Langsung ke konten utama

Puasa dan Upaya Menjaga Mulut






Woko Utoro


Sebelum Ramadhan bahkan hingga hari ini mungkin kita masih geram dengan ulah para koruptor. Mereka seperti tak punya malu menari di atas derita rakyat. Para maling-maling itu ditangkap kejaksaan atas dugaan korupsi dan suap mulai dari timah, minyak sawit, sertifikasi laut hingga oplos minyak Pertamina. Rasanya Allah SWT membuka aib mereka dan kita menyaksikan betapa pilunya.

Saking geramnya pada koruptor seolah kita ingin misuh alias berkata kasar. Tapi makian kita terhadap koruptor juga tak akan merubah keadaan. Justru kita belajar untuk introspeksi diri jangan-jangan keberadaan mereka juga karena ulah kita. Bukankah masyarakat masih apatis terhadap perkembangan demokrasi dan politik di negeri ini.

Bicara soal itu kita ingat pesan Gus Iqdam untuk tetap mendukung mereka bertaubat. Dalam arti kita belajar ternyata Allah SWT masih sayang kepada kita dengan membuka aib mereka. Bayangkan jika pelaku itu adalah kita sendiri tentu betapa malunya. Kita bersyukur ternyata Allah SWT masih menutupi segala aib kita. Jika tidak mungkin saja kita tak ada bedanya dengan mereka.

Sedangkan soal memaki para koruptor tentu kita belajar dari kisah Nabi Musa dalam Surah Thaha:44 yang diperintahkan Allah SWT untuk menasehati Fir'aun. Sekelas Fir'aun saja yang mengaku Tuhan toh Allah masih mengajari Nabi Musa agar menasehati dengan lemah lembut. Karena lemah lembut adalah akhlak Islam. Maka dari itu Kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah mengajari umatnya untuk mengutuk sesuatu walaupun sesuatu itu begitu salah di mata kita.

Di sinilah kita belajar bahwa bicara itu ada peran dan fungsinya. Akan tetapi soal urusan caci maki, Islam tidak mentolerir dalam hal apapun. Walaupun mungkin objek yang ingin kita umpat adalah salah akan tetapi Islam tidak memfasilitasi umat untuk mengutuk. 

Islam hanya mengakomodasi umat untuk berbuat baik, lemah lembut, santun dan penuh hikmah. Jika ada orang mengaku Islam tapi perkataan nya kotor maka ia bukan Muslim sejati. Muslim sejati adalah yang baik akhlak, perangai dan kata-katanya.

Terlebih kita saat ini sedang berpuasa. Sungguh dengan puasa itulah kita bisa menempatkan perkataan dengan baik. Karena bahayanya pedang tidak lebih berbahaya dari lisan yang tergelincir. Dengan puasa inilah kita berharap untuk menjaga ucapan. Karena ucapan yang baik, penuh kita walaupun mulut kita bau sungguh dalam pandangan Allah SWT adalah wangi minyak kesturi.[]

the woks institute l rumah peradaban 17/3/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...