Langsung ke konten utama

Intelektual Branding: Catatan Oleh-oleh Khas Umroh





Woko Utoro

Pada Ahad kemarin (26/1/25) saya bisa berkunjung ke ndalem Prof Ngainun Naim bersama teman-teman SPK. Kebetulan acara ini sudah kami bicarakan sekitar 3 hari lalu. Hingga akhirnya kami berlima (Bu Nikmah, Bu Rodi'ah, Mba Ekka, Mas Roni dan Saya) bisa sowan ke sana. Pisowanan ini dalam rangka jagong umrah Prof Naim yang baru pulang beberapa hari lalu.

Di Indonesia, tradisi jagong atau berkunjung memang memiliki akar budaya yang kuat. Sebagai bangsa yang mengikuti adat ketimuran tradisi jagong dan silaturahmi dikenal di berbagai daerah salah satunya Jawa. Di Jawa tradisi jagongan ini terdapat pada banyak aktivitas sosial seperti kelahiran, pernikahan, kematian hingga haji dan umrah. Maka ketika ada orang pulang umrah atau haji kita akan menyebut jagong umrah/kaji.

Tradisi jagongan tersebut sebenarnya berakar pada ajaran silaturahmi dan meminta do'a kebaikan. Terlebih narasi keberkahan mengalir deras pasca seseorang pulang dari tanah suci Makah Madinah. Hal itu juga merupakan ajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW bahwa jika saudara kita pulang dari haji atau umrah mintalah do'a keberkahan. Berharap agar keberkahan mengalir pada kita yang berkunjung.




Tapi sayangnya kita sering lupa meminta do'a di akhir karena lebih tertarik dengan berfoto. Padahal do'a akan sangat kita butuhkan di saat-saat diri rapuh. Do'a itu seperti minum obat efeknya tak kita rasakan saat itu juga tapi sebenarnya bekerja di saat-saat senyap.




Terakhir ini pesan Prof Naim sebelum kami pamit pulang. Kata beliau hidup itu yang tenang, nikmati setiap prosesnya. Bahwa kesuksesan itu bisa dilihat dari konsistensi atas apa yang kita lakukan. Beliau mencontohkan sarjana dari luar negeri sekalipun tidak menjamin kualitas. Banyak di luar sana alumni UIN pun berkompeten dan luar biasa. Pada intinya keberhasilan bertumpu pada kedisplinan serta pengembangan karakter. Maka kesimpulannya kesuksesan bukan dibentuk berdasarkan citra fisik melainkan intelektual, personal branding.[]

the woks institute l rumah peradaban 28/1/25

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...