Langsung ke konten utama
Catatan kecil dari Art of Action: Konser Amal untuk Gerry.
..
*Oleh Bang Woks
Orang culun sepertiku, yg tidak merokok ini mengikuti acara konser seperti yg sudah ku lalui merupakan yg kedua kalinya setelah acara reggea yg sudah berlalu sekitar satu bulan yg lalu. Dan hal semacam itu bagiku adalah hal yg menarik dan memiliki kesan tersendiri. Waktu mungkin boleh berdurasi dan memisahkan pada saat itu juga namun, kesan dan pengalaman tak hilang di makan waktu malah yg ada akan selalu mengiringinya sebelum ada hal lain yg menggantikanya.
..
Kali ini aku di ajak temanku untuk mengikuti acara yg hampir sama. Acara kali ini adalah konser musik yg di adakan di depan gor lembu peteng Tulungagung. Musik dengan genre mulai dari hiphop, beat box, pop, sampai keroncong ada disana. Tujuan utamanya adalah membantu saudara gerry untuk mendapatkan kursi roda baru dan utamanya adalah motivasi hidup. Maka kardus donasi di sebar ke seluruh penjuru dan juru amal berkeliling mencari sang penderma. Tanpa paksaan.
..
Gerry tinggal di kawasan treteg Tulungagung, alamatnya di Jl. dr. Sutomo, gang 01, no.18. Ia adalah anak dengan kondisi cacat sejak lahir, penderitaanya semakin menjadi ketika orang tuanya bercerai dan meninggalkanya. Kini ia hanya di rawat oleh kakeknya yg bernama mbah Kamto. Bahkan pilunya gerry sering berkata bahwa "jika mbahnya meninggal ia juga ingin di kubur bersama dengan mbahnya". Maka dari hal semacam itu para pemuda Tulungagung yg terhimpun dari beberapa komunitas bersepakat membuat acara penggalangan dana untuk gerry. Karena para orang-orang pedulilah yg dapat membuat orang lain menjadi berarti. Hanya orang berhati emaslah yg mampu menjadikan besi menjadi kemilau.
Maka hanya bisikan Tuhan yg maha lembutlah yg dapat menggerakan hati banyak orang untuk menyisihkan sebagian rezekinya. Dan alhamdulillah donasi untuk gerry terkumpul Rp.3.800.000 terhitung sejak pukul 16:30-21:00 wib.
..
Acara ini selain di hadiri para komunitas seperti foodtruck TA, BerNas, Arek IAIN TA, Uniska, komunitas band dan tentunya di hadiri pula bapak Bupati Tulungagung bapak Syahri Mulyo. Dan alhamdulillah beliau juga berpartisipasi menyumbang.
..
Hal-hal lain yg ku dapati dari acara ini adalah berkumpul bersama orang2 asyik. Asyik ngopi, ngobrol dan ngobral. Menemui tragedi 15.000 dan kunci motor temanku yg hilang lalu di temukan (penuh emosi wkwkw). Tak lupa pula budaya salaman sebagai mempererat persaudaraan selalu mengalir deras bagai air. Ohhh..iya nikmat lagi ketika dapat kupon gratis makan coto makassar..trus dimakan 3 orang huu sosweet sekali. Juga tak lupa di akhiri makan ramen barokah dari produk santri kopi'ah ireng. Menikmati sajian cerita Alpan melalui petikan gitar, membuat siapa saja haru mendengarnya.
Ternyata membangun Indonesia itu tidak mudah, perlu perjuangan dan pengorbanan. Dan akhirnya malam menyambutku untuk segera pulang. Aku berpamitan pada kawan2 dan pulang beriringan dengan club motor cross, serasa club motor beneran. Malam yg mengesankan dan bisa menjadi cerita pengantar tidur.
..
Pesan sederhana dalam setiap acara yaitu Don’t judge a book by its cover. Jika merasa peduli bersegeralah, sebelum kepeduliaan itu sirna. Tuhan tidak akan pandang penampilan kita, DIA hanya melihat apa yg telah kita perbuat.
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...