Langsung ke konten utama

Kausalitas

Kausalitas
Hidup itu harus berefek, begitulah dokter berkata. Karena apa gunanya obat, alat medis dan lainya selain membantu membawa perubahan alias membantu si klien untuk sembuh.
..
Niat untuk berubah itulah fondasi utama agar segmentasi kehidupan menjadi terarah. Seringkali kita berbuat sesuatu tapi tanpa di dasari niat, jadi yg timbul adalah kadataran alias statis. Mari kita coba lihat data ini:
Nonton film motivasi- SERING
Talk show inspiratif- HAMPIR TIAP HARI
Khutbah jumat-Tiap Jumat
Nasihat guru-tiap waktu
Siraman rohani-tiap minggu
Big movie-Tiap kesempatan
Hadir majelisan-tiap pagi siang sore (ky minum obat). hehe
Nasihat orang tua- tanpa di mintapun tiap waktu. hehe

Tapi tak ada perubahan sedikitpun, yg ada malah PEMBANGKANGAN. Makin tua usia makin membangkang, berbeda ketika usia balita dulu.hehe
Ternyata perubahan hidup itu berawal dari stimulus hati yg terdalam dan di buktikan dengan tindakan dlm tekanan budaya dalam lingkungan. Masihkah kita berfikir untuk diam diam dan diam.??
..
Padahal hadits menyebutkan bahwa hidup yang beruntung itu lebih baik dari hari kemarin. Maka marilah berubah seperti ubahnya kepompong jadi kupu2. Tentunya tidak usah menunggu jadi jahat dulu jika ingin bertaubat, jadi baikpun perlu tobat tiap hari.
..
Hidup tidak menuntut untuk berubah secara total dan drastis, tapi hidup memerintahkan untuk berubah sedikit-demi sedikit tentunya kearah KEBAJIKAN.
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...