Langsung ke konten utama

Zakatlah Untuk Menjadi Manusia Yang Bersyukur




Woko Utoro 

Dalam Surah Al Baqarah ayat 185 ...وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ di sana terdapat kata syukur. Kata Mbah Moen syukur tersebut bermakna 3 hal. Pertama, fitrah. Bahwa kita telah diberikan rezeki berupa bahan makanan pokok maka dari itu keluarkan zakatnya. Kedua, berhias. Kita diberi nikmat untuk dapat memakai sesuatu baik busana maupun perhiasan. Ketiga, makan yang enak. Kita juga dikaruniai Allah SWT bisa makan enak. Dalam arti jika dibandingkan di era penjajahan dulu saat ini tentu lebih baik, termasuk soal makanan.

Ayat tersebut juga menjadi inspirasi tradisi berbelanja di akhir Ramadhan. Misalnya orang jelang lebaran harus punya baju baru dan sajian khas lebaran seperti nastar dkk. Namun menurut Mbah Moen orang mayoritas telah salah kaprah. Mereka lebih mementingkan hal yang non wajib seperti pakaian dan makanan. Mereka lupa bahwa zakat fitrah-lah yang wajib. Termasuk rukunya lebaran adalah takbir alias mengagungkan Allah SWT dan shalat Idul Fitri.

Maka dari itu zakat fitrah sangatlah penting. Karena zakat fitrah itu wajib sedangkan takbiran dan shalat Idul Fitri itu sunnah apalagi beli baju baru atau mengisi toples dengan jajanan enak. Zakat fitrah itu masuk zakat al abdan kata Mbah Moen yang tidak ada nishobnya. Sehingga seharusnya orang lebih menggeliatkan zakat fitrah daripada lainya. Terutama sebelum matahari terbenam di akhir Ramadhan. Alasannya sederhana yaitu memastikan setiap orang memiliki cadangan makanan selama 4 hari kedepan. Jika ada orang yang kekurangan makanan maka ini kebangetan.

Maka dari itu berzakat lah selagi mampu. Sedangkan Islam sendiri hanya memerintahkan zakat fitrah sebanyak 2,5 kg bahan makanan pokok itu pun hanya setahun sekali. Di mana zakat tersebut berfungsi untuk mengendalikan nafsu, menjadi manusia rendah hati, pandai bersyukur dan pastinya membersihkan jiwa dari penyakit batin. Lewat zakat berarti kita menyempurnakan seluruh rangkaian selama Ramadhan termasuk puasa. Jika sholat berelasi dengan zakat maka puasa pun demikian yaitu berbagi pada sesama.[]

the woks institute l rumah peradaban 24/3/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...