Langsung ke konten utama

MALU AKU JADI ORANG INDONESIA


(Karya Taufik Ismail)
Di negeriku yang didirikan pejuang religius
Kini dikuasai pejabat rakus
Kejahatan bukan kelas maling sawit melainkan permainan lahan duit

Di negeriku yang dulu agamis
Sekarang bercampur liberalis sedikit komunis
Ulama ulama diancam karena tak punya pistol
Yang mengancam tinggal dor
Hukum hukum keadilan tergadai kepentingan politis
Akidah akidah tergadai materialistis
Aku hidup di negara mayoritas beragama Islam
Tapi kami tersudut dan terancam
Telah habis sabarku
Telah habis sabar kami
Pada presiden yang tak solutif
Pada dewan dan majelis yang tak bermufakat
Pada semua bullshit yang menggema saat pemilu
Pada nafsu yang didukung asing dan aseng
Rakyat kelas teri tak berdosa pun digoreng
Kusaksikan keindahan negara yang menegakkan khilafah
Diceritakan hidup mereka sejahtera
Lalu ditanyai dari mana asalku
Kusembunyikan muka
Tak kujawab aku dari Indonesia
Negara yang kini tumbuh benih islamophobia
..
Begitulah penyair taufiq ismail menggambarkan Indonesia saat ini. Menurut pencipta "sajadah panjang" ini mengemukakan bahwa berlaku jujur itu di perlukan dalam rangka membuat sesuatu berdasarkan kenyataan. Kita terkadang membuat narasi tentang indonesia yg permai dan damai namun disisi lain kenyataan itu tidak selalu benar. Jika alamnya sihh boleh ia, namun fenomena manusianya sangat mengkhawatirkan.
..
Saya jadi ingat film etnografi "Bisa Dewek & Ngerogrog wite, murag Uwohe" Karya petani Indramayu berkolaborasi dengan Team antropologi UI. Dalam film itu menjelaskan bahwa masih banyak masyarakat terutama petani belum menemukan konsep namanya SEJAHTERA. Mereka masih berjuang mencukupi keluarga dan negara untuk terus menghasilkan padi di sawah. Kalo tidak ada petani, kita mau makan apa?.
..
Itu baru petani belum unsur penunjang bangsa yg lainya seperti nelayan, buruh, guru dan lainya. Maka dari itu amat berdosalah anda terhadap TUHAN jika terus berupaya memecah belah negeri ini. Sudahlah tidak usah iri terhadap negeri ini, negeri yg sudah di gariskan Tuhan secara multikultural dan damai. Tugas kita sekarang adalah Memperbaiki dan Merawatnya.
..
Maka dari layaklah kita yg masih di berikan akal sehat, fikiran yg cemerlang, mari memberi arti bagi indonesia, khususnya bagi daerah sendiri. Karena bukan kita yg sadar siapa lagi. Saya mencoba mengutip pembina pramuka saya" Jika para pemuda, mahasiswa, manusia sadar, sudah kehilangan kesadaranya untuk membantu mengubah keadaan menjadi baik, maka tunggulah saat kehancuran tiba...."
..
Ada seorang santri berkata"Aku mencintai tempat kiaiku di lahirkan sampai wafatnya (indonesia).
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...