke konten utama

Medsos dan Lahan Berdebat




Woko Utoro 

Sejak dulu perkembangan medsos itu mengkhawatirkan. Salah satunya bisa menurunkan kemapanan apalagi arogansi mulut para publik figur. Terlebih kita sering dipecah belah oleh berita hoax yang berjamuran. Serta kemampuan media dalam memberikan realitas semu.

Inilah dunia medsos di mana fungsinya mendidik netizen agar menjadi talenta pengecut. Tanpa di sadari kita selalu terjebak setiap hari oleh konten-konten miskin edukasi. Kehidupan menjadi tidak bisa dibedakan antara fakta dan tipuan. Apalagi saat ini masyarakat begitu senang dengan short video atau potongan video yang berseliweran ke beranda.

Kasus yang pernah terjadi perihal medsos di antaranya video Ahok yang diduga dianggap menistakan agama ketika bicara di Pulau Seribu. Terbaru tentu kasus Gus Miftah dengan penjual es teh akibat kata gobloknya. Itu hanya segelintir kasus yang tanpa disadari dilakukan oleh ulah orang-orang yang senang memotong video lalu menyebarkannya. Masih ada banyak lagi kasus lainnya dan anda pasti tahu muaranya berasal dari medsos.

Medsos merupakan gelanggang terbuka bagi siapa saja yang berkomentar. Kita pasti tahu tabiat netizen Indo segala hal dikomentari. Padahal apa kapasitas mereka melakukan hal itu sehingga membuat orang tidak nyaman. Di sinilah yang dalam bahasa Tom Nichols disebut matinya kepakaran.

Medsos juga memungkinkan netizen untuk selalu berdebat. Karena lahan perdebatan di medsos begitu tersedia sangat luas. Padahal terkadang mereka berdebat tentang hal-hal remeh. Perdebatan di medsos hanya menimbulkan konflik daripada jalan keluar. Maka dari itu berdebat di medsos adalah aib yang tak menemukan ujung. Jelas jika Ta'limul Muta'alim menyebutkan bahwa debat adalah tanda kiamat, menjauhkan kita dari fikih, membuang-buang waktu, dan menimbulkan permusuhan.

Padahal jika kita tahu ilmu debat diperlukan untuk menguji kemampuan berpikir. Selain itu debat juga salah satu cara memverifikasi kebenaran. Bahkan secara khusus dalam al Qur'an ada ilmu soal debat yaitu Jadal al Qur'an. Tentu perdebatan tersebut dalam rangka pendekatan untuk mencari titik temu. Berbeda dengan debat di medsos yang melahirkan perpecahan.

Di sinilah pentingnya memberi tahu netizen agar mereka paham bahwa medsos bukanlah segalanya. Medsos hanyalah sarana untuk memudahkan komunikasi. Serta menyebar virus kebaikan sebanyak-banyaknya. Karena hidup itu berlomba dalam kebaikan bukan berlomba dalam kebenaran.[]

the woks institute l rumah peradaban 10/12/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...