Langsung ke konten utama
Menjadi Guru Psikolog(is): edisi wayangan.
..
*Oleh Bang Woks
Ketika Hastinapura di pimpin oleh Destharasta sepeninggalan Pandu sekarang kerajaan itu memiliki keturunan besar sebagai pewaris tahta kerajaan. Mereka adalah Pandawa (berasal dari pernikahan pandu dan dewi kunthi (arjuna, bima, yudistira) serta pandu dengan dewi madrim (nakula dan sadewa) dan kurawa 100 (berasal dari pernikahan Destharasta dan dewi gendari (Duryodana, asmatama, durmaganti, dursasana, kartamarma, cintraksa, citraksi sampai dursilawati).
..
Namun Resi bisma dewa brata merasa kebingungan dengan banyaknya putra hastina ini, siapa yg akan menjadi guru bagi mereka. Guru yang akan mendidik mereka menjadi kesatria yg arif dan bijaksana. Akhirnya sang resi meminta wangsit pada Bethara guru dan akhirnya keluar nama begawan Durna sebagai guru dari para pandawa dan kurawa.
..
Pembelajaranpun di mulai. Dua metode yg di ajarkan begawan Durna kepada mereka yaitu metode area luar adu tanding dan area dalam klasikal. Selang beberapa lama timbul masalah ketika begawan durna mengajar terutama pada metode kedua yaitu area dalam klasikal. Pada area luar adu tanding justru para pandawa dan kurawa sangat menikmati proses pembelajaranya di karenakan bersifat dinamis dan mengasyikan apalagi ada permainanya berupa adu pedang dan meniup anak panah. Sedangkan pada metode kedua pandawa sendiri merasa tidak nyaman karena pembelajaran terkesan monoton, di dikte, menjenuhkan, mendengar tanpa menghiraukan muridnya, padahal hawanya panas, ngantuk dan begawan durna membiarkan saja. Semua itu tak di hiraukan sang begawan padahal ia tahu masalahnya.
Tiap hari pada pembelajaran metode dua selalu itu-itu saja sehingga membuat geram para pandawa, mereka seperti di perlakukan tidak adil berbeda dengan kurawa yg ketika di kelaspun mereka merasa asyik karena di selingi dengan rasa aspek psikologis yg di ketahui antara guru murid sedangkan mereka di acuhkanya. Sehingga gumam arjuna" begawan durna katanya mumpuni dan sakti mandraguna, masa melihat psikologis muridnya saja tak mampu, mana khualifikasi yg katanya mampu menembus batin dan suasana? jangan-jangan ini hanya sekedar menggugurkan kewajiban".
..
Arjunapun mengadukan kepada resi Bisma terkait ketidaksukaanya terhadap metode di kelas yg monoton itu yg membuat para pandawa merasa jenuh. Akhirnya resi Bisma bertapa kembali, memohon kembali petunjuk. Kali ini dia di perintahkan menemui Semar Bodronoyo untuk memberi nasihat. Akhirnya sang resi pergi menemui ki semar.
..
Sesampainya di sana sang resi di beri Pesan Ki Semar yg berbunyi "jika kamu menjadi guru, jadilah guru yg mengerti psikologis muridmu, apa mau mereka dan mereka akan taat terhadap kemauanmu jadi ada sosok afektif disitu. jika kamu ingin di hormati maka mencobalah melihat, menerka, menelaah, ketika dirimu memberinya ilmu lihat kondisi mereka. Karena kebanyakan para guru hanya sekedar memberi pemahaman, tanpa memahami dan bahkan kaku dan formal. bukankah tugas kita sebagai guru bukan membuat mereka pintar tapi membuat mereka arif dan bijaksana. tidak usah menunggu mereka menghormatimu jadilah dulu orang yg mengerti orang lain berinovasilah dlm mendidik, jangan monoton. jika itu sudah kau lakukan, niscaya orang akan terkesan kepadamu dan menghormatimu tanpa kau minta dahulu, guru di gugu lan di tiru". Ucap ki semar. Hingga sang resipun pamit "Nggih ki semar pesan tuan akan saya sampaikan kepada begawan durna, mohon pamit hamba".
Sang resi memberi pesan ini pd begawan durna dan akhinya begawan durna sadar apa yg di butuhkan muridnya selama ini. "Guru yg paling berhasil mendidik murid-muridnya adalah guru yg paling inspiratif. Ilmu dari seorang guru inspiratif akan dipahami murid-muridnya sebelum ia menyampaikannya".
..
#Salam_budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...