Langsung ke konten utama

Ajip Rosidi: Buku, Membaca dan Sejarah Lokal




Woko Utoro

Dalam Buku Surat-surat Ti Jepang, Ajip Rosidi membuai pembaca dengan kisahnya. Saya akan bagikan kepada anda cuplikannya yaitu tertanggal 21 Januari 1982. Surat tersebut Ajip tujuan untuk salah seorang karibnya yaitu Omeng Abdurrahman. Surat tersebut ditulis dan dikirim dari Osaka ke Bandung Jawa Barat.

Dalam surat tersebut Ajip memberi pesan kepada Omeng perihal membaca, buku dan mengarsipkan sejarah lokal. Bagi Ajip melakukan aktivitas sekali dayung itu mengasyikkan. Terutama dalam hal membaca dan memiliki buku adalah hal utama. Apalagi bagi mahasiswa sastra seperti Omeng, membaca buku sastra adalah kewajiban.

"Bari henteu macaan karya-karya sastra mah, taya gunana diajar teori jeung kritik sastra teh".

Kata Ajip kepada Omeng, mahasiswa sastra itu wajib rajin baca buku sastra. Apalagi mendalami kritik sastra itu butuh waktu lama. Jika mahasiswa sastra tidak mau membaca buku sastra maka tak ada gunanya segala macam teori yang dipelajari.

Ajip Rosidi juga berpesan jika ingin berhasil sebagai mahasiswa sastra selain rajin baca buku juga harus memiliki buku. Minimal jika memiliki uang bisa membeli buku satu atau dua setiap bulannya. Terlebih jika dulu orang ingin baca buku itu perlu pinjam dan sewa.

"Bukuna memang bisa nginjeum. Tapi usahakeun meuli buku. Upamana sabulan hiji atawa dua. Buku anu geus dibeuli kudu dibaca. Lebar lamun henteu dibaca teh?".

Orang sudah memiliki buku jangan lupa untuk meluangkan waktu untuk membacanya. Membaca itu tidak harus lama cukup sejam dua jam sehari. Membaca buku itu harus konsisten dan terpenting membiasakannya.

"Maca buku teh kudu nyayagikeun waktu pikeun maca. Kudu dibiasakeun. Henteu kudu lila, sajam atawa dua jam bae sapoe, cukup. Ngan kudu terus-terusan ".

Selain itu kata Ajip, jika ingin bagus dalam studi cobalah untuk menulis tentang lingkungan sekitar. Misalnya menulis biografi tokoh seperti Biografi Moh. Ambri. Tentunya dengan bahasa Sunda. Jadi intinya hal itu bisa sebagai karya skripsi juga sekaligus karya pribadi. Pastinya sejarah juga akan lebih terdokumentasi.

Kata Ajip, menulis biografi itu tidak perlu teori bertele-tele. Kita hanya cukup mengerti metode atau cara untuk memulainya serta fokus.

"Ari nyusun biografi mah teu kudu rea make teori sastra. Ngan tangtu ari sasayagian mah perlu, pikeun diajar ngeunaan metodeuna."

Terakhir kata Ajip jika ingin membaca buku mulai dari apa yang kita butuhkan. Tapi intinya baca buku apapun itu agar pengetahuan kita luas. Soal membaca jangan tunggu nanti jika bisa sesegera mungkin karena usia tak pernah ada yang tahu.

the woks institute l rumah peradaban 23/2/25

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...