Langsung ke konten utama

Mengenang Emak




Woko Utoro

Hari ini tepat 1000 hari Emak (baca: nenek) kami pergi ke hadiratNya. Hari di mana saat itu mengenang sebagai momen yang membuat hati lemas. Karena saya sebagai cucu tidak bisa hadir ke pemakamannya. Sehingga sampai detik ini sesekali di saat sendiri sosok Emak seolah masih hadir.

Ya nenek kami sering dipanggil Emak. Panggilan yang selalu mengundang rindu. Karena bagaimanapun juga setiap saya pulkam Emak selalu hadir di depan rumah. Walaupun2 tahun lalu Emak sudah lupa dengan saya. Maklum saja penyakit orang sepuh adalah kepikunan. Tapi walaupun begitu saya tetap bahagia bersamanya.

Saya ingat terus ketika Emak memberi wejangan saat akan pergi lagi untuk menimba ilmu ke Tulungagung. Kata Emak, di sana harus jaga diri. Jangan aneh-aneh dalam bergaul dan tetap belajar dengan tekun. Seriuslah dalam apapun insyaallah semua akan ada jalannya. Katanya, Emak hanya bisa mengiringi saya dengan doa. Tak ada lagi sangu (bekal) yang terbaik selain doa tersebut.

Itulah sekilas pesan menyentuh dari Emak. Dan tidak terasa pesan itu sudah ditinggalkan pemiliknya. Hanya saja sesekali saya ingat pesan itu rasanya haru. Entah seperti apa yang jelas Emak berharap saya menjadi cucu yang berhasil. Terutama dalam hal ilmu beliau sangat mendukung. Karena dengan hiasan ilmu kita bisa melewati dunia yang keras ini.

Tak ada gading yang retak dan Emak pun demikian. Tak ada orang yang sempurna dari dosa. Setiap orang memiliki celah untuk melakukan kesalahan. Emak mungkin tipe orang yang cerewet dan tidak kenal agama. Tapi kasih sayang nya pada anak cucu luar biasa. Tak cuma itu walaupun Emak kadang sering marah dengan hewan peliharaannya tapi sebenarnya ia juga sayang. Emak itu telaten dan mudah menerima segala takdir Tuhan.

Sebagai orang dulu Emak adalah sosok yang gigih. Dulu beliau bercerita jika sering menjadi buruh cuci piring dari desa ke desa bahkan luar kota. Kita membayangkan jika dulu kendaraan masih sepeda, dan pedati. Bahkan kata Emak seringnya kemana-mana berjalan kaki. Di sini saya ingat dulu ketika kami berjalan dari hutan ke rumah dan di sana sempat singgah untuk membeli semangka. Di situlah kenangan akan Emak masih terasa hidup.

Emak bukan orang berada. Saat wafatnya ia hanya meninggalkan beberapa ekor kambing. Akan tetapi jika saat zakat fitrah atau Idul Adha Emak selalu ingin berkurban. Bahkan soal uang Emak begitu ringan tangan buat kami para cucunya.

Terakhir saya hanya ingin mengingat beliau sebagai sosok yang bersahaja. Emak mungkin sudah pergi tapi kenangan dan petuahnya masih tinggal bersama kami bahkan mungkin tak lekang oleh waktu. Di momen baik, bulan baik saya berdo'a untuk beliau semoga Allah memperkenankan segala hal baik yang diperbuat oleh Emak. Dan semoga Allah kerso mengampuni segala dosa kesalahannya. Untuk Nenek kami, Emak Miskim binti Mbah Toha, lahal fatihah.[]

the woks institute l rumah peradaban 14/3/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...