Langsung ke konten utama
KPBS (Kelas Pemikiran Bapak Saya)
..
Bang Woks
Di Indonesia banyak sekali kelas-kelas pemikiran yg sejak kemunculanya sudah di kaji dimana-mana, terutama dunia kampus. Biasanya kajian itu mengkaji pemikiran tokoh, entah itu tokoh Indonesia atau bahkan tokoh dunia. Kajian tentang pemikiran tokoh sudah ada sejak zaman yunani, dan yg paling terkenal adalah plato yg mengkaji kematian sokrates.
..
Tokoh-tokoh dalam Islam pun banyak yg masuk kajian para sarjana barat seperti, AlFarabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lainya. Termasuk tokoh-tokoh pemikir di Indonesia seperti Driyarkara, Nurkholis Majid, dan yg masyur hingga kini adalah KPG (Kelas Pemikiran Gus Dur). Bukan tanpa alasan banyak orang mengkaji pemikiran mereka, dan memang mereka adalah orang2 yg telah berkontribusi untuk mendidik bangsa menuju terhindarnya kecacatan nalar. Pemikiran mereka cenderung futuristik, holistik dan humanis, pantas saja mereka di juluki guru bangsa.
..
Kita juga sering pahami bahwa seorang anak akan cenderung mengikuti jejak psikologis orang yg berada di dekatnya, misalnya anak dan ibunya. Ada istilah yg berkembang dalam tradisi anak-anak yaitu istilah anak mamah dan anak bapak (bisa juga anak opah, anak babeh, anak abah atau anak ebes) dan sebagainya. Mereka akan menjadikan tokoh inspirasinya yg terdekat yg tentunya sering mereka temui di rumah. Intinya sebelum mereka menyebutkan para tokoh pahlawan semu (batman, superman, dan man-man yg lainya). Makanya tak jarang seorang anak menuliskan tokoh atau pahlawan dalam hidupnya adalah"bapak atau ibu". Hal itu dapat kita lacak dari nilai historisnya.
..
Dalam kaitan itu saya cenderung moderat. Saya bisa menjadi anak ibu jika beliau adalah sosok yg tangguh dalam mengarungi kerasnya hidup. Karena wanita yg tangguh adalah inspirasi anak nya yg sedang berjuang. Saya juga bisa menjadi anak bapak ketika pemikiran beliau melampaui zamanya. Bapak cenderung menginspirasi saya terutama dalam hal mengarungi samudra pendidikan. Memang saya sangat paham bahwa bapak bukan tokoh juga bukan guru apalagi pemikir. Beliau adalah sosok sederhana yg bagi saya memiliki pemikiran yg luar biasa. Logika bapak cenderung filosofi sehingga hanya anak-anaknya yg mau berfikirlah yg dapat menerjemahkan apa yg di sampaikan bapak.
..
Jika di uraikan tentang pemikiran beliau, tentunya akan menghasilkan sumber yg tak ada habisnya. Bapak adalah perpustakaan yg saya temui di rumah, beliau juga sosok ilmu yg berjalan. Padahal beliau hanya tamatan SMA. Tapi pemikiranya melebihi mahasiswa.
Setidaknya ada 3 poin yg saya dapatkan dari bapak tentang pemikiranya. pertama, Babul tauhid, beliau adalah sosok yg menekankan bahwa tiada kekuatan yg paling besar dan absolut selain kekuatan Allah swt. Ketika semua semua orang berpaling dari sang khalik justru bapak yg menekankan anak-anaknya untuk memperteguh keyakinanya, the power of believe to god. Kedua, babul ilmi, bapak adalah orang pertama yg memberikan pengertian bahwa knowledge adalah sumber kehidupan. Layaknya sebuah air yg sangat di butuhkan di tengah padang pasir yg gersang. Seperti halnya kemampuan berbahasa karena bahasa adalah kunci membuka peradaban. Maka pantas saja jika mendengar tentang ilmu bapak pasti akan mendukung. Ketiga, babul tawasuth, beliau cenderung memberikan pengertian bahwa hidup itu harus luwes, jangan kaku, apalagi menghadapi masyarakat yg awwam. Saling menghormati dan menghargai harus selalu di junjung tinggi karena bagi bapak bersosial dan beragama itu membutuhkan kearifan. Jika gus dur adalah bapak bangsa, bapak pluralisme maka bapak saya adalah bapak saya, ya cukup bapak saya. Bapak kebijaksanaan. Salam rindu untuk mu pak.
..
Bapak adalah salah satu alasan mengapa saya harus semangat dalam mengarungi samudra kehidupan yg penuh dengan ombak ujian dan rintangan. Do'amu menyertai saya bapak. Izinkan saya meminjam hatimu yg penuh kebijaksanaan.
..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...