Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2025

Berjuang : Intisari Kehidupan

" Jika sudah terbiasa berjuang mengapa berharap ada imbalan "- Woks Woko Utoro Kata pembuka dalam tanda petik tersebut adalah intisari ketika kami sowan ke ndalem Ibu Hj. Raudlatul Jannah Mojosari. Kebetulan saya, Muhibb dan Lutfi sudah lama tak berkunjung ke rumah beliau. Mungkin terakhir adalah setahun yang lalu. Akhirnya malam Minggu kemarin kami pun bisa sowan ke rumah beliau dan melepas rindu. Ketika di sana seperti biasa kami langsung disuguhkan dengan jajanan. Kebetulan kali ini beliau memiliki usaha rumahan berupa produk Bolen Bunda. Selain itu tentu yang khas adalah wedjangan berkedok diskusi. Sebenarnya kami hanya silaturahmi dan meminta doa. Tapi tentu hal itu bisa menjadi lebih terutama ketika beliau mulai membuka perbincangan. Pastinya banyak ilmu yang bisa kami dapatkan. Sebab selain beliau orang berpengalaman juga sudah menganggap kami anak. Bagi saya dianggap anak di kota rantau adalah hal luar biasa. Seolah hati kami disentuh secara emosional bahwa antara an...

Ziarah : Rest Area Kerinduan

Woko Utoro  Saat di rumah saya mengajak adik dan ponakan untuk berziarah simbah. Kebetulan momen tersebut istimewa sebab kami datang dengan formasi lengkap. Kami datang dengan membawa doa, air dan bunga. Do'a adalah makanan utama orang yang sudah tiada. Sedangkan air dan bunga adalah simbol antara yang hidup dan yang mati tak ada bedanya. Air pertanda bahwa kita diciptakan dari unsur yang sama. Sedangkan bunga adalah kebaikan yang terus semerbak tiada tara. Bahwa antara kita hanya berbeda alam. Sedangkan soal waktu kita sama yaitu hanya menunggu giliran. Saya menjelaskan pada adik dan ponakan untuk rajin berziarah. Karena ziarah bukan sekadar berkunjung tapi perjumpaan antara alam dunia dan akhirat. Dengan berziarah kita ingat bahwa dunia sementara dan akhirat selamanya. Dunia tempat menanam dan akhirat tempat memanen. Sedangkan barzakh adalah ruang tunggu antara dua alam berbeda dunia dan akhirat. Pekuburan ibarat rest area alias tempat pemberhentian. Sedangkan ziarah adalah cara ...

Sikap Penimba Ilmu

Woko Utoro  Kita seolah tak bosan mendengar pejabat, orang kaya hingga yang ilmunya tinggi tapi arogan. Seolah tanya berucap mengapa arogansi mudah keluar dari mereka yang kita anggap pesohor. Apakah benar bahwa ilmu saja tidak cukup apalagi sekadar menunjukkan ijazah bahwa seseorang pernah sekolah. Nampaknya benar bahwa kita selalu membutuhkan adab untuk mendampingi ilmu. Gus Ulil Abshar Abdalla memberi pesan jika adab atau sikap bagi penimba ilmu kadang lebih penting daripada ilmu itu sendiri. Sebab penyakit orang berilmu adalah sombong terlebih mereka yang memiliki kuasa. Tidak aneh jika masih banyak orang bergelar, berilmu tapi masih bersikap buruk. Itu tanda bahwa ilmu dan sikap berilmu belum selaras. Maka dari itu perlu kita dengar nasihat Sayyidina Umar bin Khattab bahwa orang berilmu itu harus memiliki ketenangan (sakinah) dan kesabaran (hilm). Ketenangan dalam ilmu sangat penting agar orang tidak mudah grusa-grusu. Orang akan menimbang atas sebuah fenomena yang terjadi. Sehing...

Bukuku, Sayapku

Woko Utoro Berulang kali kita dengar bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan seberapa besar minat baca warganya. Jika membaca belum menjadi kebutuhan maka jangan berharap kemajuan dapat diraih. Ini bukan narasi ketakutan. Tapi fakta yang telah dibuktikan oleh banyak negara. Sederhana saja misalnya Finlandia dan Jepang mengapa bisa maju? karena di sana bacaan menjadi makanan harian. Di sana orang minimal wajib membaca koran setiap pagi. Dengan membaca mereka yakin wawasan pikiran mudah terbuka. Kegagalan negara adalah ketika masyarakat dijauhkan dari bacaan. Dan fenomena sistemik ini sudah diwarisi terutama sejak orde baru. Di era ini masyarakat dijauhkan dari sumber bacaan. Pemberitaan diplintir hingga pembredelan. Akibatnya masyarakat tidak kritis dan bodoh. Dengan demikian narasi informasi serta berita dibentuk oleh mereka yang memiliki data. Dalam hal ini kekuasaan pasti membentuk narasinya sendiri. Sedangkan masyarakat dipaksa bungkam dan diam. Jika saja mayoritas masyarakat sadar b...

Merenungi Batin Santri di Era Modern

Woko Utoro Dalam hal belajar seorang santri wajib untuk mengulang-ulang materi yang sudah dipelajari. Pengulangan tersebut bertujuan agar ilmu yang didapat lebih tahan lama dan bermanfaat. Tahan lama berelasi dengan waktu sedangkan santri kini lebih menitipkan ilmunya di smartphone. Sedangkan bermanfaat berkaitan dengan kondisi batin. Orang bisa saja ilmunya banyak tapi batinnya kotor maka tak akan memunculkan cahaya. Santri saat ini dan lebih lagi pelajar modern mungkin lebih canggih dan pintar tapi belum tentu bermanfaat. Sedangkan santri dulu lebih bermanfaat ilmunya walaupun sedikit. Lantas ada faktor apa sehingga terjadi ketimpangan dalam mencari ilmu tersebut. Sederhana saja salah satu faktor vitalnya yaitu berkaitan dengan kondisi batin. Mengapa harus batin? bukankan batin adalah dimensi yang sulit dimengerti. Justru itu dimensi batin bagi seorang santri adalah hal utama. Ibarat buah, saripati dan vitaminnya lebih penting daripada daging dan kulitnya. Nah, di era modern ini bany...

Makanan dan Spiritualitas

Woko Utoro  I Wayan Mustika salah seorang spiritualis menjelaskan spiritualitas dalam makanan. Baginya makanan bukan sekadar pelengkap tubuh tapi lebih dari itu. Makanan juga menyiratkan makna tertentu. Kata Pak Wayan makanan itu ada 2 yaitu yang olahan dan alami. Seperti kita ketahui apapun itu makanan akan berpengaruh terhadap kepribadian. Bahkan soal spiritualitas makanan juga tak bisa dipisahkan dalam akar budaya. Kata Pak Wayan, jika sering makan makanan olahan maka akan diolah pula pikiran kita. Misalnya dengan makanan olahan seseorang akan menentukan selera, enak tidak enak, suka tidak suka dll. Sehingga dari itu makanan akan memunculkan penilaian. Padahal enak atau tidaknya makanan semua ditentukan oleh mulut/lidah. Di sinilah kita memperlakukan pemahaman bahwa suka atau tidak, kenyang atau lapar adalah berkaitan dengan mental. Tidak salah melalui makanan seseorang bisa dinilai kepribadiannya. Misalnya bagaimana kesukaan mereka terhadap makanan, cara mendapatkan, mengolah, meng...

Digital Minimalism

Woko Utoro  Tidak terasa kita begitu sibuk di depan gawai. Terutama sejak pandemi melanda gawai adalah sahabat utama manusia. Dalam bahasa Nasida Ria, hidup dilayani mesin sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Gawai adalah istilah lain dari smartphone atau dunia dalam genggaman. Dunia yang kini mendistraksi manusia dari pergaulan sosial. Orang merasa resah ketinggalan gawai daripada ketinggalan dompet. Karena dewasa ini gawai memungkinkan semua penunjang kehidupan terwadahi. Tapi sayangnya lambat laun kita sadar terlalu lama di depan gawai membuat hidup cepat bosan dan kesepian. Di Amerika salah satu faktor terjadinya bunuh diri bukan tentang kegagalan karier atau kehilangan uang melainkan depresi dan kesepian. Mengapa orang senang berlama-lama di gawai. Itu salah satunya karena banyak orang merasa kesepian. Sehingga gawai dianggap mampu menjadi teman. Gawai jadi hal yang diutamakan daripada hal lain. Padahal Cal Newport menyebut jika kita bukan mahluk kesepian. Manusia sebenarnya hany...

Mengenang Pamit

Woko Utoro Saya atau mungkin anda punya pengalaman tersendiri seputar pamit. Sebuah kata yang bukan soal istimewa atau rasa haru melainkan perasaan yang tak bisa dimengerti. Pamit bukan sekadar minta izin atau wakil atas etika kesopanan. Melainkan sebuah kesadaran akan kedaulatan perasaan dan waktu. Saya mengenang beberapa momen pamit yang begitu menyentuh hati. Yang sebenarnya banyak momen pamit pernah saya lalui. Akan tetapi dalam tulisan ini saya akan mengenangnya tiga saja. Pertama, saat bapak kerja ke Banten mungkin sekitar tahun 2005 an. Pada saat itu saya kelas 4 SD. Sepulang dari acara perkemahan. Saat fisik benar-benar lelah. Saya mengetuk pintu dan ibu langsung menyambut. Tanpa berlama-lama ibu langsung mengabari bahwa bapak pamit untuk bekerja ke Banten. Di usia saya sebagai anak SD polos tentu pamit itu jadi hal biasa saja. Tapi beberapa menit setelah itu saya menangis terisak. Saya menggugat ibu, mengapa bapak setega itu. Mengapa bapak pamit terlalu dini. Mengapa bapak tid...

Apakah Puasa Masih Dirindukan Pasca Kepergiannya

Woko Utoro Jika bicara puasa pasti akan melahirkan polarisasi ada yang menyambut bahagia dan ada yang terasa jadi beban. Perasaan itu bisa kita lihat pasca kepergian Ramadhan. Orang-orang kembali ke settingan awal yaitu menjadi manusia yang sibuk diburu waktu. Tapi tentu statement saya akan tidak terbukti jika orang-orang sadar bahwa Allah SWT selalu menyelipkan puasa dalam detik waktunya. Puasa selalu hadir sekalipun yang wajib di bulan Ramadhan telah pergi. Puasa sunnah harian seperti Senin Kamis dan puasa Daud masih setia di antara kita. Atau bahkan kini puasa 6 hari di bulan Syawal menunggu kita untuk tidak segera gembira karena Ramadhan telah berpisah. Kita juga tak usah khawatir puasa setiap pertengahan bulan 13,14, 15 hingga hari-hari tertentu seperti Tasu'a, Asyura, Arafah, Rajab dll juga selalu setia hadir buat kita. Hanya saja kita sadar atau tidak mengapa puasa selalu hadir dalam aktivitas harian manusia. Pertama kita sadar seperti kata Eric Fromm bahwa manusia modern mu...

Menginsyafi Media Sosial Merayakan Ngaji

Woko Utoro Penyebaran informasi melalui media sosial sungguh luar biasa. Seperti saat ini siapa yang tak memiliki media sosial (medsos) dari tukang ngarit sampai pejabat semua bermedsos. Tapi jika bicara penggunaan medsos dengan bijak sepertinya belum merata. Medsos masih lahan basah terhadap hal-hal berbau negatif. Medsos masih belum dirayakan sebagai sarana belajar salah satunya ngaji. Padahal jika merujuk teori strukturasi Anthony Giddens menyebutkan jika peran aktor atau agen menjadi kunci terutama dalam penggunaan medsos. Giddens menyatakan bahwa individu bisa memahami antara struktur dan tindakan. Oleh karena itu sebenarnya medsos adalah struktur pasif dan kita lah yang menjalankannya. Termasuk beragam konten positif dan negatif semua bergantung sudut pandang individu. Terutama bagaimana mereka merespon hal tersebut dengan bijak. Sebagai Muslim minimalis tentu mengaji di media sosial menjadi alternatif. Terlepas dari kelemahannya yang jelas ngaji di medsos membuat orang membuka d...

Tradisi Lebaran di Tiga Kota

Woko Utoro Tradisi lebaran sejak dulu memang unik. Bahkan keunikannya tak ada habisnya hingga kini. Salah satunya tradisi saat halal bi halal atau dayoh ke beberapa tetangga dan saudara. Keunikan tersebut saya rasakan ketika hidup di 3 kota yaitu Indramayu, Tulungagung dan Magelang. Kebetulan saya lahir di Dampit Windusari Magelang sedangkan di Indramayu adalah masa remaja dan di Tulungagung sebagai masa pendidikan dewasa awal. Sebagai orang yang pernah hidup di 3 kota tersebut tentu saya menyaksikan sebagai antropolog lokal bagaimana cara berlebaran di sana. Pertama, jika di Indramayu lebaran itu nampak sederhana. Yaitu setelah shalat ied biasanya sebelum dan sesudah itu kita akan makan ketupat plus menu opornya. Setelah usai shalat sepanjang perjalanan kami saling bersalam-salaman. Di sini halal bi halal begitu singkat terutama di hari pertama tersebut. Biasanya baik hari pertama atau kedua orang-orang sudah berhamburan untuk nyekar ke makam keluarga. Setelah hari ke-3 orang-orang h...

Lebaran dan Alasan Mengapa Harus Pulang

Woko Utoro  Salah satu alasan mengapa Kanjeng Nabi Muhammad SAW ingin kembali ke Mekah saat beliau tinggal di Madinah. Tak lain faktor itu adalah kerinduan. Maka dari itu alasan utama orang pulang ke kampung halaman adalah kerinduan. Selain itu kembali ke muasal adalah alasan utama. Tapi bagi Sartre pulang adalah pilihan. Karena ketupat barangkali alasan sekaligus fakta. Walaupun kadang kepulangan kita ke kampung halaman selalu menyisakan kecemasan. Akan tetapi pulang adalah jalan mengerti dan menanam prinsip sejak dini. Seperti halnya ketika ditanya "Kapan nikah?" kata Nietzsche, "Manusia unggul selalu punya cara untuk tidak tunduk pada konstruksi sosial". Senada dengan Nietzsche, Kierkegaard juga mengatakan bahwa pulang bukan soal tempat tapi tentang keberanian untuk memilih. Jadi jelas sebenarnya tanpa harus ada alasan selama berkesempatan pulang adalah hal wajib. Bagi Plato misalnya, pulang adalah perjumpaan dengan kesejatian. Karena selama masih mengembara bera...

Lebaran : Tentang Tradisi Maaf Yang Khas

Woko Utoro  Memaafkan merupakan ajaran Al Qur'an. Begitu pula yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW jika sesama saudara masih menyimpan dendam maka tak akan mencium bau surga. Kata Gus Dur, maaf mungkin tidak dapat merubah masa lalu tapi maaf menyediakan masa depan. Maaf mungkin mudah diucapkan tapi sulit untuk direalisasikan terutama soal aspek batin. Untung saja di Indonesia khususnya Jawa maaf ini justru terlembagakan dalam tradisi lebaran atau halal bi halal. Tradisi tersebut mewadahi sekaligus memaksa orang yang kesulitan memaafkan. Yang sejatinya meminta dan memberi maaf keduanya sama-sama mulia. Bahkan dalam disiplin ilmu psikologi saling memaafkan akan menyehatkan aspek mental. Menurut penelitian juga disebutkan jika orang yang sukar memberi maaf lebih mudah ambruk diterpa stress. Di sinilah menariknya bahwa maaf itu bukan tentang idealisme tapi berkaitan itikad baik berdamai sejenak. Bahwa hidup tak selamanya sempurna. Atau dalam makna tak ada gading yang retak maka manusi...

Tradisi Hantaran Yang Tak Lekang Oleh Waktu

Woko Utoro Saat di rumah salah satu hal yang dirindukan adalah hantaran. Tradisi ini sudah lahir sejak jaman dulu. Percisnya saya tidak tahu, hanya kata orang tua pasca kemerdekaan tradisi hantaran sudah dikenal. Hantaran dibagi jadi 2 yaitu untuk acara pernikahan dan jelang lebaran. Secara teknis hantaran memiliki kesamaan makna yaitu pemberian yang tujuannya mempererat silaturrahmi, saling berbagi dan pastinya, menyemai kebahagiaan. Jika hantaran pernikahan terdiri dari jajanan, makanan dan parsel. Sedangkan hantaran jelang Ramadhan terdiri atas makanan khas yaitu berupa nasi dan olahan daging sapi. Hantaran lebaran uniknya di masak sendiri. Setelah masak lalu dihantarkan ke tetangga. Dengan piring kecil berisi nasi dan semur daging sapi plus kentang hantaran disajikan. Ketika hantaran sudah disampaikan itu tanda bahwa kita berlebaran. Setelah tetangga yang diberi hantaran akan membalasnya. Waktu hantaran sendiri biasanya H-5 jelang lebaran. Biasanya menjadi pengantar zakat fitrah. T...

Mudik : Memastikan Rindu Baik-baik Saja

Woko Utoro  Saat kota metropolis membuai, melupakan kesadaran mudik hadir tepat waktu. Mudik bukan sekadar pulang atau menunjukkan status akan keberhasilan. Mudik justru bagian penting dalam tradisi masyarakat yang rindu akan orang tua, kampung halaman, silaturahmi dan kenangan masa kecil. Sehingga dari itu mudik adalah cara berkabar pada waktu yang lama ditinggalkan. Mudik menjadi denyut nadi yang terus berdetak di masyarakat. Karena dalam mudik terdapat ramuan di mana orang merindu akan kolektivitas, kebersamaan, kesederhanaan dan kekeluargaan. Eko Yudi Prasetyo (2025) menyebut mudik sebagai ziarah eksistensial. Dengan alasan ada semacam emosi serta kesadaran yang selalu terhubung walaupun jauh dari kota yang kering dan kejam. Mudik membuat manusia bertanya siapa kita, dari mana, dan hendak kemana? Bukankah pertanyaan itu sangat batiniah. Yang jawabannya hanya dapat ditemukan ketika kita kembali (mudik). Mudik juga menjadi sarana penyembuhan. Di saat manusia sibuk oleh urbanisasi dan...

Mudik : Menyulam Rindu

Woko Utoro  Tak ada orang yang ingin pergi. Sebenarnya pulang adalah keinginan utama. Itulah esensi dari mudik. Ketika orang berada di rantau sebenarnya ada hal yang terkelupas atau bolong. Maka mudik adalah cara untuk menambal kerinduan yang lama jauh. Begitulah rindu hanya akan diketahui saat dunia berjarak. Jarak akan memberikan arti tentang sebuah kerinduan sejati. Lewat tradisi mudik kita belajar bukan tentang logistik, THR atau kendaraan dan baju baru. Mudik justru sebaliknya merupakan sebuah ungkapan bahwa sejauh apapun pulang adalah tujuan utama. Hal itu menurut Eko Yudi Prasetyo (2025) bagian dari ziarah batin. Dalam arti jarak dan lamanya waktu di kota, mudik adalah jawaban jika kita masih tetap seorang anak desa. Bahkan apapun status dan jabatan saat pulang ke rumah kita adalah anak bapak ibu. Aroma kampung halaman akan membuat kita tetap rendah hati. Bahwa keberhasilan apapun di kota toh semua bukan semata usaha kita. Melainkan adalah benang yang saling bertalian yaitu jara...

Islam dan Kolonialisme

Woko Utoro Anda tahu bahwa di manapun tempatnya praktek-praktek kolonialisme adalah berdosa. Kolonialisme adalah setan-setan yang berdiri di atas kuasa kepentingan demi tujuan merampok harta benda, memonopoli sumberdaya, memperbudak hingga pembodohan dan pembunuhan. Salah satu pembodohan produk kolonialisme adalah menebar ketakutan dan ancaman. Ketakutan dan ancaman itu ironisnya ditebar dengan prinsip mengambil ikan di air keruh. Mereka mendapat ikan dan keruhnya air dialamatkan ke objek lainnya. Atau paling tepat lempar batu sembunyi tangan. Jika ditarik ke konteks kekinian praktek kolonialisme masih tercium menyengat. Bahkan teror tersebut akan terus lestari sekalipun jaman silih berganti. Terbaru teror kepala babi dan tikus ke kantor redaksi Tempo. Praktek demikian tentu cara lama dan kampungan sekaligus pecundang. Yang tujuannya untuk mengancam tapi pelaku menyembunyikan data dirinya. Praktek demikian tentu bukan kali ini saja tapi sudah subur terutama di akhir abad 19 terkhusus p...

Menimbang Kegelapan Pada Diri

Woko Utoro Imam Ghozali pernah berkata bahwa hati manusia serupa rumah. Di sana terdapat resah, gelisah, tangis, bahagia dan suka cita. Tinggal perasaan mana yang akan bersemayam di sana. Dari perkataan itu kita tinjau secara psikologis bahwa hati memang alat kontrol yang menampung segala macam perasaan. Perasaan itu tentu bisa berdampak pada perilaku. Jika perilaku itu baik mungkin keuntungan bagi kita. Tapi sebaliknya jika menjadi laku buruk maka kerugian bagi kita. Hanya saja kadang kita lebih mudah menyalahkan laku buruk tersebut. Laku buruk sering juga disebut sisi gelap manusia. Sebuah sisi yang tidak bisa dihindari kecuali mereka yang mampu mengelola emosi. Mereka yang mampu mengontrol nafsu adalah manusia kuat. Kata Nabi Muhammad SAW, kekuatan bukan terletak pada otot melainkan bisa menahan amarah. Bicara emosi juga bicara nafsu. Emosi dalam bahasa psikologi sedangkan nafsu dikenal dalam tradisi agama. Keduanya sama-sama mewarnai kondisi hati hingga menjadi laku. Oleh karena it...

THR Impuls Di Akhir Ramadhan

Woko Utoro  Bagi karyawan swasta maupun pegawai yang mendapat THR tentu syukurillah, kata Pak Dhiya. Karena THR adalah bentuk apresiasi atas kinerja selama ini. Baik lamanya pengabdian maupun kinerja dalam memajukan perusahaan/lembaga. THR bisa juga disebut dana bonus alias hadiah. THR ini diatur oleh pemerintah lewat PP PMK No 23 Tahun 2025 yang berarti perusahaan atau lembaga harus memberikan upah pokok dan THR kepada karyawannya seminggu sebelum hari raya keagamaan tiba. Bicara soal THR tentu bicara pengelolaannya. Soal itu saya dan Pak Dhiya diminta berbagi kisah bagaimana memanajemen THR tersebut dalam acara Energi Pagi Radio Perkasa FM. Kata Pak Dhiya, intinya THR itu bagaimana cara kita membuat skala prioritas. Jadi mana yang harus didahulukan atau diakhirkan. Dalam arti mana yang menjadi kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Selanjutnya kita berpikir bahwa THR bukan tentang hari ini tapi lebih baiknya pasca lebaran. Saya juga menambahkan bahwa THR itu harusnya berelasi dengan...

Zakatlah Untuk Menjadi Manusia Yang Bersyukur

Woko Utoro  Dalam Surah Al Baqarah ayat 185 ...وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ di sana terdapat kata syukur. Kata Mbah Moen syukur tersebut bermakna 3 hal. Pertama, fitrah. Bahwa kita telah diberikan rezeki berupa bahan makanan pokok maka dari itu keluarkan zakatnya. Kedua, berhias. Kita diberi nikmat untuk dapat memakai sesuatu baik busana maupun perhiasan. Ketiga, makan yang enak. Kita juga dikaruniai Allah SWT bisa makan enak. Dalam arti jika dibandingkan di era penjajahan dulu saat ini tentu lebih baik, termasuk soal makanan. Ayat tersebut juga menjadi inspirasi tradisi berbelanja di akhir Ramadhan. Misalnya orang jelang lebaran harus punya baju baru dan sajian khas lebaran seperti nastar dkk. Namun menurut Mbah Moen orang mayoritas telah salah kaprah. Mereka lebih mementingkan hal yang non wajib seperti pakaian dan makanan. Mereka lupa bahwa zakat fitrah-lah yang wajib. Termasuk rukunya lebaran adalah takbir alias mengagungkan Allah SWT dan s...

Keistimewaan Syafaat Al Qur'an

Woko Utoro  Sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan orang beramai-ramai mencari lailatul qadar. Mereka tidak tahu bahwa lailatul qadar esensi nya adalah lebih intim lagi dengan Al Qur'an. Cak Nun dalam narasi Kiai Sudrun menjelaskan bahwa cahaya terang benderang itu ya Al Qur'an. Bagi Cak Nun lailatul qadar adalah time dan bukan esensinya sedangkan utamanya adalah kitab suci itu sendiri. KH Mustofa Aqil Siradj juga menegaskan bahwa malam yang disebut lebih baik dari seribu bulan alias lailatul qadar bisa mulia pun karena Al Qur'an turun di malam itu. Maka benar bahwa sesuatu yang dihinggapi oleh Al Qur'an akan terbawa mulia. Kemuliaan itu tidak hanya pada malam hari, pada bulan Ramadhan melainkan pembaca, penghafal dan pengamalannya. Kemuliaan Al Qur'an bisa membawa berkah misalnya kepada yang ahli qiroah, suaranya merdu, pada ahli khat, ahli pengobatan Qur'ani, ahli medis dll. Mereka semua merasakan berkahnya Al Qur'an bahwa kitab ini mukjizat sepanjang m...

Sepakbola dan Puasa Sepanjang Waktu

Woko Utoro Menerima hasil pahit 5-1 Timnas Indonesia vs Australia dilanjutkan ronde 3 kualifikasi piala dunia tentu tidak mengherankan. Kekalahan adalah tradisi Timnas kita dan tentunya sudah biasa. Akan tetapi yang membuat kita geram sebagai fans mengapa PSSI seolah tutup mata. PSSI di bawah Erick Thohir (ET) memang luar biasa. Banyak gebrakan baru tapi sekaligus menyimpan ironi. Dengan hasil pembantaian di Sydney Stadium kemarin sudah jelas di mana posisi PSSI. Saya sebagai komentator amatir pun tentu merasa risih dengan sepakbola negeri kita yang terus mengulang hal-hal memilukan. Salah satunya dengan dipecatnya Shin Tae Yong (STY) dan digantikan dengan Patrick Kluivert (PK). Tapi kita sadar bahwa Erick Thohir adalah seorang pengusaha. Bagi pebisnis dalam hal apapun termasuk bola adalah perjudian. Jadi mau tidak mau sebagai ketua PSSi tentu ET memilih jalur menyebrang. Pergantian pelatih juga dilakukan di timnas lain seperti Arab Saudi, Australia, Palestina, Qatar, Oman dan Uzbekist...

Mencari Syafaat

Woko Utoro  Jika anak-anak menyukai uang saku dan jajanan maka berbeda dengan orang tua. Khususnya yang sudah berumur rerata mereka menginginkan do'a. Do'a tersebut dalam rangka menjadi bekal jika suatu hari mereka harus kembali. Karena seperti pemudik, pulang ke kampung akhirat pun butuh bekal sebab perjalanan teramat panjang. Selain do'a salah satu bekal lain yang diharapkan yaitu syafaat. Perihal syafaat ini tentu sudah kita ketahui yaitu sebagai perantara atau usaha dalam memberikan suatu manfaat. Paling utama tentu syafaat dari Rasulullah SAW. Syafaat dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW dapat kita peroleh dengan memperbanyak bersholawat dan meneladani akhlaknya. Bicara tentang syafaat ternyata tidak hanya dari Rasulullah SAW melainkan ada hal lain yang dapat kita akses. Dalam Kitab Al Muntakhobat Fii Maa Huwa Al Manaqib karya Syeikh Ahmad Asrori Al Ishaqy dijelaskan oleh KH. Abdur Rasyid Juhro bahwa syafaat bisa diperoleh dari Al Qur'an, orang alim dan arifin. Jika sya...

Mengikat Nikmat dengan Syukur

Woko Utoro  Bicara syukur tak akan ada habisnya terutama tentang apa yang telah dianugerahkan. Bicara tentang kufur pun demikian yaitu tak ada ujungnya khusus bagi mereka yang tak pernah puas. Sehingga di antara kedua hal itu rasa puas hati harus kita miliki. Salah satu caranya dengan selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan. Dalam Surah Ibrahim ayat 7 sudah jelas bahwa siapa yang bersyukur akan ditambah lagi nikmatnya dan siapa yang kufur nikmat maka azabnya amatlah pedih. Dari itulah Syeikh Ibnu Athoillah Syakandary terinspirasi bahwa nikmat itu ibarat tamu. Kata beliau dengan bersyukur berarti kita mengikat nikmat yang tak akan pernah habis. Sebaliknya bagi yang tak pernah puas dan tidak bersyukur maka nikmat itu akan segera pergi. Cara orang bersyukur tentu ada 3 hal. Kata Gus Mus, pertama orang bersyukur lewat lisannya yaitu apabila mendapat nikmat maka langsung berkata, "Alhamdulillah atas segala nikmat Mu Ya Allah". Kedua, bersyukur dengan hati di mana ketika menda...

Ramadhan Bulan Berbagi Kebaikan

Woko Utoro Koordinator Dompet Dhuafa Jawa Timur bagian Tulungagung menghubungi saya untuk mengisi acara public speaking di SMP Islam Al Badar. Tanpa berlama-lama akhirnya saya pun mengiyakan. Selain katanya dapat sangu saya juga meniatkan diri untuk berbagi. Apalagi di bulan Ramadhan yang kita yakini penuh berkah. Saya yang kekurangan pahala pun tentu menyambut antusias acara ini. Acara tersebut mengingatkan saya pada HOS Tjokroaminoto yang berpesan pada muridnya jika ingin jadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator. Benar saja murid itu dalam sejarah adalah pemimpin besar, Ir Soekarno namanya. Selain itu saya juga ditanya mengapa berkenan mengisi kegiatan public speaking? saya jawab saja sederhana bahwa saya adalah produk (korban) menggantikan tausiah ba'da dzuhur sewaktu di Aliyah dulu. Bayangkan saja sejak kelas X saya sudah sering menjadi badal atas mbak-mbak yang halangan. Di sanalah selama hampir 3 tahun saya selalu menyiapkan materi sebagai ...

Puasa dan Upaya Menjaga Mulut

Woko Utoro Sebelum Ramadhan bahkan hingga hari ini mungkin kita masih geram dengan ulah para koruptor. Mereka seperti tak punya malu menari di atas derita rakyat. Para maling-maling itu ditangkap kejaksaan atas dugaan korupsi dan suap mulai dari timah, minyak sawit, sertifikasi laut hingga oplos minyak Pertamina. Rasanya Allah SWT membuka aib mereka dan kita menyaksikan betapa pilunya. Saking geramnya pada koruptor seolah kita ingin misuh alias berkata kasar. Tapi makian kita terhadap koruptor juga tak akan merubah keadaan. Justru kita belajar untuk introspeksi diri jangan-jangan keberadaan mereka juga karena ulah kita. Bukankah masyarakat masih apatis terhadap perkembangan demokrasi dan politik di negeri ini. Bicara soal itu kita ingat pesan Gus Iqdam untuk tetap mendukung mereka bertaubat. Dalam arti kita belajar ternyata Allah SWT masih sayang kepada kita dengan membuka aib mereka. Bayangkan jika pelaku itu adalah kita sendiri tentu betapa malunya. Kita bersyukur ternyata Allah SWT ...

Puasa dan Pengekangan Nafsu

Woko Utoro Ramadhan dengan ritual puasanya sengaja Allah SWT hadirkan sebagai bulan pendidik jiwa. Bulan di mana manusia bisa kembali menunjuk dirinya sebagai murid yang perlu dibina. Lewat puasa itulah kita diajak kembali untuk introspeksi diri terutama soal pengelolaan nafsu yang justru sering kalah. Bicara tentang nafsu tentu kita tahu terdapat beberapa tingkatan. Salah satunya nafsu paling sederhana yaitu menahan dari yang membatalkan puasa. Misalnya menahan dari makan dan minum, haus dan lapar. Itu pun kadang kita masih kalah beberapa ronde. Padahal sudah beberapa kali kita diberi kesempatan berjumpa Ramadhan. Bicara tentang nafsu mari kita belajar pada Qasidah Burdah karya Imam Bushri. Kata Imam Bushri nafsu itu serupa kuda liar yang jika kita tidak kuat mengikatnya maka kuda tersebut akan lari. Nafsu juga ibarat makanan lezat bagi anak-anak yang selalu menggoda dan ingin dimakan. Maka dari itu soal nafsu dasar ini jika manusia kalah berarti ia masih di level anak-anak keimananny...

Menulis Adalah Petualangan

Woko Utoro  Anda mungkin bisa menebak jika proses menulis diserupakan petualangan. Hanya orang-orang yang senang dengan petualangan yang akan tetap menulis. Karena bagaimanapun juga bertualang itu membutuhkan bekal. Dalam hal menulis pun demikian. Kita membutuhkan bekal agar tulisan nikmat dibaca. Seperti halnya petualangan jika tidak memiliki bekal yang cukup maka akan mudah tersesat. Bukankah demikian bahwa menulis berbekal membaca buku. Jika ingin menjadi penulis maka kita harus jadi pembaca. Agar tulisan tidak tersesat atau muter-muter tak tau arah maka bekal itulah yang utama. Selanjutnya agar benar-benar bertualang menyenangkan kita harus rajin berlatih. Dalam hal menulis berlatih tak lain agar tulisan tepat sasaran, enak dibaca dan tersampaikan apa yang kita tulis. Latihan itulah yang membuat kita menjadi mahir. Petualangan di alam bebas pun demikian. Jika kita sudah siap bekal dan rajin berlatih insyaallah medan apapun akan mudah dilalui. Di sinilah kita harus terus mencoba ag...

Mengenang Emak

Woko Utoro Hari ini tepat 1000 hari Emak (baca: nenek) kami pergi ke hadiratNya. Hari di mana saat itu mengenang sebagai momen yang membuat hati lemas. Karena saya sebagai cucu tidak bisa hadir ke pemakamannya. Sehingga sampai detik ini sesekali di saat sendiri sosok Emak seolah masih hadir. Ya nenek kami sering dipanggil Emak. Panggilan yang selalu mengundang rindu. Karena bagaimanapun juga setiap saya pulkam Emak selalu hadir di depan rumah. Walaupun2 tahun lalu Emak sudah lupa dengan saya. Maklum saja penyakit orang sepuh adalah kepikunan. Tapi walaupun begitu saya tetap bahagia bersamanya. Saya ingat terus ketika Emak memberi wejangan saat akan pergi lagi untuk menimba ilmu ke Tulungagung. Kata Emak, di sana harus jaga diri. Jangan aneh-aneh dalam bergaul dan tetap belajar dengan tekun. Seriuslah dalam apapun insyaallah semua akan ada jalannya. Katanya, Emak hanya bisa mengiringi saya dengan doa. Tak ada lagi sangu (bekal) yang terbaik selain doa tersebut. Itulah sekilas pesan meny...

Tentang Sebuah Buku Kecil

Woko Utoro  Saya pernah ditanya bagaimana menurut mu buku berat dan ringan itu? Saya pun menjawab sederhana jika yang dimaksud bobot berat kuantitas tentu buku-buku bertumpuk dengan sampul tebal jawabannya. Tapi jika yang dimaksud bobot isi maka buku filsafat dan sejenisnya adalah jawabannya. Soal buku tersebut saya sering bercanda bahwa buku resep masakan dengan berat 5 kg misalnya justru lebih mudah dipahami daripada buku filsafat atau tasawuf beberapa lembar. Maka dari itu pertimbangan utama sebuah buku adalah isinya. Tak peduli setebal apapun sebuah buku jika isinya hanya sekadar coletah maka bisa disebut tak lebih berbobot. Pada prinsipnya buku itu bukan soal bobot baik berat ataupun isi melainkan kemampuan untuk memiliki dampak bagi pembacanya. Coba kita bayangkan berapa orang yang terdampak pasca membaca karya Hemingway dengan Old Man and the Sea nya. Buku tipis itu sudah menginspirasi jutaan orang di dunia untuk menerapkan hidup gigih pantang menyerah dan sabar akan sebuah pro...

Puasa dan Empati

Woko Utoro  Saya pernah tanya pada Haji Yasin Bisri (Penyuluh Agama Islam Kemenag Kabupaten Tulungagung) jika di Al Qur'an ayat shalat selalu beriringan dengan ayat zakat. Itu tanda bahwa dimensi shalat harus juga berdampak pada dimensi sosial. Jadi jika ada orang shalat tapi masih tidak peduli liyan atau bahkan menyakiti maka shalatnya masih belum menyentuh dimensi yang luas. Shalat masih sebagai ritualitas pribadi yang tak berdampak. Selanjutnya jika puasa beriringan dengan ayat apa kata saya? Pak Haji Yasin menjawab,"ya dengan niat". Intinya bahwa puasa sangat lekat dengan niat. Orang bisa saja berbohong atas nama puasa. Mungkin manusia bisa dikelabui tapi tidak dengan Allah. Maka dari itu puasa adalah ibadah dari Allah dan Allah akan menilainya langsung. Pak Yasin juga menambahkan selain soal niat puasa sangat lekat dengan empati. Pak Yasin bilang mungkin bisa saja orang pura-pura simpati, tapi berbeda dengan puasa. Puasa justru mengajarkan pada kita untuk empati. Sep...

Puasa dan Dimensi Sosial

Woko Utoro  Sudah banyak pelajaran serta hikmah yang kita dapatkan dari puasa. Salah satu ibadah yang menjadi rukun Islam selain shalat, zakat dan naik haji. Puasa juga selalu dikupas dalam berbagai sudut pandang. Dan anehnya seperti halnya ritualitas ibadah lainnya juga tak pernah ada habisnya. Salah satunya dalam sudut pandang sosial. Misalnya saya pernah bertanya kepada Haji Yasin Bisri yang merupakan penyuluh agama Islam Kemenag Kabupaten Tulungagung. "Pak sebenarnya yang harus menghormati itu orang puasa atau orang yang tidak puasa?". Pak Haji Yasin menjawab, "Orang yang puasa harus menghormati dan orang yang tidak puasa harus menghargai. Jadi intinya kedua mereka harus saling menghormati". Pak Yasin juga menjelaskan mana mungkin orang yang sedang berpuasa justru merendahkan. Harusnya orang puasa itu rasa hormatnya tinggi. Pun begitu juga pada yang tidak puasa. Misalnya jika mereka memiliki warung tolonglah yang biasanya dibuka lebar nah maka selama Ramadan dib...

Puasa Mengikis Ketamakan

Woko Utoro Dalam sebuah pengajian Ramadhan, Gus Mus berkomentar jika koruptor itu terlahir karena memelihara sifat tamak sejak lama. Kata Gus Mus orang miskin tamak mungkin jelas karena ketidakpunyaannya. Sedangkan koruptor itu tamak karena kelebihan. Maka dari itu koruptor lebih cocok disebut maling. Karena mereka tak ada bedanya untuk merampok hak yang bukan miliknya. Soal tamak memang sudah menjadi sifat berbahaya sejak lama. Bahkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri pernah dawuh andai anak adam memiliki dua lembah emas niscaya mereka akan meminta yang ketiga. Itulah sifat asli manusia yang tak akan pernah puas. Maka dari itu tamak adalah penyakit hati yang harus dikalahkan. Salah satu solusi menjinakkan tamak adalah dengan berpuasa. Puasa mengajarkan kita untuk qanaah atau menerima atas karunia Allah SWT. Jika Allah memberi kita sedikit maka bersyukurlah masih diberi. Terlebih jika diberi banyak itu juga lebih dari cukup. Selain itu puasa juga mendidik kita untuk menjadi wara' a...

Puasa Sarana Penyucian Hati dan Jiwa

Woko Utoro Baru saja saya ngobrol dengan H. M. Yasin Bisri dalam Program Ngaji Ramadhan Berlian FM Tulungagung. Pak Haji Yasin adalah penyuluh di Kantor Kemenag Kabupaten Tulungagung. Luar biasa apa yang beliau sampaikan sampai-sampai satu jam tidak terasa lama. Tema ngobrol kali ini adalah puasa sebagai sarana penyucian hati dan jiwa. Saya awali obrolan tersebut dari pemaparan beliau tentang puasa. Bahwa puasa itu sederhananya al imsak atau menahan. Jadi puasa itu upaya untuk menahan segala dari hal-hal yang membatalkan seperti makan minum, berhubungan intim di siang hari dll sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Sederhananya demikian yaitu puasa bagi dimensi fisik. Memang puasa itu sejatinya untuk dimensi fisik yang diwakili hati dan ruh yang diwakili jiwa. Dalam arti lain hati itu bisa berubah fisik bisa berupa perasaan atau emosi. Maka dari itu puasa jiwa lebih berat daripada puasa fisik  Sehingga dimensi puasa itu sangat luas maknanya. Pak Yasin juga menjelaskan bahwa pu...