Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2021

Dari Buku Amalan ke Buku Bacaan

Woks Tradisi masyarakat kita tentang berdo'a memang sangat unik salah satunya melalui rutinan yasin tahlil. Rutinan yang biasanya malam hari diisi oleh bapak-bapak dan siang hari oleh ibu-ibu tersebut memang telah mengakar kuat bahkan sampai mencirikan kalangan santri. Setiap ada orang meninggal dapat dipastikan tradisi amaliyah tersebut tak terlewatkan utamanya dengan buku yasin. Orang bahkan meyakini bahwa arwah yang tidak dibacakan do'a sejatinya akan membawa ketidaktenangan. Maka dari itu tradisi ini seolah menjadi hal yang wajib ada di masyarakat terutama kultur Nahdliyyin . Beberapa kali bahkan sering teman-teman digoda bahwa jika tak sempat menulis buku minimal ia akan ditulis dalam buku yasin. Tapi sangat disayangkan buku yasin hanya terdiri atas rangkaian amalan dan do'a. Di sana masih belum termuat manaqib singkat orang yang meninggal tersebut. Sehingga orang lain hanya melihat foto dan keterangan tanggal lahir dan wafatnya saja. Coba jika direnungi setiap buku am

Bersahabat dengan Waktu

Woks Soal waktu sejak lama kita selalu kesulitan dalam mengaturnya. Waktu ibarat anak kecil yang tak bisa diatur sedangkan kita selalu nampak tak berdaya dibuatnya. Lantas bagaimana cara agar berdamai dengan waktu. Saking sulitnya berkawan dengan waktu sampai-sampai seorang teman curhat agar waktu hidupnya lebih bermakna. Seorang teman tersebut masih menganggap bahwa waktunya masih belum maksimal. Waktunya selama ini hanya digunakan untuk keperluan pribadi seperti ibadah mahdoh, ngajar ngaji dan nderes al Qur'an. Ia ingin meminta saran agar waktunya berkualitas dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Sebenarnya ia sendiri sudah mencoba untuk belajar wirausaha dan beternak kambing bersama pamannya. Akan tetapi ia masih merasa belum menemukan makna yang jelas. Waktu memang perkara penting yang harus diperhatikan secara maksimal. Jika hidup hanya sekadar bermalas-malasan maka bersiaplah digilasnya. Sungguh banyak para arif yang berpesan betapa pentingnya waktu, Sayyidina Ali Karramallah

Literasi Digital: Belajar Membuat Reportase

Woks Persoalan membuat caption atau merangkai kata memang tak semudah yang dibayangkan. Atau untuk tidak menyebut rumit jika seseorang mau belajar. Misalnya jika dalam sebuah instansi mengharuskan karyawannya membuat reportase apakah semua orang mampu? sangat mampu jika mau memulainya dari sekarang. Di tengah digitalisasi yang masif tentu kemampuan membuat reportase sangatlah penting. Karena tulisan berita bagaimanapun adalah jejak digital yang esok hari pasti menjadi catatan sejarah. Sebenarnya pentingnya rekam jejak tersebut tentu sejalan dengan program atau visi lembaga tersebut. Jika lembaga memiliki minat terhadap literasi dalam hal ini digital tentu kegiatan membuat reportase menjadi penting. Sebab tidak semua lembaga memiliki visi misi menjadi lembaga yang peduli akan sejarah yang pernah dilalui. Apa sih reportase itu? reportase adalah sebuah tulisan yang mengabarkan sebuah peristiwa baik secara langsung atau siaran tunda. Orang yang mengabarkan informasi tersebut disebut report

Menggagas Agen Kebaikan

Woks Terlintas dalam hati banyak di antara para filantropi yang membutuhkan bantuan untuk mendistribusikan kebaikanya. Maka dari itu saya terbersit untuk membuat agen kebaikan. Tujuanya sederhana yaitu membantu terdistribusikanya kebaikan tersebut. Setiap orang barangkali ingin berderma akan tetapi tidak punya waktu untuk menyampaikan kepada objek penerima sehingga perlulah pihak ketiga untuk menjembatani hal itu. Maka dari sanalah saya ingin menjadi owner agen kebaikan. Lebih tepatnya sebuah komunitas yang bergerak di bidang jasa antar kebaikan. Lalu siapa anggotanya? sementara saya kelola sendiri. Teknisnya sederhana orang yang ingin berbagi kebaikan bisa menghubungi kami melalui pesan WA setelah itu kami akan meluncur dan langsung menyalurkan kebaikan tersebut. Jika berupa barang seperti makanan, pakaian, obat-obatan atau lainya tentu kami sudah siapkan segala sesuatunya meliputi pencatatan, penghimpunan dan objek sasaran. Jika kebaikan tersebut dalam bentuk uang atau misalnya hewa

Menakar Kembali Arti Sebuah Pengorbanan

Woks Beberapa hari dalam sebuah diskusi kecil seorang teman bertanya bagaimana bangsa Indonesia dapat melahirkan kembali pahlawan. Apakah masih mungkin terjadi. Rasanya pertanyaan tersebut sukar untuk dijawab akan tetapi sebenarnya ada yang sederhana yaitu siapa saja bisa jadi pahlawan. Salah satu syarat menjadi pahlawan adalah ketulusan akan pengorbanan. Begitulah kiranya bahwa dengan berkorban seseorang bisa menjadi pahlawan. Tentu untuk berkorban sangatlah tidak mudah. Seseorang perlu berjuang melewati segala hal yang pahit dan tak mengenakan. Jika orang dulu demi kemerdekaan harus berkorban bertukar darah dan nyawa. Jika saat ini tantangannya sudah berbeda yaitu berkorban melawan waktu dan kesempatan. Jadi apakah seseorang mau berkorban dengan waktu yang justru tidak menguntungkan bagi dirinya. Bicara pengorbanan bolehlah kita simak kisah Azkanio Nicola Corbuzier atau Azka. Ia adalah anak pesohor Dedy Corbuzier (dulu Magician) yang rela mengcovidkan diri demi bisa merawat ayahnya y

Mengajari Anak Berdo'a

Woks Suatu pagi ketika awal kelas dimulai anak bergegas masuk rungan untuk melaksanakan do'a bersama. Seorang guru kecil tak lupa sudah di depan kelas seraya mengintruksikan agar tenang karena do'a sebagai kegiatan pembuka akan segera dimulai. Mari kita berdo'a bersama pinta sang guru kepada para siswa. Ternyata permintaan sang guru tidak digubris oleh siswa. Mereka terdiam dan seolah tidak ingin dengan kehadiran sang guru tersebut. Ketika ditanya mengapa sikap mereka menjadi dingin secara kolektif. Ternyata faktornya adalah karena mereka hanya ingin belajar dengan wali kelasnya, selanjutnya mereka juga merasa tidak perlu nurut dengan guru muda yang nampak masih baru itu. Lalu singkatnya sang guru tersebut tak kehabisan akal. Ia masih tetap berdiri tegap sambil tersenyum dan percaya diri bahwa semua ini memang perlu proses. Anak-anak hanya perlu beradaptasi dengan kondisi baru apalagi gurunya yang begitu asing bagi mereka. Lalu sang guru tersebut memberi instruksi jika tida

Menikah dan Kematian

Woks Beberapa orang teman terdekat nampak begitu gelisah menghadapi masa depan apalagi jika dihadapkan dengan topik menikah. Orang tersebut begitu khawatir jika nanti tidak bekerja, tidak menikah bisa jadi ia dianggap perjaka tua atau bahkan gagal hidup. Setelah aku telusuri ternyata dia bukan santri yang percaya kiainya. Ia hanya santri biasa yang kebetulan pernah mondok lalu keluar dan bekerja. Kini hidupnya tragis ia selalu dirundung kegalauan karena baru saja ditinggal nikah oleh pacarnya. Mendengar kisah tersebut tentu aku merasa risih apalagi ketika melihat status nya yang ia curahkan di media sosial. Dampaknya adalah notifikasi medsosnya tersebar ke segala arah. Anda pasti tahu isinya hanya keluhan, kerapuhan, ketidakyakinan, dan seolah tak percaya takdir. Bagi ku jika pun kita kekurangan semua orang adalah sama yang membedakan hanyalah takwanya. Kegalauan yang berlarut-larut seharusnya tidak boleh dibiarkan apalagi sampai orang lain mengetahui. Apakah sudah tidak ada hal privat

Dialog Do'a dan Harapannya

Woks Ketika seseorang duduk dalam khusyuknya berdzikir tak terasa putaran tasbih terhenti dan membuat orang itu tertidur. Tetiba dalam lelapnya tidur sepotong do'a terbang dari langit mendekat lantas berkata, "aku datang kepada mu menyampaikan sebuah pesan rindu". Lalu orang itu bertanya, "rindu dari siapa engkau?". Kata si do'a itu menjawab, " ini rindu dari seseorang yang telah lama menyukaimu". Suara kokok ayam dan adzan silih berganti saling bersahutan. Orang itu pun bangun dengan pandangan yang tajam. Sambil membawa setumpuk pertanyaan do'a siapa semalam sehingga membuatnya penasaran. Katanya do'a semacam itu sering ia jumpai dan berbagaimacam jenisnya. Terutama do'a dari orang tua begitu terasa sekali. Ia hanya tahu arti dari do'a itu ketika dulu ustadznya sering bercerita perihal kejadian yang sama baik itu do'a orang tua maupun lainya. Kata sang ustadz kejadian mimpi dan do'a memang tidak bisa dielakan. Barangkali it

Kisah Sepotong Koran

Woks Dalam sebuah acara Webinar Literasi, Gola Gong pernah berkisah dulu ada seorang Pak Haji di Jakarta yang sering memergokinya sedang membaca koran. Kata Pak Haji dengan polosnya berkata, "buat apa baca koran, apalagi banyak ngabisin duit aja loe. Mending buat makan, coba aja jika satu koran harganya 6000 ribu kalau satu bulan udah berapa?". Lalu dengan entengnya Gola Gong pun menimpali, "santai Pak Haji ini gak bakal rugi kok, bahkan nanti saya tidak hanya beli nasi tapi beli sekalian sama wartegnya". Pak Haji pun menyergah, "ahh yang bener loe dari baca koran bisa beli warteg?". "Beneran Pak Haji", jawab Gola Gong singkat. Barangkali demikian sekelumit kisah seorang penulis besar sekaliber Gola Gong yang punya kisah dengan lembaran koran dan kini ia menjadi salah satu orang yang mendapat berkahnya dari membaca koran. Kata Gola Gong begitulah masyarakat kita yang masih memprioritaskan isi perut ketimbang isi kepala (pikiran). Jadi tidak heran

Sebuah Puisi Kecil

Woks Semoga kita lelah untuk berucap belasungkawa Kata yang tidak ingin cepat untuk diucapkan selain ikhlas karena rindu Kematian di tengah pandemi memang seperti bayangan tiap hari begitu dekat Bayangan itu tak akan sirna sekalipun di makan gelap Ia akan menuju kepada sang maha cahaya Tapi jika sudah waktunya tiba jangan kau sesali Kita perlu belajar pada Rumi untuk menari Kita perlu belajar pada Didi kempot untuk dijogeti Karena semua hal dalam hidup punya siklus Ada awal dan akhir ada hidup dan mati kecuali Dia sang maha Kekal Sejak dulu kematian memang menakutkan padahal tidak demikian Justru kehidupan adalah hal yang menemui kematian tapi nyatanya kita sudah jauh keliru Kita memang perlu belajar mati sakjroning urip Srigading, 21/8/21 Sudah lewat tengah malam pertemanan makin begitu asyik Kopi dan rokok barangkali jadi penopangnya Orang-orang ngobrol ngalor ngidul tak tau arah Pembahasan syarat istilah bergema ke segala arah Barangkali begitulah hiburan masyarakat Sesekali diselin

Memerdekakan Diri Sendiri

Woks Pernahkah kita bertanya mengapa langit tidak menurunkan pahlawan sebagaimana dulu mereka hidup di zaman penjajah. Manusia heroik, pantang mundur dan pastinya berani mati. Orang-orang yang rela dan ikhlas berlaga di medan perang demi cita-cita merdeka. Rasanya memang demikian bahwa pahlawan sudah tidak lagi diturunkan akan tetapi sikapnya masih membumi. Sikap kepahlawanan akan selalu hidup selama orang mau belajar. Kepahlawanan bukan soal angkat senjata melainkan bersikap jujur dan sukarela dalam membantu orang lain, menebar manfaat serta rela berkorban. Sebenarnya sikap kepahlawanan itu sangat mudah akan tetapi sangat sulit jika hanya sekadar jargon. Barangkali seseorang memang terlalu berespektasi tinggi tentang pahlawan. Lebih-lebih seorang anak yang terkonstruk bahwa pahlawan adalah mereka yang memiliki kekuatan super dan suka menolong. Padahal arti pahlawan sederhana saja bisa jadi di antara kita adalah pahlawan minimal bagi keluarga sendiri. Istilah Jawa mikul dhuwur mendem j

Kemerdekaan yang Disalahartikan

Woks Beberapa anak muda ketika kami tanya tentang arti kemerdekaan mereka menjawab dengan lantang, merdeka adalah bebas untuk melakukan segalanya. Kemerdekaan bagi mereka adalah perilaku semau gue tanpa gangguan dari orang lain. Puncaknya merdeka bagi mereka adalah hak untuk mengekspresikan diri sebebas-bebasnya. Orang lain tidak boleh ikut campur sedikit pun termasuk norma sosial dan agama. Bagi saya arti kemerdekaan yang demikian adalah kebablasan. Alasan kemerdekaan tersebut tentu telah menyimpang dari rel yang selama ini telah diraih dan dipahami. Merdeka ketika dulu melawan penjajah berarti mampu keluar dari tekanan kesewenang-wenangan, ketidakadilan, diskriminasi, dan kebiadaban. Akan tetapi seiring berjalannya waktu merdeka bisa dimaknai dengan lebih luas. Merdeka memiliki arti yang dinamis dan tentunya berkualitas. Bung Hatta misalnya mengatakan bahwa kemerdekaan bukan akhir justru itu adalah awal mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat. Senada dengan itu, Bung Karno pun men

Kemerdekaan tentang Mengenal Diri Sendiri

Woks Sebenarnya saya kurang setuju jika kemerdekaan selalu diidentikkan dengan menguasai zaman berdasar teknologi. Sampai-sampai ada jargon dengan teknologi bisa menjadi kuasa. Pernyataan tersebut sebenarnya berkamuflase. Ia sebenarnya mengandung bisa yang lagi-lagi hanya soal kekuasaan dan ekonomi. Apalagi yang pernah diwacanakan di negeri ini misalnya proyek Silicon Valley atau bukit Algoritma di Sukabumi, Geopark Komodo di Pulau Rinca ingga kampung IT dan lainya. Bukankah Jepang bangun dari tidur setelah terpuruk pasca bom atom karena justru memegang erat budayanya. Walaupun banyak juga yang timpang tapi mereka membuktikan dalam waktu singkat bisa bangkit dan menjadi negara maju. Saya rasa Indonesia perlu berkaca untuk mengenal dirinya sendiri. Tema mengenal diri sendiri tentu menarik untuk dihayati. Dalam konteks manusia sebagaimana individu misalnya perlu terus introspeksi karena selama ini seseorang lebih mengenal orang lain atau bahkan lebih peduli urusan orang ketimbang diri

Kemerdekaan Indonesia Kemerdekaan Penulis

Woks "Barangkali peperangan adalah pelajaran terbaik buat umat manusia". - Nietzsche. Sejak dulu tanah air memang sangat penting, bagaimana manusia bisa hidup damai jika tanah air pun tak punya. Tapi apalah artinya tanah air jika lepas tak dipertahankan mati-matian sebab serbuan penjajah. Karena ia sejatinya rumah tempat bernaung, bercita-cita dan kembali. Kini sudah 76 tahun kita merdeka tapi seperti Nietzsche bilang orang-orang telah diberi pelajaran lewat perang yang menukar nyawa dan menggenang darah. Saat ini perang fisik (qital) rasanya sudah tidak ada kecuali masih terasa di beberapa negara seperti Timur tengah terutama Palestina. Maka perlulah memakai kemerdekaan seperti apa yang hendak dicapai. Setiap tahun jika tiba momen kemerdekaan rasanya ingin larut dalam tangis dan air mata. Hakikat dan pesan kemerdekaan memang begitu mengalir dalam darah bahwa sesekali selalu sesegukan karena tak kuasa mendengar lantunan hymne syukur, lagu Indonesia raya, melihat para veteran

Merapal Zaman dalam Rangka Menyambut Hari Kemerdekaan RI ke-76

Woks Apakah kita benar-benar merdeka. Begitulah pernyataan yang sejak dulu sulit diurai. Kita bisa saja merdeka secara fakta sejarah tapi secara hakikat manusia selalu terbelenggu dengan banyak hal. Dewasa ini bangsa kita selalu berhadapan dengan hutang negara, antek asing, kemiskinan, kebodohan, korupsi, teknologi, kuasa ekonomi dan banyak hal lainya yang masih menjerat kita. Apakah jika melihat fakta tersebut kita sudah merdeka. Rasanya belum. Hidup memang tak kenal batas akhir. Di sanalah kita akan terus berkobar berkorban di medan juang. Kemerdekaan belum benar-benar diraih. 76 tahun merupakan usia yang tidak muda lagi. Padahal bangsa ini sudah berpengalaman dalam menghadapi kondisi kritis. Akan tetapi kita masih kesulitan untuk menerka bagaimana keluar dari zona nyaman. Zaman silih berganti dan tentunya masih diperlukan serangkaian strategi dalam menghadapinya. Dunia kini sudah berbeda jika dulu petani bisa berdaya dengan tanah garapanya kini belum tentu karena bisa jadi tanah bis

Pod-Writes bersama M. Saifullah Huda: Menggali Inspirasi dari Negeri Jepang

Pod-writes kali ini edisi spesial dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2021. Alhamdulillah kita kedatangan tamu seorang pekerja tangguh dan menginspirasi. Beliau adalah tukang sound alias Wedding Organizer (WO) tapi suka belajar bahasa Jepang. Selain sebagai tukang sound beliau juga pekerja di salah satu koperasi milik PTPN dan pastinya suka ngopi. Mari kita simak perbincangan seru kami dan Mas Muhammad Saifullah Huda. Jurnalis TWI : Mengapa anda berminat ke Jepang? tidak negara lain misalnya Amerika atau Arab. Mas Huda : Tentu ini jawabanya subjektif ya, sebab beda kepala beda pula isinya, trus rasa juga menentukan. Bagi saya Jepang itu istimewa terutama saya berminat di budayanya, teknologi pertanianya maju, iklimnya, animenya pokok banyak hal yang ingin saya pelajari di sana. Jurnalis TWI : Siapa orang yang mempengaruhi sampean sehingga memiliki minat ke Jepang? Mas Huda : Ya, sebenarnya tidak ada cuma saya pingin saja. Sepertinya tiba-tiba muncul, akan tetapi bis

Sebuah Puisi Kecil

Woks Kawan, Tahun baru segera tiba Baru saja kita bersua kini harus berpisah Percis seperti kopi malam itu, sekali sruput dingin lah sudah Kawan, Aku tak pernah bersedih sebab dunia memang begini adanya Aku hanya bersedih jika perpisahan justru membutakan engkau dari mengingat ku Kawan, Masihkah debu jalanan menutupi kisah kita Kisah di mana buku kecil bersaksi atas sebuah janji untuk sukses bersama Kawan, Maafkan aku yang tak mampu membangunkanmu Aku hanya mampu bersedih di atas nisan mu Hanya doa-doa sederhana ku panjatkan buat mu percis di malam tahun baru ini Kawan, Akan ku ingat pesan mu bahwa kau boleh menangis jika air mata adalah puisi Kau boleh merindu jika kenangan telah menjadi nafas: hening Srigading, ١ محرم ١٤٤٣

Catatan Kopdar 7 SPK Pusat dan Webnas Literasi: Sebuah Sudut Pandang

Woks Secara pribadi tidak sulit untuk mengatakan saya sangat bahagia bisa mengikuti Kopdar SPK ke-7 sekaligus Webinar tentang literasi. Selain acaranya gratis sebagai anggota SPK Tulungagung tentu sekaligus haru karena mendapat apresiasi sebagai anggota teraktif. Saya sendiri tidak pernah membayangkan demikian, yang dibayangkan hanya menulis dan menulis itupun karena terlalu banyak waktu luang. Apresiasi tersebut tentu saya jadikan lokomotif semangat untuk terus menjaga konsistensi. Sejak dulu proses menggapai itu mudah yang sulit adalah mempertahankannya. Bagi saya semua hal ini bukanlah perlombaan tapi lebih dari ingin menyuguhkan sesuatu yang bermanfaat. Selanjutnya setiap mengikuti acara saya punya kewajiban untuk menuliskanya terlepas itu penting atau tidak. Bagi saya menulis adalah tiket atas anugerah waktu dan pengetahuan yang tidak cuma-cuma. Barangkali menulis adalah salah satu cara membayarnya. Saya kadang berpikir orang-orang besar, para tokoh yang ada dalam acara webinar te

Menulis dan Orientasi Pikiran ala Gol A Gong

Woks Saya terkejut ketika satu room bersama Om Gol A Gong dalam acara webinar SPK pada 7 Agustus 2021 kemarin. Pasalnya saya sering membaca tulisan beliau dan tapi belum pernah bertemu dengan orangnya. Sejak SD tentu nama beliau dan "Balada Si Roy" selalu muncul sebagai pertanyaan saat ujian tiba. Ternyata di alam nyata Om Gol A Gong begitu enerjik dan menarik. Saya tentu terkesan dan merasa beruntung bisa mengikuti pemaparan beliau dalam menebar spirit literasi. Saya mengenal beliau justru lewat buku Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara (2012) yaitu buku yang memaparkan road show beliau bersama sahabat Agus M. Irkham mengunjungi Taman Baca Masyarakat (TBM) di berbagai daerah di Indonesia. Lewat buku itulah saya tahu bahwa Om Gol A Gong sangatlah memiliki visi misi yang kuat. Tidak salah jika sampai periode 2025 beliau didapuk sebagai Duta Baca Nasional menggantikan Najwa Shihab. Salah satu hal yang menarik dari beliau tentu pribadi yang asyik, visi misi literasi y

Guyon Prof. Mulyadhi Kepada Gus Dur tentang Penerjemah

Woks Dalam sebuah acara webinar literasi yang diselenggarakan Sahabat Pena Kita (SPK Pusat) dan Ikatan Guru Indonesia (IGI), Prof. Mulyadhi Kartanegara Guru Besar UIN Jakarta didaulat sebagai salah satu pembicara. Beliau berkisah banyak hal mengenai dunia kepenulisan hingga sampai pada tema bagaimana beliau bisa berdaya secara ekonomi lewat dunia menulis. Ternyata selain menulis beliau juga banyak menerjemahkan buku berbahasa Arab Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Salah satu hal menarik pernah beliau ceritakan yaitu ketika Cak Nur (Nurcholish Madjid), Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) dan Prof Mulyadhi ketika di Paramadina. Beliau bertanya pada Gus Dur tentang buku the Venture of Islam (2002) yang legendaris itu. Buku karya Marshall GS Hodgson ditanyakan Prof. Mulyadhi kepada Gus Dur. " Gus itu di bawa-bawa bukunya emang sudah khatam ?", tanya Prof Mul. " Mboh yo, kok angel ", jawab Gus Dur santai. Dari sanalah salah satu peristiwa di mana Prof Mulyadhi juga aktif m

Transendensi Menulis ala Prof. Mulyadhi Kartanegara

Woks Mendengar nama Prof. Mulyadhi tentu tidak asing, Guru Besar UIN Jakarta tersebut memang sosok yang piawai menulis. Saya kadang berpikir apa semua guru besar berlaku demikian pandai menulis, memberi gagasan, cakap bicara, kaya pengetahuan dan lainya. Tapi sepertinya demikian guru besar memang beda dengan sekadar dosen biasa. Mereka selalu punya karakter istimewa dan pastinya punya jalan sunyinya tersendiri. Sebagai seorang penulis tentu beliau mampu menulis yang ilmiah dan orisinil. Tulisan tersebut beliau mampu hasilkan dari mana saja termasuk saat mengajar pun bisa jadi bahan inspirasi. Tujuan beliau menulis tentu sederhana yaitu ingin mengabadikan hidup seperti Plato. Bisa dibayangkan Plato murid Socrates itu hidup sekitar 427 sebelum masehi tapi masih terasa hidup hingga kini karena ia menulis. Lewat tulisan itulah orang mengenal Plato walaupun manusianya telah tiada. Salah satu tujuan menulis lainya yaitu menyampaikan kebenaran, menunjukkan jalan kehidupan dan menaklukkan wakt

Catatan Kopdar 7 SPK Pusat dan Webnas Literasi

Woks Kopdar SPK ke-7 ini benar-benar luar biasa dan memang tidak biasa. Kali ini SPK atau komunitas menulis Sahabat Pena Kita bekerja sama dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengadakan kopi daring (Kopdar) meminjam istilah Dr. Ngainun Naim. Acara tersebut menghadirkan pembicara Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara (Guru Besar UIN Jakarta) dan Gol A Gong atau Hendra Hendriana Haris pendiri Rumah Dunia yang sekaligus Duta Baca Nasional periode 2021-2025 . Kesempatan pertama sesepuh sekaligus pembina SPK Prof. Dr. KH. Imam Suprayogo memberikan sambutan bahwa menulis itu harus pakai hati karena dengan hati seseorang akan mudah menjelajah ke alam pikiran. Berbeda dengan hanya mengandalkan pikiran seseorang bisa mudah stres dan stug karena memikirkan banyak hal. Penulis juga harus siap dibaca, dikomentari dan dikritik oleh orang lain. Maka karena komunitas menulis yang mengatasnamakan sahabat harusnya kritik dan masukan jangan dianggap hal yang negatif justru itu cara bahwa komentator ingin berd

Bendera Putih dan Tulisan Yang Tak Selesai

Woks Beberapa hari mendengar kabar berita di beberapa tempat ada orang yang mengibarkan bendera putih. Anda pasti tahu arti bahwa bendera putih merupakan lambang suci dan simbol kepasrahan. Berarti orang yang mengibarkan bendera putih bermakna ia telah menyerah terhadap keadaan. Dampak pandemi memang nampak mencekam bagi sebagian kalangan utamanya di sektor ekonomi yang terkena imbas peraturan PPKM. Jika anda sering menonton serial kartun Tom and Jerry biasanya ada scane si kucing Tom mengibarkan bendera putih karena mengakui kecerdikan si tikus Jerry. Begitulah kiranya bendera putih sebagai simbol atau jurus terakhir dalam sebuah permasalahan yang dapat dilakukan seseorang. Tapi jika melihat di lapangan kini di momen bulan kemerdekaan justru bendera merah putih selalu sering bersanding dengan bendera hijau atau hitam bertuliskan kabar duka. Pandemi yang tak dapat diprediksi dan tak terdugu memang telah merubah banyak hal termasuk manajemen waktu dan strategi dalam menulis. Saya punya

Kebenaran yang Eksistensial

Woks Setiap orang berhak mencari kebenaran atas apa yang menjadi pencariannya. Sedangkan seseorang yang lain tidak berhak menghakimi atas pencarian kebenaran seseorang. Karena dalam proses pencarian tersebut mereka memiliki jalan tersendiri yang ditempuh dan itu pasti berbeda dari setiap orang. Lantas kita bertanya memang kebenaran seperti apa yang harus dicari? Sebelum mengurai pertanyaan itu apakah tidak salah jika balik bertanya apakah ada kebenaran yang dicari. Bukankah semakin mencari justru semakin tak mengerti ke mana sejatinya pencarian itu berlabuh. Tapi kita perlu meyakini bahwa kebenaran itu nyata adanya. Barangkali memang untuk mencapai kebenaran itu seseorang perlu kerja keras, perenungan dalam hingga menggapai maqom tertentu. Demi sebuah kebenaran kita tau Nabi Ibrahim rela mencari siapa Tuhanya hingga akhirnya keyakinannya mantap. Karena keyakinan yang mantap itu bahkan Nabi Ibrahim sampai dihadapkan dengan satu peristiwa bersejarah yaitu mendapat perintah menyembelih a

Tugas Akademik: Seni Menyusun Kehidupan

Woks Sore itu seorang teman berkisah tentang proses kuliahnya yang ternyata mengalami kemoloran. Ia harus puas menerima kenyataan pahit itu karena dulu sempat menganggap remeh aktivitas akademik yang satu ini. Sebagai mahasiswa akhir tentu ia begitu menyesal karena sampai saat ini ia masih memiliki tanggungan berupa tugas PPL dan KKN. Padahal seharusnya ia sudah menyelesaikan kuliah seperti teman lainya bahkan tinggal menunggu wisuda. Dari pernyataan teman ku tersebut aku langsung menurunkan tulisan ini bahwa memang tugas akhir seorang mahasiswa baik itu skripsi untuk S-1, tesis untuk S-2 dan disertasi untuk S-3 semuanya sama yaitu sebuah proses menuju puncak kehilangan akademik. Jika disamakan dengan hidup tentu merupakan proses akhir sebelum seseorang bersua kembali kepadaNya. Demikian lah tugas akhir akademik memang tidak bisa ditebak seperti hasil Olimpiade Tokyo tahun ini yaitu ibarat pasangan Greysia Polii dan Apriani Rahayu yang tidak diunggulkan akan tetapi mereka mempersembahk