Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2020

Resolusi 2021: Sebuah Angan Kecil Untuk Cita yang Besar

        (doc penulis: Gunung Tampomas) Woks Seorang penulis kecil memang punya cara untuk membuat buku catatannya penuh. Salah satunya dengan cara menuliskan resolusi di setiap pergantian tahun. Di sana kita akan melihat kaleidoskop tahun lalu untuk berpacu mewujudkannya di tahun mendatang. Menulis resolusi tak pernah salah. Tulisan itu justru menjadi barometer sebuah angan yang ingin diwujudkan. Walaupun cita-cita tak selamanya mulus setidaknya dengan catatan itu kita tergolong manusia visioner yang punya segenap harapan di tahun mendatang. Minimal buat diri sendiri dan umumnya untuk kebaikan banyak orang. Terwujud atau tidak itu tidak penting, yang penting kita terus mengusahakanya. Di bidang pendidikan kita selalu berharap bisa terus menimba ilmu sampai kapanpun. Harapan untuk mengenyam bangku pendidikan hingga ke strata yang lebih tinggi adalah sebuah cita-cita. Karena hingga hari ini kita masih meyakini bahwa dengan pendidikanlah jiwa kita bisa tercerahkan. Walaupun ha

Camera

Woks Bocah-bocah sebegitu cepatnya dewasa. Mereka selalu nampak digdaya di depan kamera. Setiap saat setiap waktu kamera tak pernah lepas dari wajah. Seolah-olah wajah dan kamera adalah saudara muda yang memberikan apa saja. Wajah yang biasa seolah bisa nampak muda hingga tua. Mereka memang telah gila kamera sepanjang ada momen diambilnya gambar lalu ditambahnya hiasan. Rasanya penuh sesak di sekujur tubuh foto dan kamera memang tiada duanya. Saya tidak bisa membayangkan perkembangan zaman begitu cepat. Bahkan kecepatanya mengalahkan kepul panasnya kopi yang menjadi dingin. Seolah-olah hanya sekejap kemarin sore kita baru akan beranjak dari tempatnya tidur dan kini harus bangun lagi. Mungkin itulah gambaran akhir zaman. Peradaban memang semakin mempercepat kita untuk menua. Salah satu produk teknologi yang selalu digandrungi hingga kini adalah kamera. Baik kamera yang tersemat di gadget atau kamera foto secara umum yang jelas kamera adalah komoditi kedua yang laris manis di

Mata Yang Enak Dipandang

Woks Saya harus menuliskan "mata yang enak dipandang" sebagai sebuah cerpen buah karya Ahmad Tohari. Cerpen dengan judul yang sama dalam sebuah kumpulan cerpen terbitan Gramedia tersebut selalu membuat saya tertarik. Walaupun saya akui belum membaca teks aslinya. Akan tetapi saya memberanikan diri menulis isinya yang saya dapat dari sebuah film dokumenter karya Santosa Amin. Pada film hasil saduran cerpen tersebut sutradara mengemas adegan pemainnya sangat begitu apik. Scane yang sederhana dengan baksound yang sederhana pula mampu menggaet penonton awam seperti saya. Dalam film tersebut pembukaan berawal dari sebuah warung kecil di emperan Jakarta mempertemukan seorang dengan jas hitam, tampak kaya namun ramah dengan pedagang kecil tersebut. Si pedagang nampak heran dengan pembeli tersebut seolah-olah ia pernah mengenalnya tapi entah kapan dan di mana. Akhirnya film pun flash back membawa mereka pada sebuah gelak tawa yang keras. Tarsa si pemuda gondrong dengan y

Warisan Gus Dur: Kertas dan Pena Kehidupan

Woks Gus Dur kepada kang Maman Imanulhaq bahwa kita harus menulis karakter para kiai dan momen-momen penting di pesantren seperti haul. Sebab scripta manent verba volant, tulisan itu abadi, sementara lisan cepat berlalu bersama derai angin. Begitulah salah satu pesan Gus Dur yang selalu saya ingat lewat banyak tulisanya baik di media massa maupun dalam banyak macam judul buku. Tentu kita tahu Gus Dur sebagai orang yang rakus akan bacaan ia juga tak ketinggalan untuk selalu menuliskan apa yang ia dapatkan dari membaca itu. Konon Gus Dur memang sudah berkacamata tebal sejak remaja. KH Bukhori Masyruri sahabat beliau sejak di Tegalrejo sekaligus pencipta lagu Nasyida Ria mengisahkan bahwa bacaan Gus Dur di usia itu sudah bukan kaleng-kaleng. Pada saat itu Gus Dur sudah membaca the Holy Quran , the Satanic Verses karangan Salman Rushdie dan banyak lagi. Mayoritas bacaan tersebut adalah berbahasa asing tentu suatu ketidakumuman bagi santri pada saat itu. Akan tetapi Gus Dur mela

Gus Dur dan Pesantren Berjalan

Woks Gus Dur selain dihina ia juga dipuji karena banyak hal yang mengagumkan dalam dirinya. Warisan Gus Dur terwujud kepada banyak hal terdiri dari semangat, ibadah, pemikiran, laku dan banyak lagi. Selain sebagai seorang ensiklopedis karena saking banyaknya bacaan, Gus Dur juga bisa diterjemahkan sebagai manusia pesantren. Atau lebih tepatnya produk pesantren berjalan. Atau bahkan ada yang menyebut bahwa beliau adalah pesantren itu sendiri. Sebagai manusia multidimensi Gus Dur memang sosok yang lengkap. Hingga tulisan ini terangkai beliaulah kiai sejati. Sebagaimana judul tulisan ini mari kita pelajari secara singkat pesantren dan dunianya. Kita tentu paham bahwa setiap pendirian pesantren selalu menghadapi pil pahit berupa perjuangan. Lebih tepatnya menghadapi kondisi masyarakat dan pastinya ada saja yang membenci. Kehadiran pesantren memang sejak lama selalu tidak diinginkan maka dari itu wajar jika jalan dakwah pesantren selalu berhadapan dengan masyarakat yang belum me

TUNAS Gusdurian Bersemi Merawat Perbedaan

Woks Secara formil saya memang belum tergabung dalam jaringan Gusdurian manapun akan tetapi secara persolan saya mengklaim adalah seorang yang belajar menjadi Gusdurian. Seorang yang bangga hati bisa menjadi santri dari pemikiran besar Gus Dur adalah kebahagiaan tersendiri. Pemikiran yang tentu perlu untuk dilanjutkan eksistensinya tersebut hanya bisa diteruskan lewat kaum muda. Begitulah yang saya rekam dari jaringan Gusdurian di usianya yang ke 10 tahun. Yang jelas usia itu masih terus konsisten merawat pemikiran Gus Dur sejak kewafatnya. Tidak terasa pula kumpulan anak muda pecinta Gus Dur tersebut menyelenggarakan temu Nasional alias TUNAS. Walaupun di tengah pandemi pertemuan terbatas itu tidak terhalangi kecuali fisik sedangkan serangkaian acara telah dilewati dengan sukses. Sejak 7-16 Desember acara TUNAS 2020 dihelat dalam rangka menyongsong Haul Gus Dur yang ke-11. Acara yang bertema "Menggerakan Masyarakat Memperkuat Indonesia" tersebut tentu sangat pent

Ilmu Kantong Bolong Gus Dur dan Fenomena Korupsi yang Masif

Woks Setiap tahun saat haul Gus Dur digelar orang-orang akan mengingat tentang banyak hal yang dapat dipetik sebagai uswah hasanah salah satunya adalah ilmu kantong bolong RMP Sostrokartono (kakak RA Kartini) yang melekat pada diri beliau. Gus Dur baik sebelum atau sesudah jadi presiden memang terkenal mengamalkan ajaran itu entah sejak kapan yang jelas semua itu tidak aneh karena didikan orang tuanya. Ilmu kantong bolong yang Gus Dur aplikasikan adalah sebuah sikap untuk peduli sesama, memberi tanpa pamrih dan menolong tanpa membedakan. RMP Sostrokartono (1932) menuliskan, ilmu kantong bolong nulung pepadane ora nganggo mikir wayah, waduk, kantong yen ono isi lumuntur maring sesami. Artinya untuk membantu seseorang itu tidak melihat waktunya, isinya atau hal-hal lainya. Apa mungkin hanya untuk membantu seseorang bertanya apa agama, kepercayaan, suku, warna kulit, partainya. Yang jelas bagi Gus Dur jika orang berbuat baik maka orang lain tak akan tanya apa agama atau suku

Jalan Berliku itu Bernama Gus Dur

  Woks Suatu saat seseorang bertanya apa yang menarik dari Gus Dur, sampai kapan pula pemikiranya dikaji. Pertanyaan tersebut sebenarnya hanya berlaku bagi mereka yang tidak mengetahui tentang beliau. Bahkan jika sampai tahu mungkin ia sudah seperti Greg Barton si penulis biografi Gus Dur yang bestseller itu. Tidak tanggung-tanggung selama perjumpaanya dengan Gus Dur era 1980an Greg Barton menyimpan banyak rasa kagum kepada sosok yang ia tulis itu. Tidak salah rasa kagum dari pemikiranya itu selalu dikaji oleh banyak orang hingga saat ini. Untuk merawat buah pikiran besar Gus Dur beberapa jaringan Gusdurian berdiri dengan alami dan semangat anak muda muncul di berbagai daerah. Gus Dur sang manusia multidimensi itu memang sangat mengagumkan. Ia adalah anugerah yang telah Tuhan berikan buat bangsa ini. Sosok manusia yang menurut sebagian orang dinilai cacat dan kontroversi di akhir hayatnya justru ditangisi dan dibanjiri rasa kehilangan. Gus Dur memang manusia biasa maka waj

Biblioholic

Woks Sejak kapan aku suka buku bahkan aku tidak tahu. Aku juga tidak tahu doa apa yang dipanjatkan orang tuaku hingga aku dikutuk Tuhan menjadi pecinta buku. Atau bagaimana cara orang tuaku mendidik agar anaknya suka baca buku. Aku sendiri hanya terdiam mematung mereka memang tau caranya agar tau selain: membaca. Aku hanya ingat saat bapak pertama kali memberikan klipingan buletin lawas, koran lama dan beberapa buku kecil serta majalah. Beliau tidak memberikan instruksi apapun kecuali ini ada buku. Sambil menggeletakanya di hadapan mejaku. Lalu saat itulah aku mulai berkenalan membaca walaupun saat ini aku tidak mengklaim sebagai kutu buku. Aku sendiri sebenarnya masih payah soal bacaan apalagi bacaan berbahasa asing. Yang jelas aku hanya ingin ikut seperti para pendahulu ku P Swantoro misalnya yang berideologi "berawal buku berakhir buku". Menjadi pecinta buku memang menyenangkan apalagi sampai mengetahui isi kandungan buku tersebut (biblioholism). Jangan sampai

Buku Googling Iman dan Catatan Kecilnya

Woks Kita sudah menduga sejak berabad-abad silam tentang perkembangan sastra dan karya-karya monumental lainya begitu cepat berubah. Perubahan itu terasa karena corak dan gaya telah banyak dilahap oleh perkembangan zaman. Dulu saat dunia gelap gulita (dark age) dan manusia belum menemukan cahaya (knowledge) pencerahan yang Barat menyebutnya aufklarung . Saat ini dugaan-dugaan itu nampak sudah hadir di depan mata kehidupan terasa begitu instan. Saat surat harus terkirim dengan media kurir manusia atau burung tentu akan butuh waktu lama sampai. Tapi lihat saat ini kecanggihan teknologi menjawab semuanya. Tinggal klik semua beres.  Hukum dunia sudah terlanjur bias di satu sisi berdampak positif di sisi yang lain kita akan menerima dampak negatifnya. Begitulah efek dari perkembangan sains dan teknologi. Ulasan setidaknya berisi kritik dan rekonstruksi pikiran terkait modernitas teknologi bisa kita simak lewat buku Googling Iman ini. Karya pertama dari Sabil ini tentu membuat p

Emak Sang Sufi Penyejuk Hati

Woks Seperti Rendra aku pun memanggilnya Ma, Hai Ma, Mamah dan langsung bertransformasi menjadi emak. Emak atau sebutan apapun itu bagi setiap anak pasti punya kesan mendalam. Sekalipun anak tersebut adalah seorang yang pernah berbuat kriminal, ibu tetaplah ibu. Ia tak akan beranjak sedikit pun hanya demi anaknya. Sampai kapanpun kita juga tetaplah anak dari ibu bahkan seorang Nabi pun adalah anak dari ibu. Maka dari itu dalam sejarah Nabi Isa hanya memiliki Ibu, bukan ayah. Di hari ibu kali ini izinkan aku tuliskan sebuah kesan tentang emakku. Di mana sesungguhnya hari ibu itu esensinya setiap hari. Maka ibu adalah kisah yang tak akan pernah berhenti ditulis, tak akan usai dibaca. Ibu adalah ruang rindu tempat di manapun anak akan menemuinya. Ia adalah sebuah titik di mana anak-anaknya berporos memintakan rindhonya. Doa seorang ibu sampai hari ini masih dipercaya lebih ampuh daripada 1000 wali Qutub. Mari kita mulai ceritanya tentang emak. Menurutku seorang Ibu di manapun

Budaya Literasi sebagai Gerak Juang Pembebasan Pikiran

Woks Membaca bagi Ajip adalah kebutuhan rohani manusia, dan menulis merupakan bentuk implementasinya. Menulis juga tidak lain sebagai kesaksian atas kehidupan manusia dan kemanusiaan. Begitulah pesan sastrawan besar Indonesia Ajip Rosidi yang dicatat oleh Maman S Mahayana sebagai manusia yang multitalenta sekaligus pembelajar sejati. Lalu kita bertanya mengapa harus Ajip Rosidi, lalu apa pula pentingnya berliterasi di zaman modern ini. Setidaknya ada dua hal yang perlu kita urai dalam artikel sederhana ini. Pertama, mengapa sosok Ajip Rosidi perlu kita hadirkan dalam judul tulisan ini karena memang Ajip adalah sosok yang istimewa. Ia adalah sosok yang mendapat gelar honoris causa bukan karena pendidikanya tapi karena ketekunannya dalam berliterasi terutama soal baca tulis dan fokus dalam kegiatan sosial, budaya dan masyarakat. Ajip Rosidi yang kita ketahui tidak tamat SMA itu membuktikan kepada dunia lewat kesukaannya dalam baca tulis akhirnya mencapai puncak karirnya denga

Pendidikan Untuk Orang Tua

Woks Tulisan ini kaitanya dengan mindset lagi. Pantas saja para motivator lebih laku keras tinimbang para pendakwah yang tiap hari bicara agama. Para motivator sangat tahu bahwa audienya rerata memahami masalah di mana banyak mindset mereka yang perlu dibenahi. Pemahaman keliru memang bisa berpotensi berbahaya Ambil contoh tentang pendidikan mayoritas orang tua selalu merasa bahwa pendidikan hanya berlaku pada anak. Sehingga saat mereka dewasa mindset keliru itu terus diwariskan. Betapa tidak saat ini belajar hanya dimaknai sebagai pendidikan formal di dalam sekolah, dan kelas. Sehingga saat mereka lulus proses belajar mandeg atau bahkan sesekali mati suri itupun jika ada yang mengingatkan. Aneh memang jika pendidikan harus berhenti saat orang telah dewasa. Padahal jati diri pendidikan terus dinamis karena sejatinya manusia adalah sang pembelajar. Jika sistem pendidikan yang kita pahami sebagai sekolah formal bisa sangat mungkin berakhir seiring kelulusan atau ijazah. Tapi

Obituari: Pak Maulani Sang Pekerja Keras

Woks Aku memang tidak terlalu intens berinteraksi dengan beliau akan tetapi sekilas dari pertemuan singkat itu aku bisa belajar dari beliau. Seorang bapak yang memiliki anak banyak tapi tetap gigih berjuang bekerja keras. Bahkan aku selalu ingat syair lagu Ayah dari Ebiet G Ade " //kau nampak tua dan lelah keringat mengucur deras namun kau tetap tabah // keriput tulang pipi mu gambaran perjuangan. Syair lagu itu percis seperti penggambaran beliau orang yang tubuhnya kecil tapi pekerja keras. Yang aku tau beliau sejak siang hingga malam selalu rutin berjualan bakpao. Dengan gerobak seadaanya beliau kayuh terus menyusuri sepanjang jalan. Entah kemana pergi yang jelas mencari nafkah adalah kewajiban lelaki. Mencari nafkah untuk keluarga adalah bagian dari jihad. Beliau adalah sosok yang bertanggungjawab sekalipun bekerja seadanya dengan hasil pas-pasan tapi beliau lakukan dengan penuh semangat. Saat beliau masih hidup ketika aku main ke rumah putranya Yahya, aku sering be

Menimba Inspirasi dari Para Alumni(Catatan dalam rangka Milad ForMaSi ke-9)

Woks Orang-orang datang dengan membawa kerendahan hati masing-masing. Mereka masih mengindahkan para generasi baru dengan suka cita. Memberikan banyak hal kepada mereka tentang cinta, cita dan segenap cerita. Atau lebih tepatnya kisah tentang sesuatu yang telah lalu namun masih relevan sepanjang zaman. Mereka belajar dari pengalaman masa silam. Seperti anak panah semakin kebelakang maka akan semakin melesat ke depan. Begitulah kiranya saat kami bisa hadir dalam acara Inspiring and Leadership Talk yang diselenggarakan dalam rangka Milad ForMaSi ke-9. Walaupun dunia masih dibuat resah dengan pandemi tapi acara ini tetap dilangsungkan dengan virtual. Acara yang menggugah selera itu diawali dengan bincang sejarah dan literasi menghadirikan Mba Inari, Mba Ummi, Mba Dewi M, Mas Yusup, Mba Nailil dan Mas Jaza'. Mereka bicara hangat seputar proses kreatif menulis dan betapa pentingnya menulis. Seperti mayoritas narasumber mereka bicara bahwa menulis adalah upaya untuk menempa

Melihat Kerapuhan Mindset Bekerja

Woks Seorang kawan datang kepadaku perihal adiknya yang tak kunjung mendapat pekerjaan padahal ia baru saja lulus dari sekolah kejuruan favorit di desanya. Tanpa panjang lebar aku pun menyampaikan bahwa tidak hanya anak SMA/SMK, anak yang baru selesai kuliah pun kesulitan untuk cari kerja. Keadaan yang serba sulit tersebut memang dirasakan tidak hanya mereka para angkatan muda kerja para buruh yang sudah lama bekerja pun masih merasakan kecemasan terhadap masa depanya. Bekerja dan memiliki pekerjaan memang sangat penting terutama dalam rangka memutar roda ekonomi keluarga. Tanpa pekerjaan berarti seseorang menjadi nganggur dan pasif. Dampaknya tentu sangat banyak selain beban mental psikologis tentu ada bahaya lain seperti meningkatnya kriminalitas dan bunuh diri. Menurut catatan Badan Pusat Statistik di tahun 2019 ada sekitar 2,24 juta orang yang mencari kerja. Usia tersebut terdiri dari usia produktif kisaran 19-40 tahun. Angka yang besar tersebut tentu harus diimbangi de

Melihat Fenomena Korupsi dari Kacamata Psikologi

   (JP: Berita seputar mentri yang korupsi) Woks Rakyat sepertinya tak akan pernah bosan atau lebih tepatnya muak. Bagaimana tidak, sampai hari ini rakyat selalu disuguhi berita tertangkapnya pejabat karena karena kasus suap atau korupsi. Pejabat yang seharusnya mewakili rakyat itu justru terkena OTT baik secara langsung atau melalui surat panggilan. Rasanya miris pejabat dari kelas teri sampai kelas kakap semua hampir merasakan stempel koruptor karena perbuatanya yang merugikan negara. Disadari atau tidak mereka adalah pejabat publik yang seharusnya mengayomi rakyat malah justru menyengsarakan rakyat. Saya tidak perlu membuat list siapa saja para pejabat yang terlibat kasus penggelapan uang rakyat itu. Yang jelas sebagai pejabat yang dipercaya rakyat mengapa mereka setega itu mengkhianati amanahnya. Apa salahnya rakyat kepada mereka sehingga harus ada pembelasan seperti itu. Apakah tidak sadar bahwa mereka pun berasal dari rakyat. Sehingga tak aneh jika slogan demokrasi be

Fragmen Sandiwara: Kritik Sosial dalam Lagu Ugal-ugalan

            (Sebuah kesenian sandiwara) Woks Menyelami kebudayaan Pantura khususnya sandiwara memang sangat menarik. Apalagi setelah wafatnya para maestro dalam kesenian tarling atau sandiwara yang telah berjasa dalam menciptakan lagu-lagu khas Cirebonan atau Dermayonan itu. Nama seperti Jayana, Uci Sanusi, H. Abdul Adjib, Hj Dariyah, Yoyo Suwaryo, Iti S, Uun Kurniasih tentu sangat populer dalam mengembangkan budaya Pantura tersebut. Mereka di antaranya telah banyak mencipta dan melantunkan lagu-lagu tarling yang ternyata banyak mengandung petuah, pepeling atau pesan moral. Dalam setiap pagelaran sandiwara misalnya kita akan disuguhkan satu tarian namanya Serimpi. Tarian tersebut merupakan pembuka dalam sebuah pentas sandiwara yang juga akan membawa lakon. Setelah itu kita akan mendengar satu lagu dengan judul Kidung Kiser. Saya belum menemukan siapa pencipta kidung kiser yang jelas redaksi lain menyebutkan bahwa di Jogja/Magelang Mbah Maridjan sering menggunakan kidung Ka