Langsung ke konten utama
Langit Mendung di atas Kampus : telaah pemikiran Prof Dr Komaruddin Hidayat.
..
*Oleh Bang Woks
Siapa yg tak kenal Prof Komar, seorang intelektual Islam, cendekiawan dan juga Rektor UIN Syarifhidayatullah Jakarta. Beliau adalah orang sederhana yg pemikiranya tak sesederhana orangnya. Beliau berasal dari Muntilan, pabelan Magelang Jawa tengah. Latar belakang pendidikan beliau sendiri berasal dari pesantren.
..
Salah satu Kyainya bernama Kyai Hamam Ja'far, yg beliau sendiri sudah menganggap beliau sebagai seorang ayah.
Kyai Hamam Ja'far mengajarkan Prof Komar bahwa manusia punya hak untuk merdeka, untuk hidup. Kyai Hamam menunjukkan semangat dan etos kerja tinggi yang ditunjukkan Nabi ketika hijrah. Prof Komar juga mendapat pesan bahwa prinsip hidup harus seperti air. Kalau menggenang saja, ia akan menjadi sumber penyakit, sementara apabila mengalir, ia akan menjadi bersih.
..
Memang sejak kecil beliau sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga sampai beliau menjadi dosen, beliau terus mengembangkan pemikiranya.
Namun, salah satu kegundahan beliau sampai saat ini adalah soal korupsi. Mengapa hal itu bisa terjadi dan mengapa kejadian itu harus menimpa kebanyakan orang dengan latar belakang kampus alias melek ilmu pengetahuan.? Apakah salah dari pengajaranya, apakah ada kesalahan dari segi epistemloginya atau apakah ini memang benar-benar cara Tuhan memberi pelajaran.?
Padahal sejak kita kecil, sejak kita di madrasah atau di sekolah dasar kita di beri pengajaran bahwa hidup itu harus jujur, ada mata pelajaran akhlak atau budi pekerti, tapi mengapa lagi-lagi sekolah atau kampus yg harus menjadi sasaran utama tempat para mafia tersebut pernah singgah. Sehingga Prof Komar mengistilahkanya dengan istilah "Langit mendung di atas kampus".
..
Sekarang mari kita melihat di layar kaca sudah berapa orang yg terjerat korupsi yg semuanya berlatar belakang akademisi, dari kampus. Kita lihat hasil tangkap tangan KPK sudah berapa banyak orang dengan latar belakang kampus yg sudah masuk Bui, bahkan kampus agama sekalipun dan lebih menyedihkan lagi Ulama, tokoh masyarakat, dan wakil rakyat itu sendiri yg jadi pelakunya. Sedih, miris dan entah harus bagaimana cara untuk menghentikan semua itu.?. Namun kita selalu optimis hal itu bukan sebuah yg mustahil untuk di berantas. Sampai akarnya.
..
Begitulah kejahatan kerah putih. Kejahatan yg rasanya halus bagai sutra namun ketika terkena sutranya sama halnya kena duri-duri yg terbuat dari besi. Sakitnya minta ampun. Jika kita lihat sudah berapa banyak yg terkena korbanya. Itulah bencana laten dari korupsi. Memakan uang rakyat, membunuh secara perlahan. Maka dari itu Prof Komar mengajak kepada kita untuk selalu mawas diri, selalu melihat kebawah (bersyukur) atas apa yg di berikan Tuhan kepada manusia. Keserakahan dan kesewenang-wenangan harus hangus dari muka bumi ini.
..
Benar kata bang Rhoma manusia itu suka silau dengan perkara dunia sehingga beliau menulis dalam syairnya "yg buta mata hatinya, yg tuli kesombonganya, sehingga tiada melihat tanda kebesaran tuhan sehingga tiada mendengar peringatan dari tuhan..celakalah..". Mereka memiliki mata namun buta, mereka memiliki telinga namun tuli. Begitulah. hehe (sy gk pinter nyanyi hahaha)
..
Maka dari itu ajarilah anak-anak kita sejak kecil untuk berperilaku jujur, bermental berani, memiliki kepedulian sosial dan agamis sesuai dengan falsafah kehidupan yg bermartabat. Sehingga mereka dapat di persiapkan untuk memperbaiki mental dari bangsa ini yg semakin hari makin memperihatinkan. Semoga para generasi penerus dapat berjuang meneruskan perjuangan nenek moyangnya yg ramah, arif dan bijaksana.
..
#Salam_budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...