Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2025

Lebaran dan Alasan Mengapa Harus Pulang

Woko Utoro  Salah satu alasan mengapa Kanjeng Nabi Muhammad SAW ingin kembali ke Mekah saat beliau tinggal di Madinah. Tak lain faktor itu adalah kerinduan. Maka dari itu alasan utama orang pulang ke kampung halaman adalah kerinduan. Selain itu kembali ke muasal adalah alasan utama. Tapi bagi Sartre pulang adalah pilihan. Karena ketupat barangkali alasan sekaligus fakta. Walaupun kadang kepulangan kita ke kampung halaman selalu menyisakan kecemasan. Akan tetapi pulang adalah jalan mengerti dan menanam prinsip sejak dini. Seperti halnya ketika ditanya "Kapan nikah?" kata Nietzsche, "Manusia unggul selalu punya cara untuk tidak tunduk pada konstruksi sosial". Senada dengan Nietzsche, Kierkegaard juga mengatakan bahwa pulang bukan soal tempat tapi tentang keberanian untuk memilih. Jadi jelas sebenarnya tanpa harus ada alasan selama berkesempatan pulang adalah hal wajib. Bagi Plato misalnya, pulang adalah perjumpaan dengan kesejatian. Karena selama masih mengembara bera...

Lebaran : Tentang Tradisi Maaf Yang Khas

Woko Utoro  Memaafkan merupakan ajaran Al Qur'an. Begitu pula yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW jika sesama saudara masih menyimpan dendam maka tak akan mencium bau surga. Kata Gus Dur, maaf mungkin tidak dapat merubah masa lalu tapi maaf menyediakan masa depan. Maaf mungkin mudah diucapkan tapi sulit untuk direalisasikan terutama soal aspek batin. Untung saja di Indonesia khususnya Jawa maaf ini justru terlembagakan dalam tradisi lebaran atau halal bi halal. Tradisi tersebut mewadahi sekaligus memaksa orang yang kesulitan memaafkan. Yang sejatinya meminta dan memberi maaf keduanya sama-sama mulia. Bahkan dalam disiplin ilmu psikologi saling memaafkan akan menyehatkan aspek mental. Menurut penelitian juga disebutkan jika orang yang sukar memberi maaf lebih mudah ambruk diterpa stress. Di sinilah menariknya bahwa maaf itu bukan tentang idealisme tapi berkaitan itikad baik berdamai sejenak. Bahwa hidup tak selamanya sempurna. Atau dalam makna tak ada gading yang retak maka manusi...

Tradisi Hantaran Yang Tak Lekang Oleh Waktu

Woko Utoro Saat di rumah salah satu hal yang dirindukan adalah hantaran. Tradisi ini sudah lahir sejak jaman dulu. Percisnya saya tidak tahu, hanya kata orang tua pasca kemerdekaan tradisi hantaran sudah dikenal. Hantaran dibagi jadi 2 yaitu untuk acara pernikahan dan jelang lebaran. Secara teknis hantaran memiliki kesamaan makna yaitu pemberian yang tujuannya mempererat silaturrahmi, saling berbagi dan pastinya, menyemai kebahagiaan. Jika hantaran pernikahan terdiri dari jajanan, makanan dan parsel. Sedangkan hantaran jelang Ramadhan terdiri atas makanan khas yaitu berupa nasi dan olahan daging sapi. Hantaran lebaran uniknya di masak sendiri. Setelah masak lalu dihantarkan ke tetangga. Dengan piring kecil berisi nasi dan semur daging sapi plus kentang hantaran disajikan. Ketika hantaran sudah disampaikan itu tanda bahwa kita berlebaran. Setelah tetangga yang diberi hantaran akan membalasnya. Waktu hantaran sendiri biasanya H-5 jelang lebaran. Biasanya menjadi pengantar zakat fitrah. T...

Mudik : Memastikan Rindu Baik-baik Saja

Woko Utoro  Saat kota metropolis membuai, melupakan kesadaran mudik hadir tepat waktu. Mudik bukan sekadar pulang atau menunjukkan status akan keberhasilan. Mudik justru bagian penting dalam tradisi masyarakat yang rindu akan orang tua, kampung halaman, silaturahmi dan kenangan masa kecil. Sehingga dari itu mudik adalah cara berkabar pada waktu yang lama ditinggalkan. Mudik menjadi denyut nadi yang terus berdetak di masyarakat. Karena dalam mudik terdapat ramuan di mana orang merindu akan kolektivitas, kebersamaan, kesederhanaan dan kekeluargaan. Eko Yudi Prasetyo (2025) menyebut mudik sebagai ziarah eksistensial. Dengan alasan ada semacam emosi serta kesadaran yang selalu terhubung walaupun jauh dari kota yang kering dan kejam. Mudik membuat manusia bertanya siapa kita, dari mana, dan hendak kemana? Bukankah pertanyaan itu sangat batiniah. Yang jawabannya hanya dapat ditemukan ketika kita kembali (mudik). Mudik juga menjadi sarana penyembuhan. Di saat manusia sibuk oleh urbanisasi dan...

Mudik : Menyulam Rindu

Woko Utoro  Tak ada orang yang ingin pergi. Sebenarnya pulang adalah keinginan utama. Itulah esensi dari mudik. Ketika orang berada di rantau sebenarnya ada hal yang terkelupas atau bolong. Maka mudik adalah cara untuk menambal kerinduan yang lama jauh. Begitulah rindu hanya akan diketahui saat dunia berjarak. Jarak akan memberikan arti tentang sebuah kerinduan sejati. Lewat tradisi mudik kita belajar bukan tentang logistik, THR atau kendaraan dan baju baru. Mudik justru sebaliknya merupakan sebuah ungkapan bahwa sejauh apapun pulang adalah tujuan utama. Hal itu menurut Eko Yudi Prasetyo (2025) bagian dari ziarah batin. Dalam arti jarak dan lamanya waktu di kota, mudik adalah jawaban jika kita masih tetap seorang anak desa. Bahkan apapun status dan jabatan saat pulang ke rumah kita adalah anak bapak ibu. Aroma kampung halaman akan membuat kita tetap rendah hati. Bahwa keberhasilan apapun di kota toh semua bukan semata usaha kita. Melainkan adalah benang yang saling bertalian yaitu jara...

Islam dan Kolonialisme

Woko Utoro Anda tahu bahwa di manapun tempatnya praktek-praktek kolonialisme adalah berdosa. Kolonialisme adalah setan-setan yang berdiri di atas kuasa kepentingan demi tujuan merampok harta benda, memonopoli sumberdaya, memperbudak hingga pembodohan dan pembunuhan. Salah satu pembodohan produk kolonialisme adalah menebar ketakutan dan ancaman. Ketakutan dan ancaman itu ironisnya ditebar dengan prinsip mengambil ikan di air keruh. Mereka mendapat ikan dan keruhnya air dialamatkan ke objek lainnya. Atau paling tepat lempar batu sembunyi tangan. Jika ditarik ke konteks kekinian praktek kolonialisme masih tercium menyengat. Bahkan teror tersebut akan terus lestari sekalipun jaman silih berganti. Terbaru teror kepala babi dan tikus ke kantor redaksi Tempo. Praktek demikian tentu cara lama dan kampungan sekaligus pecundang. Yang tujuannya untuk mengancam tapi pelaku menyembunyikan data dirinya. Praktek demikian tentu bukan kali ini saja tapi sudah subur terutama di akhir abad 19 terkhusus p...

Menimbang Kegelapan Pada Diri

Woko Utoro Imam Ghozali pernah berkata bahwa hati manusia serupa rumah. Di sana terdapat resah, gelisah, tangis, bahagia dan suka cita. Tinggal perasaan mana yang akan bersemayam di sana. Dari perkataan itu kita tinjau secara psikologis bahwa hati memang alat kontrol yang menampung segala macam perasaan. Perasaan itu tentu bisa berdampak pada perilaku. Jika perilaku itu baik mungkin keuntungan bagi kita. Tapi sebaliknya jika menjadi laku buruk maka kerugian bagi kita. Hanya saja kadang kita lebih mudah menyalahkan laku buruk tersebut. Laku buruk sering juga disebut sisi gelap manusia. Sebuah sisi yang tidak bisa dihindari kecuali mereka yang mampu mengelola emosi. Mereka yang mampu mengontrol nafsu adalah manusia kuat. Kata Nabi Muhammad SAW, kekuatan bukan terletak pada otot melainkan bisa menahan amarah. Bicara emosi juga bicara nafsu. Emosi dalam bahasa psikologi sedangkan nafsu dikenal dalam tradisi agama. Keduanya sama-sama mewarnai kondisi hati hingga menjadi laku. Oleh karena it...

THR Impuls Di Akhir Ramadhan

Woko Utoro  Bagi karyawan swasta maupun pegawai yang mendapat THR tentu syukurillah, kata Pak Dhiya. Karena THR adalah bentuk apresiasi atas kinerja selama ini. Baik lamanya pengabdian maupun kinerja dalam memajukan perusahaan/lembaga. THR bisa juga disebut dana bonus alias hadiah. THR ini diatur oleh pemerintah lewat PP PMK No 23 Tahun 2025 yang berarti perusahaan atau lembaga harus memberikan upah pokok dan THR kepada karyawannya seminggu sebelum hari raya keagamaan tiba. Bicara soal THR tentu bicara pengelolaannya. Soal itu saya dan Pak Dhiya diminta berbagi kisah bagaimana memanajemen THR tersebut dalam acara Energi Pagi Radio Perkasa FM. Kata Pak Dhiya, intinya THR itu bagaimana cara kita membuat skala prioritas. Jadi mana yang harus didahulukan atau diakhirkan. Dalam arti mana yang menjadi kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Selanjutnya kita berpikir bahwa THR bukan tentang hari ini tapi lebih baiknya pasca lebaran. Saya juga menambahkan bahwa THR itu harusnya berelasi dengan...

Zakatlah Untuk Menjadi Manusia Yang Bersyukur

Woko Utoro  Dalam Surah Al Baqarah ayat 185 ...وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ di sana terdapat kata syukur. Kata Mbah Moen syukur tersebut bermakna 3 hal. Pertama, fitrah. Bahwa kita telah diberikan rezeki berupa bahan makanan pokok maka dari itu keluarkan zakatnya. Kedua, berhias. Kita diberi nikmat untuk dapat memakai sesuatu baik busana maupun perhiasan. Ketiga, makan yang enak. Kita juga dikaruniai Allah SWT bisa makan enak. Dalam arti jika dibandingkan di era penjajahan dulu saat ini tentu lebih baik, termasuk soal makanan. Ayat tersebut juga menjadi inspirasi tradisi berbelanja di akhir Ramadhan. Misalnya orang jelang lebaran harus punya baju baru dan sajian khas lebaran seperti nastar dkk. Namun menurut Mbah Moen orang mayoritas telah salah kaprah. Mereka lebih mementingkan hal yang non wajib seperti pakaian dan makanan. Mereka lupa bahwa zakat fitrah-lah yang wajib. Termasuk rukunya lebaran adalah takbir alias mengagungkan Allah SWT dan s...

Keistimewaan Syafaat Al Qur'an

Woko Utoro  Sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan orang beramai-ramai mencari lailatul qadar. Mereka tidak tahu bahwa lailatul qadar esensi nya adalah lebih intim lagi dengan Al Qur'an. Cak Nun dalam narasi Kiai Sudrun menjelaskan bahwa cahaya terang benderang itu ya Al Qur'an. Bagi Cak Nun lailatul qadar adalah time dan bukan esensinya sedangkan utamanya adalah kitab suci itu sendiri. KH Mustofa Aqil Siradj juga menegaskan bahwa malam yang disebut lebih baik dari seribu bulan alias lailatul qadar bisa mulia pun karena Al Qur'an turun di malam itu. Maka benar bahwa sesuatu yang dihinggapi oleh Al Qur'an akan terbawa mulia. Kemuliaan itu tidak hanya pada malam hari, pada bulan Ramadhan melainkan pembaca, penghafal dan pengamalannya. Kemuliaan Al Qur'an bisa membawa berkah misalnya kepada yang ahli qiroah, suaranya merdu, pada ahli khat, ahli pengobatan Qur'ani, ahli medis dll. Mereka semua merasakan berkahnya Al Qur'an bahwa kitab ini mukjizat sepanjang m...

Sepakbola dan Puasa Sepanjang Waktu

Woko Utoro Menerima hasil pahit 5-1 Timnas Indonesia vs Australia dilanjutkan ronde 3 kualifikasi piala dunia tentu tidak mengherankan. Kekalahan adalah tradisi Timnas kita dan tentunya sudah biasa. Akan tetapi yang membuat kita geram sebagai fans mengapa PSSI seolah tutup mata. PSSI di bawah Erick Thohir (ET) memang luar biasa. Banyak gebrakan baru tapi sekaligus menyimpan ironi. Dengan hasil pembantaian di Sydney Stadium kemarin sudah jelas di mana posisi PSSI. Saya sebagai komentator amatir pun tentu merasa risih dengan sepakbola negeri kita yang terus mengulang hal-hal memilukan. Salah satunya dengan dipecatnya Shin Tae Yong (STY) dan digantikan dengan Patrick Kluivert (PK). Tapi kita sadar bahwa Erick Thohir adalah seorang pengusaha. Bagi pebisnis dalam hal apapun termasuk bola adalah perjudian. Jadi mau tidak mau sebagai ketua PSSi tentu ET memilih jalur menyebrang. Pergantian pelatih juga dilakukan di timnas lain seperti Arab Saudi, Australia, Palestina, Qatar, Oman dan Uzbekist...

Mencari Syafaat

Woko Utoro  Jika anak-anak menyukai uang saku dan jajanan maka berbeda dengan orang tua. Khususnya yang sudah berumur rerata mereka menginginkan do'a. Do'a tersebut dalam rangka menjadi bekal jika suatu hari mereka harus kembali. Karena seperti pemudik, pulang ke kampung akhirat pun butuh bekal sebab perjalanan teramat panjang. Selain do'a salah satu bekal lain yang diharapkan yaitu syafaat. Perihal syafaat ini tentu sudah kita ketahui yaitu sebagai perantara atau usaha dalam memberikan suatu manfaat. Paling utama tentu syafaat dari Rasulullah SAW. Syafaat dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW dapat kita peroleh dengan memperbanyak bersholawat dan meneladani akhlaknya. Bicara tentang syafaat ternyata tidak hanya dari Rasulullah SAW melainkan ada hal lain yang dapat kita akses. Dalam Kitab Al Muntakhobat Fii Maa Huwa Al Manaqib karya Syeikh Ahmad Asrori Al Ishaqy dijelaskan oleh KH. Abdur Rasyid Juhro bahwa syafaat bisa diperoleh dari Al Qur'an, orang alim dan arifin. Jika sya...

Mengikat Nikmat dengan Syukur

Woko Utoro  Bicara syukur tak akan ada habisnya terutama tentang apa yang telah dianugerahkan. Bicara tentang kufur pun demikian yaitu tak ada ujungnya khusus bagi mereka yang tak pernah puas. Sehingga di antara kedua hal itu rasa puas hati harus kita miliki. Salah satu caranya dengan selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan. Dalam Surah Ibrahim ayat 7 sudah jelas bahwa siapa yang bersyukur akan ditambah lagi nikmatnya dan siapa yang kufur nikmat maka azabnya amatlah pedih. Dari itulah Syeikh Ibnu Athoillah Syakandary terinspirasi bahwa nikmat itu ibarat tamu. Kata beliau dengan bersyukur berarti kita mengikat nikmat yang tak akan pernah habis. Sebaliknya bagi yang tak pernah puas dan tidak bersyukur maka nikmat itu akan segera pergi. Cara orang bersyukur tentu ada 3 hal. Kata Gus Mus, pertama orang bersyukur lewat lisannya yaitu apabila mendapat nikmat maka langsung berkata, "Alhamdulillah atas segala nikmat Mu Ya Allah". Kedua, bersyukur dengan hati di mana ketika menda...

Ramadhan Bulan Berbagi Kebaikan

Woko Utoro Koordinator Dompet Dhuafa Jawa Timur bagian Tulungagung menghubungi saya untuk mengisi acara public speaking di SMP Islam Al Badar. Tanpa berlama-lama akhirnya saya pun mengiyakan. Selain katanya dapat sangu saya juga meniatkan diri untuk berbagi. Apalagi di bulan Ramadhan yang kita yakini penuh berkah. Saya yang kekurangan pahala pun tentu menyambut antusias acara ini. Acara tersebut mengingatkan saya pada HOS Tjokroaminoto yang berpesan pada muridnya jika ingin jadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator. Benar saja murid itu dalam sejarah adalah pemimpin besar, Ir Soekarno namanya. Selain itu saya juga ditanya mengapa berkenan mengisi kegiatan public speaking? saya jawab saja sederhana bahwa saya adalah produk (korban) menggantikan tausiah ba'da dzuhur sewaktu di Aliyah dulu. Bayangkan saja sejak kelas X saya sudah sering menjadi badal atas mbak-mbak yang halangan. Di sanalah selama hampir 3 tahun saya selalu menyiapkan materi sebagai ...

Puasa dan Upaya Menjaga Mulut

Woko Utoro Sebelum Ramadhan bahkan hingga hari ini mungkin kita masih geram dengan ulah para koruptor. Mereka seperti tak punya malu menari di atas derita rakyat. Para maling-maling itu ditangkap kejaksaan atas dugaan korupsi dan suap mulai dari timah, minyak sawit, sertifikasi laut hingga oplos minyak Pertamina. Rasanya Allah SWT membuka aib mereka dan kita menyaksikan betapa pilunya. Saking geramnya pada koruptor seolah kita ingin misuh alias berkata kasar. Tapi makian kita terhadap koruptor juga tak akan merubah keadaan. Justru kita belajar untuk introspeksi diri jangan-jangan keberadaan mereka juga karena ulah kita. Bukankah masyarakat masih apatis terhadap perkembangan demokrasi dan politik di negeri ini. Bicara soal itu kita ingat pesan Gus Iqdam untuk tetap mendukung mereka bertaubat. Dalam arti kita belajar ternyata Allah SWT masih sayang kepada kita dengan membuka aib mereka. Bayangkan jika pelaku itu adalah kita sendiri tentu betapa malunya. Kita bersyukur ternyata Allah SWT ...

Puasa dan Pengekangan Nafsu

Woko Utoro Ramadhan dengan ritual puasanya sengaja Allah SWT hadirkan sebagai bulan pendidik jiwa. Bulan di mana manusia bisa kembali menunjuk dirinya sebagai murid yang perlu dibina. Lewat puasa itulah kita diajak kembali untuk introspeksi diri terutama soal pengelolaan nafsu yang justru sering kalah. Bicara tentang nafsu tentu kita tahu terdapat beberapa tingkatan. Salah satunya nafsu paling sederhana yaitu menahan dari yang membatalkan puasa. Misalnya menahan dari makan dan minum, haus dan lapar. Itu pun kadang kita masih kalah beberapa ronde. Padahal sudah beberapa kali kita diberi kesempatan berjumpa Ramadhan. Bicara tentang nafsu mari kita belajar pada Qasidah Burdah karya Imam Bushri. Kata Imam Bushri nafsu itu serupa kuda liar yang jika kita tidak kuat mengikatnya maka kuda tersebut akan lari. Nafsu juga ibarat makanan lezat bagi anak-anak yang selalu menggoda dan ingin dimakan. Maka dari itu soal nafsu dasar ini jika manusia kalah berarti ia masih di level anak-anak keimananny...

Menulis Adalah Petualangan

Woko Utoro  Anda mungkin bisa menebak jika proses menulis diserupakan petualangan. Hanya orang-orang yang senang dengan petualangan yang akan tetap menulis. Karena bagaimanapun juga bertualang itu membutuhkan bekal. Dalam hal menulis pun demikian. Kita membutuhkan bekal agar tulisan nikmat dibaca. Seperti halnya petualangan jika tidak memiliki bekal yang cukup maka akan mudah tersesat. Bukankah demikian bahwa menulis berbekal membaca buku. Jika ingin menjadi penulis maka kita harus jadi pembaca. Agar tulisan tidak tersesat atau muter-muter tak tau arah maka bekal itulah yang utama. Selanjutnya agar benar-benar bertualang menyenangkan kita harus rajin berlatih. Dalam hal menulis berlatih tak lain agar tulisan tepat sasaran, enak dibaca dan tersampaikan apa yang kita tulis. Latihan itulah yang membuat kita menjadi mahir. Petualangan di alam bebas pun demikian. Jika kita sudah siap bekal dan rajin berlatih insyaallah medan apapun akan mudah dilalui. Di sinilah kita harus terus mencoba ag...

Mengenang Emak

Woko Utoro Hari ini tepat 1000 hari Emak (baca: nenek) kami pergi ke hadiratNya. Hari di mana saat itu mengenang sebagai momen yang membuat hati lemas. Karena saya sebagai cucu tidak bisa hadir ke pemakamannya. Sehingga sampai detik ini sesekali di saat sendiri sosok Emak seolah masih hadir. Ya nenek kami sering dipanggil Emak. Panggilan yang selalu mengundang rindu. Karena bagaimanapun juga setiap saya pulkam Emak selalu hadir di depan rumah. Walaupun2 tahun lalu Emak sudah lupa dengan saya. Maklum saja penyakit orang sepuh adalah kepikunan. Tapi walaupun begitu saya tetap bahagia bersamanya. Saya ingat terus ketika Emak memberi wejangan saat akan pergi lagi untuk menimba ilmu ke Tulungagung. Kata Emak, di sana harus jaga diri. Jangan aneh-aneh dalam bergaul dan tetap belajar dengan tekun. Seriuslah dalam apapun insyaallah semua akan ada jalannya. Katanya, Emak hanya bisa mengiringi saya dengan doa. Tak ada lagi sangu (bekal) yang terbaik selain doa tersebut. Itulah sekilas pesan meny...

Tentang Sebuah Buku Kecil

Woko Utoro  Saya pernah ditanya bagaimana menurut mu buku berat dan ringan itu? Saya pun menjawab sederhana jika yang dimaksud bobot berat kuantitas tentu buku-buku bertumpuk dengan sampul tebal jawabannya. Tapi jika yang dimaksud bobot isi maka buku filsafat dan sejenisnya adalah jawabannya. Soal buku tersebut saya sering bercanda bahwa buku resep masakan dengan berat 5 kg misalnya justru lebih mudah dipahami daripada buku filsafat atau tasawuf beberapa lembar. Maka dari itu pertimbangan utama sebuah buku adalah isinya. Tak peduli setebal apapun sebuah buku jika isinya hanya sekadar coletah maka bisa disebut tak lebih berbobot. Pada prinsipnya buku itu bukan soal bobot baik berat ataupun isi melainkan kemampuan untuk memiliki dampak bagi pembacanya. Coba kita bayangkan berapa orang yang terdampak pasca membaca karya Hemingway dengan Old Man and the Sea nya. Buku tipis itu sudah menginspirasi jutaan orang di dunia untuk menerapkan hidup gigih pantang menyerah dan sabar akan sebuah pro...

Puasa dan Empati

Woko Utoro  Saya pernah tanya pada Haji Yasin Bisri (Penyuluh Agama Islam Kemenag Kabupaten Tulungagung) jika di Al Qur'an ayat shalat selalu beriringan dengan ayat zakat. Itu tanda bahwa dimensi shalat harus juga berdampak pada dimensi sosial. Jadi jika ada orang shalat tapi masih tidak peduli liyan atau bahkan menyakiti maka shalatnya masih belum menyentuh dimensi yang luas. Shalat masih sebagai ritualitas pribadi yang tak berdampak. Selanjutnya jika puasa beriringan dengan ayat apa kata saya? Pak Haji Yasin menjawab,"ya dengan niat". Intinya bahwa puasa sangat lekat dengan niat. Orang bisa saja berbohong atas nama puasa. Mungkin manusia bisa dikelabui tapi tidak dengan Allah. Maka dari itu puasa adalah ibadah dari Allah dan Allah akan menilainya langsung. Pak Yasin juga menambahkan selain soal niat puasa sangat lekat dengan empati. Pak Yasin bilang mungkin bisa saja orang pura-pura simpati, tapi berbeda dengan puasa. Puasa justru mengajarkan pada kita untuk empati. Sep...

Puasa dan Dimensi Sosial

Woko Utoro  Sudah banyak pelajaran serta hikmah yang kita dapatkan dari puasa. Salah satu ibadah yang menjadi rukun Islam selain shalat, zakat dan naik haji. Puasa juga selalu dikupas dalam berbagai sudut pandang. Dan anehnya seperti halnya ritualitas ibadah lainnya juga tak pernah ada habisnya. Salah satunya dalam sudut pandang sosial. Misalnya saya pernah bertanya kepada Haji Yasin Bisri yang merupakan penyuluh agama Islam Kemenag Kabupaten Tulungagung. "Pak sebenarnya yang harus menghormati itu orang puasa atau orang yang tidak puasa?". Pak Haji Yasin menjawab, "Orang yang puasa harus menghormati dan orang yang tidak puasa harus menghargai. Jadi intinya kedua mereka harus saling menghormati". Pak Yasin juga menjelaskan mana mungkin orang yang sedang berpuasa justru merendahkan. Harusnya orang puasa itu rasa hormatnya tinggi. Pun begitu juga pada yang tidak puasa. Misalnya jika mereka memiliki warung tolonglah yang biasanya dibuka lebar nah maka selama Ramadan dib...

Puasa Mengikis Ketamakan

Woko Utoro Dalam sebuah pengajian Ramadhan, Gus Mus berkomentar jika koruptor itu terlahir karena memelihara sifat tamak sejak lama. Kata Gus Mus orang miskin tamak mungkin jelas karena ketidakpunyaannya. Sedangkan koruptor itu tamak karena kelebihan. Maka dari itu koruptor lebih cocok disebut maling. Karena mereka tak ada bedanya untuk merampok hak yang bukan miliknya. Soal tamak memang sudah menjadi sifat berbahaya sejak lama. Bahkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri pernah dawuh andai anak adam memiliki dua lembah emas niscaya mereka akan meminta yang ketiga. Itulah sifat asli manusia yang tak akan pernah puas. Maka dari itu tamak adalah penyakit hati yang harus dikalahkan. Salah satu solusi menjinakkan tamak adalah dengan berpuasa. Puasa mengajarkan kita untuk qanaah atau menerima atas karunia Allah SWT. Jika Allah memberi kita sedikit maka bersyukurlah masih diberi. Terlebih jika diberi banyak itu juga lebih dari cukup. Selain itu puasa juga mendidik kita untuk menjadi wara' a...

Puasa Sarana Penyucian Hati dan Jiwa

Woko Utoro Baru saja saya ngobrol dengan H. M. Yasin Bisri dalam Program Ngaji Ramadhan Berlian FM Tulungagung. Pak Haji Yasin adalah penyuluh di Kantor Kemenag Kabupaten Tulungagung. Luar biasa apa yang beliau sampaikan sampai-sampai satu jam tidak terasa lama. Tema ngobrol kali ini adalah puasa sebagai sarana penyucian hati dan jiwa. Saya awali obrolan tersebut dari pemaparan beliau tentang puasa. Bahwa puasa itu sederhananya al imsak atau menahan. Jadi puasa itu upaya untuk menahan segala dari hal-hal yang membatalkan seperti makan minum, berhubungan intim di siang hari dll sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Sederhananya demikian yaitu puasa bagi dimensi fisik. Memang puasa itu sejatinya untuk dimensi fisik yang diwakili hati dan ruh yang diwakili jiwa. Dalam arti lain hati itu bisa berubah fisik bisa berupa perasaan atau emosi. Maka dari itu puasa jiwa lebih berat daripada puasa fisik  Sehingga dimensi puasa itu sangat luas maknanya. Pak Yasin juga menjelaskan bahwa pu...

Menjadi Bagian dari NU Online

Woko Utoro  Senang rasanya bisa menjadi bagian dari NU Online. Cita-cita yang sudah saya idam-idamkan sejak lama. Setelah dulu mengikuti pelatihan jurnalistik pada Mei 2024 kini saya dihubungi lagi oleh kepala madrasah NU Online yaitu Pak M. Fathoni. Pak Fathoni menghubungi saya pada 25 Maret 2025 untuk meliput pernak-pernik Ramadhan. Alhamdulillah setelah saya mengiyakan akhirnya tugas pun berjalan dan dimulai sejak 1 Ramadhan atau 1 Maret 2025. Tentu saya sangat senang dan penuh antusias. Karena saya masuk di antara beberapa orang dari seluruh wilayah di Indonesia. Orang-orang tersebut yaitu :  1. Wahyu Majiah (Aceh) 2. Syarif Abdurrahman (Jambi) 3. Dedek Riwanto JS, M.E (Lampung) 4. Ahmad Mursyidi (Banjar, Kalsel) 5. Rachmad Hidayah (Gorontalo) 6. Hanggono (Papua) 7. Wandy (Bali) 8. Iboy (Bali) 9. Ridwan (Makassar) 10. Alis (Ciamis) 11. Joko Susanto (Cirebon) 12. Naila Sabiluna Kamil (Kebumen) 13. Irna (Cilacap) 14. Ayu Lestari (Lasem) 15. Wafid Jailani (Bawean) 16. Woko (Tulungagu...

Pada Suatu Waktu di Mantenan

Woko Utoro  Dengan penuh antusias saya datang ke Pondok Mantenan Udanawu Blitar. Saya datang sendiri dengan niat ngalap berkah Mbah Kiai Abdul Ghofur dan Mbah Kiai Zubaidi Abdul Ghofur. Selain itu saya juga ingin mengetahui langsung bagaimana proses tarawih cepat yang disangkakan orang. Setelah adzan magrib saya langsung menuju masjid untuk mengikuti shalat di sana. Prosesnya unik dan serba cepat. Dari mulai shalat magrib lalu dilanjutkan membaca Yasin dan shalat sesudah magrib. Setelah itu jama'ah berhamburan ke serambi depan guna mengikuti pengajian kitab Madarijus Suud syarah Maulid Al Barzanji yang diampu Abah Dliya'uddin Azzam-zami. Di sinilah ngaji begitu semarak selain jama'ah mulai berdatangan, suara petasan pun sudah memekakkan telinga. Ya kecepatan dan petasan menjadi tak terpisahkan di pondok ini. Hal itu sudah ada sejak jaman Mbah Yai Sepuh kisaran tahun 1907 M. Soal kecepatan tarawih yaitu menyesuaikan era dulu di mana jama'ah didominasi para pekerja. Jadi ...

Jika Sudah Di Atas Mau Apa?

Woko Utoro  Berita hangat mengguncang nasional dengan meninggalnya dua pendaki senior berjuluk "Mamak Pendaki" di Puncak Carstensz Pyramid Mimika Papua. Meninggalnya dua pendaki tersebut diduga karena hipotermia alias penurunan suhu tubuh secara drastis. Dari kisah tersebut saya langsung mendapatkan pelajaran dari Gus Iqdam semalam ketika mengikuti rutinan malam selasa di Markas Sabilu Taubah. Gus Iqdam bilang begini: "Lha iyo yen wes nek duwur trus arep nyapo?. Opo arep main kertu gaple, arep bilyard an dll". Jika sudah di atas lantas mau ngapain, apa main kartu gaple atau main bilyard. Kata Gus Iqdam hidup yang demikian kadang kita memperjuangkan mati-matian sesuatu yang tidak bisa dibawa mati. Seperti halnya filosofi naik gunung tersebut pertanyaan kita hanya satu jika sudah di atas lantas mau ngapain. Kadang kita sibuk mempertuhankan sesuatu sampai lupa yang hakiki. Kita juga sering munafik atas diri sendiri yang menganggap suci dari orang lain. Kita sering bala...

Ketenangan Lebih Mahal Dari Harta

Woko Utoro Kemarin saya dapat kabar dari seorang teman ketia ia mengantri di Poli Jantung salah satu rumah sakit di Ngunut. Teman saya cerita jika beberapa waktu terjadi antrian panjang di Poli Jiwa yang didominasi kalangan muda. Ia pun kaget mengapa hal itu bisa terjadi. Ia mengira kalangan muda tersebut terkena jantung. Ternyata mereka mengalami depresi, stress dan gangguan mental. Dari cerita itulah saya mencoba mencari tahu. Sehari sesudah cerita itu saya berkesempatan mengikuti tarawih di Pondok Mantenan Udanawu Blitar. Kebetulan di sana terdapat beberapa santri sepuh mungkin usianya kisaran 45-70an. Ternyata mereka adalah santri suluk atau pengamal tarekat di sana. Mereka sudah lama tinggal di serambi Masjid Mantenan. Ada juga yang hanya ikut selama pasan Ramadan. Beberapa di antaranya saya tanya mengapa bisa ikut ngaji di sini. Di antara mayoritas jawabnya adalah mencari ketenangan. Saya pun iseng saja seberapa penting ketenangan itu sehingga harus dicari di sini. Apakah ketenga...

Ramadan dan Pendisiplinan Diri

Woko Utoro Untung berlipat ganda kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan. Sehingga rasa syukur harus terus digaungkan dengan lantang. Hanya dengan syukur kita bisa menikmati hidup lebih tenang dan damai. Seperti halnya Ramadan ini datang selalu tepat untuk mengajari umat tentang kehidupan. Salah satu pelajaran itu adalah kedisplinan. Seperti yang kita tahu disiplin lahir dari beberapa kondisi seperti tugas, kewajiban, kebutuhan hingga kepepet dan terpaksa. Beberapa kondisi itulah memungkinkan kita untuk mendisiplinkan diri. Terutama soal kedisplinan waktu, ketepatan ukuran baik jarak maupun biaya dll. Ramadan juga berfungsi untuk mendisiplinkan secara alamiah. Misalnya mendisiplinkan waktu makan, ibadah dan aktivitas lainnya. Dengan begitu kita yang sering carut marut diajari untuk hidup sesuai dengan aturan. Kedisplinan adalah sikap yang begitu luar biasa. Tanpa kedisplinan hidup berasa tercecer tak tau arah. Adanya Ramadan ini tentu mendisiplinkan kita terutama perihal urusan ukhrawi....