Langsung ke konten utama

Hidup Harus Berimbang




Woko Utoro 

Hidup itu harus seimbang. Dalam beragam segmentasi apapun itu keseimbangan adalah kunci. Seimbang itu memungkinkan kita hidup "di antara" bukan "berada". Artinya kita siap sedia jika kondisi berubah setiap saat. Misalnya rerata orang mengeluh dengan penderitaan. Sedangkan mayoritas orang sangat senang dengan kebahagiaan. Padahal dalam agama Islam bahagia dan derita adalah ujian.

Dalam hal apapun dawuh Gus Mus harus seimbang, harus sekadarnya. Jika mencintai jangan berlebihan. Jika terpaksa membenci juga jangan berlebihan. Karena berlebihan itu bahaya. Sesuatu yang berlebih-lebihan akan menumbuhkan fanatisme. Dan fanatisme itu akarnya berebut kebenaran. Padahal kita diperintahkan untuk berlomba dalam kebaikan bukan berlomba dalam kebenaran.

Mari kita belajar seimbang dalam hal apapun. Keseimbangan membuat kita berdiri tegak dan tidak memihak. Seimbang juga bermakna menakar sesuatu sesuai porsinya alias adil. Dengan keadilan memungkinkan kita bersikap dewasa. Sedangkan kedewasaan membuka peta pikiran. Jika pikiran terbuka maka akan mudah dalam memandang dunia.

Jika orang mudah kecewa harusnya berpikir seimbang. Mengapa hidup kecewa. Mengapa tidak hidup bahagia. Mengapa bersyukur menunggu bahagia. Apakah bahagia harus berpaku pada kepemilikan harta. Bukankah kebahagiaan diciptakan oleh pikiran jernih dan kualitas hati. Apa gunanya memiliki gunung emas, kendaraan mewah dan rumah megah tapi engkau kekasih tak di samping ku.

Inilah pentingnya kita berpikir seimbang. Bahwa kebahagiaan itu tak pernah jauh bagi mereka yang paling banyak syukurnya. Kebahagiaan itu letaknya di hati bukan di harta. Kebahagiaan dan derita hanya adik kakak. Cepat atau lambat mereka akan tahu jika nikmat itu di saat kita saling bercanda bersama. Tanpa peduli ternyata hidup kita ditakdirkan menjadi orang biasa.[]

the woks institute l rumah peradaban 30/12/24

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...