Langsung ke konten utama
Tari Sufi
..
Oleh WOko Utoro

"Hikmah Tuhan menciptakan dunia supaya segala sesuatu yang ada dalam pengetahuan-Nya menjadi tersingkap". Begitulah Jalaluddin Rumi memberikan pesanya kepada kita bahwa apapun yg ada dalam dunia ini pasti memiliki pelajaranya masing-masing. Pelajaran yg membantu kita dari sikap benar sendiri dan menjauhi dari saling menyalahkan apalagi menyesat2kan. Pelajaran itu termasuk pelajaran dalam tari sufi.
..
Ketika banyak teman yg berdiskusi mengenai tarian ini, mereka hanya sibuk dan cenderung pada teori. Padahal yg di butuhkan sekarang adalah praktek. Seribu teori akan terkalahkan dengan satu kali praktek. Maka dari itu salah satu teman mengajak mari kita belajar menari bersama, yg tentunya sudah di beri pengertian apa langkah awal untuk mengikuti alur tarian ini. Prosedurnya sebenarnya sederhana hanya tawasul dan dzikir. Sama halnya dengan mempelajarai sesuatu yg bersifat subjektif, jika bukan dimensi rasa yg mampu merasakanya. Karena dalam tarian ini di utamakan rasa agar dapat mengamati dan menghayati. Maka pantas saja rasa apel akan mampu di jelaskan dengan gamblang oleh mereka yg sudah merasakan rasanya buah itu tapi, sebaliknya bagi yg belum tau rasa dan bentuk apel akan teramat sulit menjelaskanya. Tarian ini pun sama, bukan di ungkap kata melainkan di ungkap dlm praktek. Jika sudah merasakanya pastinya anda akan langsung berspekulasi. Ohhh...begini ya rasanya..
Ohhh..ternyata....begini ya..
..
Yang saya ketahui tarian itu ialah Whirling Dervishes atau sering juga disebut sebagai Sema yang artinya mendengar, berasal dari wilayah Anatolia, Turki, sejak abad ke 13. Penciptanya adalah Mawlana Jalaluddin Rumi dari Persia.
Tarian ini merupakan sebuah bagian dari meditasi diri, yang dilekatkan dengan ajaran sufistik dalam Islam. Lewat tarian meditasi ini, diharapkan para pelakunya bisa menggapai kesempurnaan pada imannya, menghapuskan nafsu, ego dan hasrat pribadi dalam hidupnya.
Untuk bisa lihai melakukan tarian ini, penari harus melakukan beberapa ritual, yang paling pokok adalah melakukan zikir. Tarian ini diiringi oleh musik yang khas Timur Tengah, juga sebuah gambaran perjalanan mistik khas pemahaman sufistik.
Kata Rumi seperti ini " Dia adalah Yang tidak mempunyai ketiadaan,
Saya mencintainya dan Saya mengaguminya". Salah satu bentuk kecintaanya di ilustrasikan dalam tarian ini.
..
Sesungguhnya tarian ini telah mengajarkan kepada kita bahwa perputaran dunia yg begitu cepat ini hanya akan mengundang perturutan hawa hafsu yg teramat besar. Maka dari itu hawa nafsu yg selalu mengelilingi manusia itu harus di kontrol sedemikian rupa. Karena jika di biarkan akan berbahaya. Juga sejatinya hidup tidak harus melulu soal material tapi juga soal spiritual. Tarian mahabbah Rumi telah mampu menilai kita sebagai sang penari sejauh mana dan seberapa besar ego kita yg selalu bersemayam dalam diri. Keinginan kuat untuk berputar kencang adalah bahan dari ego sentrisme kita dan ketika keterlambatan kecepatan dalam tarian itu adalah hal di mana titik fokus kita pada Tuhan sedang tergangggu. So anda mau coba menari itu. Di persilahkan. Nanti anda akan merasakan betapa besarnya hawa nafsu kita, yg tiap hari selalu menjadikan diri ini budak. Jalaluddin Rumi berkata "Hawa nafsumu adalah induk segala berhala: berhala jasmani adalah ular, namun berhala ruhani adalah naga".
Ketika saya mencoba latihan dalam tarian itu, saya merasa mual dan kepala pusing. Kata teman saya hal itu di sebabkan karena titik fokus kita masih pada dunia belum sambung kepada guru dan cahaya Allah. Disitu pula nafsu kita masih teramat besar sehingga ambisi itu yg membuat kita gagal dan pusing. Maka wajarlah riyadloh dan berdzikir lah salah satu metode memanage hawa nafsu.
..
Saya kutip pesan Jalaluddin Rumi "Ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah yang terbaik untukmu dan karena itulah, qalbu seorang pecinta-Nya lebih besar daripada Singgasana-Nya". Maka dari itu tiadalah cinta yg paling besar kecuali cinta kepada Allah dan Rasulnya. Bukan cinta pada dunia yg membuatmu terlena.
Selamat merenung..
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...