Langsung ke konten utama

Si Bule

Kucing, ia adalah salah satu jenis hewan yang ada dalam rumah. Kucing adalah salah satu hewan yang menggemaskan, pantas saja banyak orang yang menyukai dan banyak pula orang yang tidak menyukainya. Nah, di rumah saya kebetulan hanya bapak dan ibu saya saja yang tidak menyukai keberadaan kucing, karena bulu dan juga sering  buang kotoran sembarangan (maka saya sering tertawa....namanya juga hewan, coba kalo punya fikiran pasti dia cari toilet), manusia saja yang punya fikiran masih sering buang hajat sembarangan, apalagi ini, kucing.
Kucing saya ini bernama si Bule. Bule yang kata orang itu julukan buat orang barat yang melancong kenegeri melayu seperti di Indonesia ini. Bagi saya si bule adalah nama yang familiar, karena supaya mempermudah menghafal nama itu. Kenapa nama kucing saya ini Bule, karena bulu halusnya tidak kalah dengan produk luar negeri, makanya halus bulunya seperti sutera samarinda, haaah memang terkesan aneh sih, tapi itu realitas yang di berikan oleh mbah saya, nah kalo saya hanya memfilosofikan saja.
Agak sangat di sayangkan dan membuat saya sedih, karena si Bule sekarang sudah tiada, di kelucuanya sebagai kucing yang tiap hari mewarnai hari-hari saya bermain-main dengan adik dan anak-anak tetangga ia harus cepat mati. Tapi tak apalah mungkin ini pelajaran buat saya bahwa terkadang hewan seperti kucingpun jika sudah akrab dengan manusia, di sayang, di rawat maka ia merasuk kedalam hati sanubari pemiliknya.
Mari hargai sesama, rawat hewan peliharaan kita dengan lemah lembut.
cinyai lingkunganmu dan cintai hewan peliharaanmu sebagai pelajaran hidup yang memanusiakan manusia dan isi dari Alam ciptaan Allah yang Indah ini.
#Salam Budaya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde