Langsung ke konten utama

Puasa dan Empati




Woko Utoro 

Saya pernah tanya pada Haji Yasin Bisri (Penyuluh Agama Islam Kemenag Kabupaten Tulungagung) jika di Al Qur'an ayat shalat selalu beriringan dengan ayat zakat. Itu tanda bahwa dimensi shalat harus juga berdampak pada dimensi sosial. Jadi jika ada orang shalat tapi masih tidak peduli liyan atau bahkan menyakiti maka shalatnya masih belum menyentuh dimensi yang luas. Shalat masih sebagai ritualitas pribadi yang tak berdampak.

Selanjutnya jika puasa beriringan dengan ayat apa kata saya? Pak Haji Yasin menjawab,"ya dengan niat". Intinya bahwa puasa sangat lekat dengan niat. Orang bisa saja berbohong atas nama puasa. Mungkin manusia bisa dikelabui tapi tidak dengan Allah. Maka dari itu puasa adalah ibadah dari Allah dan Allah akan menilainya langsung. Pak Yasin juga menambahkan selain soal niat puasa sangat lekat dengan empati.

Pak Yasin bilang mungkin bisa saja orang pura-pura simpati, tapi berbeda dengan puasa. Puasa justru mengajarkan pada kita untuk empati. Seperti yang diketahui bahwa empati berarti merasa seperti orang lain rasakan. Hikmahnya adalah kita didik serupa orang yang jarang menemukan makan. Puasa membuat kita untuk merasakan letih, lemah, lemas dan tak berdaya. Dengan puasa itulah kita diharapkan untuk tidak berlaku sombong. Puasa membuat kita ingat akan saudara yang kesulitan menemukan makan. Puasa membuktikan bahwa kita sama dengan kaum papa.

Di sinilah kita diajarkan bahwa untuk menjadi orang bertakwa harus melewati jalan penempuhan. Jalan itu salah satunya lewat puasa. Sebuah ritual yang membuat kita sama di mata Tuhan. Maka dari itu untuk menekan segala egoisme diri kita perlu berpuasa. Menyingkirkan segala macam keAkuan yang justru kadang lupa diri. Mari puasa mari peduli pada sesama.[]

the woks institute l rumah peradaban 12/3/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...