Langsung ke konten utama
HAUL PONDOK PETA TULUNGAGUNG 2017.
..
Bang Woks
Sejak dua hari kemarin segala bendera dan umbul-umbul berjajar rapi sepanjang jalan. Sekitar beberapa kilo meter dari sepanjang bambu yg tujuanya memberi tanda bahwa di suatu tempat itu akan berlangsung acara yg akbar.
..
Ya benar sekali pada malam senin tepatnya berlangsung acara yg selalu di tunggu jamaah, acara yg selalu di banjiri ribuan jamaah dari berbagai kalangan, dari berbagai kota, dan dari seluruh pelosok Nusantara yaitu acara HAUL pondok PETA utamanya adalah Haul Akbar 2017
المعهد السلوك الطريقة الكبرى
Hadlratus Syaikh Mustaqim bin Husein ke-48
Nyai Hj. Sa'diyah Mustaqim binti H. Rois ke-30
Hadlratus Syaikh Abdul Djalil Mustaqim ke-13.
Dengan salah satu rangkaian acara yaitu pembacaan amalan thoriqoh yg di pimpin langsung oleh Bibarokati Syaikhina wa Mursyidina wa Murobbi Ruuchina Hadlratus Syaikh Charir Muhammad Sholachuddin Al Ayyubi.
..
Pada acara haul kali ini juga alhamdulillah di hadiri oleh para tamu undangan seperti 1) KH. Ma'ruf Amin (Rois Aam PBNU, Ketua Umum MUI Pusat)
2) KH. Mustofa Aqil Siradj (Ketua Umum Majelis Dzikir Hubbul Wathon, Pengasuh PP KHAS Kempek Cirebon)
3) KH. Imam Ma'ruf (Wakil Ketua PCNU Malang)
4) KH. Haidar Muhaiminan Gunardo (Pengasuh Ponpes Kyai Parak Bambung Runcing, Temanggung)
5) KH. Sholeh Qosim (Pengasuh Ponpes Bahauddin, Ngelom, Sepanjang Sidoarjo) juga Gus Ipul (WaGub Jatim).
..
Selain para tamu undangan yg hadir, banyak juga para jamaah dari luar kota Tulungagung yg rela berjubel, berdesak-desak demi hadir pada majelis itu. Mereka tersebar dari jawa barat sampai sumatra. Tujuan mereka ingin bimbingan, ingin sambung nasab, ingin mendapat ilmu dan tentunya keberhakan fi hadzal majlis.
"Mengevaluasi Niat Menakar Ketulusan" begitulah tema pada acara haul kali ini. Memang terkadang niat manusia yg bermacam2 itu harus di evaluasi karena niat adalah kunci setiap amal. Termasuk ketulusan, disana terdapat rasa yg tersembunyi sehingga pantas saja seberapa persen ketulusan kita upayakan dlm hidup ini. Sungguh tema yg sangat mendalam sekali maknanya. Sehingga pantas saja ribuan jamaah membanjiri aloon2 kab. Tulungagung. Walaupun para mursyidnya telah tiada tapi kharismanya masih terpancar teduh dan sejuk menaungi kepada para jamaah. Sesungguhnya Allah menggerakan hati manusia untuk mencintai melalui wasilah para wali-waliNya. Kata pak Purnawan Bukhori (penulis buku Sang Pendekar PETA) mbah yai Jalil pernah dawuh "jangan selalu mengabdi pada sejarah, justru buatlah sejarah sendiri". Allah, Allah, Allah lah hadirkan selalu di hatimu.
..
Hingga pulang saya membeli oleh2 stiker pondok PETA dengan tulisanya yaitu "Disini tidak ada penyesalan yang ada cinta kepada Allah dan Rasulnya di samping mengerti haknya sebagai hamba dan haknya terhadap sesama". Dan akhirnya sayapun pulang dengan sedikit basah karena hujan rahmat turun di malam itu.
..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...