Langsung ke konten utama

Meraih Mimpi II
..
Oleh Woko Utoro

Tujuan hidup manusia pasti ingin mewujudkan impianya. Seperti apapun orang, keadaanya, pemikiranya atau apapun itu pasti ia memiliki impian yg terpendam. Bahkan ada yg berambisi sekali menggapai impian itu. Seperti yg sudah saya tulis di edisi I, bahwa terkadang impian, harapan dan cita2 itu selalu tidak akan berjalan lurus dengan keadaan, seperti ada jalan terjal yg menghalangi. Halang rintang itu tidak hanya dari lingkungan luar, lingkungan dalam pun (keluarga) terkadang ikut berpengaruh. Namun pengaruh itu lebih kepada nasihat dan rasa bakti. Orang bijak sering berkata bahwa "jika hidup tak ada rintangan maka disitulah kita tidak mengenal namanya perjuangan" artinya seperti dalam syair H Rhoma Irama yg berbunyi "berakit2 ke hulu, berenang2 ketepian, bersakit2 dahulu, bersenang2 kemudian".
..
Seorang anak biasanya jika di tanya dalam hal impian mereka akan cenderung menjawab "ingin membahagiakan orang tua". Sungguh masih sangat bersifat ambiguitas. Dari keinginan untuk menggapai impian itu menurut saya hampir mirip dengan apa yg di sampaikan Sigmund Freud mengenai sistem Oedipus Complex, dimana sang anak akan merasa (memiliki tanggungjawab) atas jasa orang tua, yg tentunya mereka ingin impian orang tua bisa tercapai. Maka disinilah sosok orang tua (bapak) sebagai sosok yg digdaya. Akan tetapi hal itu merupakan sebuah hal yg wajar karena, sang anak belum merasakan bagaimana menjadi ibu/bapak atau orang tua. Mungkin jika mereka sudah jadi orang tua tentunya merekapun akan memiliki politisisasi pemikiran kepada anaknya. Walaupun ada juga yg demokrasi.
..
Jika saya seorang perempuan mungkin yg saya hadapi adalah sesuatu yg hal yg berbenturan, seperti antara meneruskan perjuangan pendidikan (dan impian lain) atau menyerah di meja pernikahan. Yang saya sangat paham bahwa keduanya amatlah penting bagi saya dan orang tua. Ada istilah bahwa prajurit itu jaga rumah, jaga ibu bapak. Jangan jauh2, menggapai impian tidak harus meninggalkan sarang. Katanya. Padahal ada ungkapan "hijrahlah engkau ke negri yg jauh disana, niscaya kau temui hal2 yg baru". Namun lagi2 apalah daya, semua hal itu hanya membutuhkan restu kedua orang tua.
..
Seorang ibu adalah simbol yg tidak pernah memiliki rasa pamrih. ia tidak ingin apa2 walaupun pengorbanan sangatlah besar. Jasanya tak ingin di balas oleh anaknya. Sudah berapa milyar rupiah jiwa yg sudah bertahun2 ini hidup dari pengorbanan kedua orang tua. Mungkin sudah tak terhingga. Memang benar tak akan pernah terbayar, tak terbalaskan. Sebuah kemustahilan. Mungkin sekarang beliau sekarang sedang kepanasan di sawah. Melamun memikirkan anaknya ini. "Aku tidak ingin makan enak sebelum anak-anak ku kenyang dengan gizi" begitu pesan ibu. Jka anaknya sakit beliau di garda paling depan.
Sebenarnya keinginan seorang ibu hny sederhana yaitu ingin anaknya kumpul seperti dulu walaupun hny beberapa menit. Tak banyak.
Saya tidak mau terkena istilah anak jadi boss ibu jadi babu. Apa yg di katakan ibu semua tidak mau, jika bukan untuk anaknya.
Ibu tidak ingin cincin emas, permata atau apapun. Walaupun emas sebesar gunungpun orang tua tidak ingin itu. Ibu hanya ingin anaknya sholeh dan berbakti. Ibu adalah orang yg paling pandai bermain drama. menyembunyikan sesuatu yg sakit. Tapi kenyataanya beliau tetap tersenyum di depan anaknya. Kasih sayang ibu tak akan pernah bisa di beli dgn uang atau dgn seribu pelayan sekalipun. Begitu pula bapak. Ia adalah sosok yg pekerja keras, lagi2 semua untuk anaknya tercinta. Sekarang berpakah jumlah baju bagus milik bapak? paling hanya beberpa, itupun hasil dari pemberian pak Kaji di tiap tahunya (idul fitri). Semua demi anaknya.
..
Jika do'a trus di barengi usaha yg gigih impian dan harapan orang tua terhadap anaknya akan mungkin sekali tercapai. Karena syarat impian itu tercapai ada 3 yaitu, anak, orang tua dan guru. Ketiganya harus bersungguh2. Anak sungguh2 belajar, guru sungguh2 mengajar dan orang tua sungguh2 mencari dana (rezeki) untuk anak. InshaAllah semua akan menemui jalanya.
Wallahua'lam bishowabb.
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...