Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2022

Catatan 30/S dan Ketakutan Simbolik

Woks Simbolik fobia kini telah menjalar ke setiap orang lebih lagi memasuki akhir bulan September. Berkaitan dengan simbolik fobia kini orang telah mengalami ketakutan atau traumatik akut akan simbol. Simbol yang dimaksud tentu palu dan arit. Padahal jika simbol palu arit dimaknai sebagai perkakas biasa tentu akan biasa saja. Palu sebagai alat untuk memukul sekaligus mencabut paku sedangkan arit alat untuk memotong rumput atau padi. Seharusnya kita belajar dari Gus Dur yang menganggap bendera Bintang Kejora sebagai umbul-umbul biasa. Akan tetapi kata beliau selama merah putih berkibar lebih tinggi tentu tak masalah. Salah satu hal menarik selain isu-isu gorengan tak bermutu yang bersliweran di medsos , akhir September pasti banyak yang menyelenggarakan nonton bareng film PKI. Rerata konsumsi film mereka adalah garapan sutradara Arifin C. Noer dan bagi sebagian kritikus film itu hanya akal-akalan orde baru. Tapi pertanyaan mendasarnya untuk apa nobar film PKI itu dilakukan dan terus dis

Last Jagongan bersama Nyai Anik Farida

Woks Dua hari sebelum saya meninggalkan sekolah di SD Islam Al Azhaar Tulungagung. Barangkali jagongan seru bersama Nyai Anik menjadi pertanda sekaligus petuah hidup bagi saya. Barangkali hal itu merupakan aspek alamiah antara seorang anak dengan ibunya. Jagongan kali ini nampak berbobot karena berbicara banyak hal terutama seputar hakikat hidup. Secara jujur saya memang belum mengenal Nyai Anik secara mendalam. Yang jelas ketersambungan sanad dan nasab beliau dengan Syeikh Abdul Jalil Mustaqim menjadikan saya selalu terkesima dengan apa yang disampaikannya. Kali ini beliau menyampaikan banyak hal sebagai sangu untuk saya selepas berpamitan nanti. Beberapa hal itu di antaranya: Persoalan gaji dalam sebuah lembaga atau instansi memang sawang-sinawang atau tidak bisa diprediksi lebih tepatnya penuh misteri. Beliau menerangkan bahwa bisa jadi rezeki yang banyak tapi tidak berkah tapi rezeki yang sedikit justru tak jua habis. Persoalan rezeki antara perempuan dan laki-laki memang berbeda b

Stadium General bersama Abah Sholeh

Woks Tulungagung- Pada 26 September 2022 tepat ba'da shalat isya para santri PPHS berkumpul di aula utama. Perkumpulan tersebut adalah dalam rangka mendengarkan orasi dari pengasuh alias petuah-petuah. Alhamdulillah acara yang dihadiri sekitar 30 lebih santri berjalan dengan lancar termasuk ditutup dengan penyampaian dan evaluasi harian. Adapun Abah Sholeh menyampaikan petuahnya kepada para santri khususnya santri baru di antaranya: Jika di pondok itu kalau tidak sakit keras atau tidak ada sesuatu yang mendesak usahakan jamaah. Karena shalat berjamaah itu besar keutamaannya. Bahkan jika ingin melihat orang Islam selain salam maka shalat jamaahlah indikator utamanya. Jangan sampai di pondok kehilangan shalat jamaah, itu sangatlah merugi. Padahal wasilah shalat berjamaah kita bisa dimudahkan rezeki dan ilmunya atau juga melancarkan ketika menulis tugas akhir. Beliau juga berdoa di awal semoga para santri selalu berbahagia. Sedangkan salah satu cara agar bahagia adalah manut atau menu

Gadget dan Autisme Media Sosial

Woks Paradoks gadget sudah kita rasakan sejak setiap orang memiliki benda satu ini. Dulu orang tua generasi old memprediksi bahwa nanti ada zaman di mana orang akan bicara, tertawa, menangis sendiri. Ternyata zaman itu adalah ketika sambungan gelombang elektromagnetik masuk dalam sistem komunikasi bernama telepon. Mungkin sistem yang tak perlu terpaut jarak waktu akan tetapi bisa menangkap suara bahkan visual tersebut tidak pernah dipikirkan oleh homo lain non Sapiens . Teknologi adalah suatu keniscayaan dari pesatnya perkembangan sains . Akan tetapi bukan tanpa alasan teknologi membawa penyakitnya tersendiri. Salah satu penyakit media adalah kehilangan empati sosial. Penyakit ini disebabkan karena penggunaan gadget yang berlebihan. Penggunaan gadget yang tak terkendali menyita sebagian kehidupan manusia istilahnya teraleniasi. Orang-orang fokus karena terlalu khusyuk di depan layar sehingga mereka lupa ada layar nyata bernama masyarakat. Ada satu penyakit yang juga dilahirkan kar

Gadget dan Autisme Media Sosial

Woks Paradoks gadget sudah kita rasakan sejak setiap orang memiliki benda satu ini. Dulu orang tua generasi old memprediksi bahwa nanti ada zaman di mana orang akan bicara, tertawa, menangis sendiri. Ternyata zaman itu adalah ketika sambungan gelombang elektromagnetik masuk dalam sistem komunikasi bernama telepon. Mungkin sistem yang tak perlu terpaut jarak waktu akan tetapi bisa menangkap suara bahkan visual tersebut tidak pernah dipikirkan oleh homo lain non Sapiens . Teknologi adalah suatu keniscayaan dari pesatnya perkembangan sains . Akan tetapi bukan tanpa alasan teknologi membawa penyakitnya tersendiri. Salah satu penyakit media adalah kehilangan empati sosial. Penyakit ini disebabkan karena penggunaan gadget yang berlebihan. Penggunaan gadget yang tak terkendali menyita sebagian kehidupan manusia istilahnya teraleniasi. Orang-orang fokus karena terlalu khusyuk di depan layar sehingga mereka lupa ada layar nyata bernama masyarakat. Ada satu penyakit yang juga dilahirkan kare

Sindrom OIOE atau PPOP

Woks Salah satu hal yang paling dikenal dalam sistem sosial adalah tingkah laku. Tingkah laku memang hal vital yang paling nampak di masyarakat. Misalnya sikap dingin seorang ayah atau cerewetnya ibu-ibu akan diingat oleh anak-anak. Bahkan sikap arogansi dari pejabat akan selalu diingat seumur hidup oleh mereka para kaum tertindas. Salah satu sikap yang bisa diamati di masyarakat adalah kehilangan rasa empati atau tidak kooperatif. Teman-teman di lapangan sering menyebutnya sindrom OIOE (Ora Iyo Ora Embuh) atau PPOP (Planga Plongo Ora Puguh). Dua istilah itu sangat mudah ditemui khususnya pada generasi muda saat ini. Umumnya sindrom ini ditemukan saat terjadinya interaksi baik antar individu maupun kelompok. Ciri-ciri orang mengidap sindrom OIOE atau PPOP adalah: jika ditanya wajahnya tidak fokus pada yang bertanya, jika diajak bicara tidak nyambung, belum bisa membedakan pembicaraan serius atau guyon, secara personal mudah menganggukan kepala tanda paham padahal aslinya tidak, terlalu

Berumah di Buku dan Klipingan Koran (5)

Woks Dulu ketika buta aksara masih besar jumlahnya orang selalu mengkambinghitamkan buku karena jumlahnya terbatas. Kini di saat buku melimpah ruah, akses pengetahuan mudah orang menyalahkan minat baca. Lantas di mana akar permasalahannya? Sebenarnya ini soal kemauan dan soal sikap bagaimana memfungsikan buku menjadi barang yang berharga. Dulu di zaman penjajahan orang ingin membaca harus rela membayar alias menyewa. Berlanjut ketika orde baru orang dijauhkan dari buku sebagai asupan utama pengetahuan. Maka pantas saat itu dan hari ini menyisakan manusia yang tertinggal dari buku. Belum lagi perlakuan politik juga tak kalahnya berefek pada buku. Misalnya buku-buku berhaluan kiri diberantas hangus bersama dengan ideologinya. Tidak hanya itu sentimen berkepanjangan masih bergejolak pada keluarga yang (dianggap) berhaluan kiri tersebut. Jangankan buku sekadar klipingan koran pun saat itu sulit mendapat keamanan. Kini dunia sudah berbeda. Buku-buku sudah masuk rak perpustakaan dengan rapih

Berumah di Lapak Baca Tulis (4)

Woks Buku ini aku pinjam, 'Kan ku tulis sajak indah Hanya untukmu seorang, Tentang mimpi-mimpi malam Mungkin kita pernah mendengar lagu legendaris milik Bung Iwan Fals tersebut. Lagu yang dirilis sekitar tahun 80an itu menjadi khas tersendiri. Mungkin kita hanya bisa menduga bahwa Bung Iwan memang tidak bisa jauh dari buku. Perjalanan karier dan bermusiknya yang berliku seolah membuka mata kita apa dan bagaimana. Barangkali buku bagian dari hal tak terpisahkan dari Bung Iwan. Bung Iwan adalah satu dari sekian musisi besar Indonesia yang tidak menafikan betapa pentingnya buku. Baik itu buku bacaan maupun buku tulis. Andai tidak ada buku mungkin saja lagu-lagu hits Bung Iwan, Ebit G Ade hingga Gombloh tak akan pernah terlahir. Buku adalah sejarah yang membuka masa depan. Karena bagaimanapun juga dunia dikenal di dalam buku. Bung Iwan sejak dulu adalah seorang pengamen yang menjajakan lagu-lagu di kota Bandung. Bagi aktivis literasi bukan lagu seperti Bung Iwan melainkan buku-buku dar

Berumah di Taman Baca Masyarakat (3)

Woks Saya pernah memiliki pengalaman berkegiatan di taman baca masyarakat (TBM) milik Bunda Tjut Zakiya Anshari Bangoan Tulungagung. Beliau merupakan sosok perempuan luar biasa yang tentunya mengilhami kami untuk terus bergerak. Saat di sanggar kepenulisan itulah beliau memotivasi kami agar terus memberi pencerahan kepada masyarakat seputar dunia literasi. Masyarakat masih awam apa itu literasi bahkan mereka hanya tahu soal terasi buat masakan. Mengelola taman baca memang memiliki tantangan tersendiri. Kata beliau bukan hanya pendakwah seorang aktivis literasi pun memiliki tantangannya tersendiri dalam mensosialisasikan manfaat membaca. Lantas bagaimana masyarakat terutama anak-anak agar mereka tertarik untuk membaca buku. Akhirnya beberapa kali kami membuat program yang asyik buat mereka. Karena TBM berfungsi sebagai jantungnya pengetahuan maka bagaimana caranya agar buku bisa terbuka dan memberi manfaat bagi banyak orang. Persoalan minat baca menuju gemar baca memang terus digalakan

Berumah di Perpustakaan (2)

Woks Di sudut perpustakaan tertulis dengan jelas, " Perpustakaan adalah tempat untuk memenuhi dahaga pengetahuan " demikianlah pesan KH. Abdurrahman Wahid tempo hari. Pesan tersebut sangat relevan di mana guru atau perpustakaan tidak bisa digantikan oleh teknologi sekalipun. Gus Dur menyadari bahwa lewat buku dan perpustakaan seseorang dapat menambah kapasitas keilmuannya. Gus Dur telah membuktikan selama beberapa tahun di mana ia lebih senang ke perpustakaan dan main bola daripada kuliah pada saat itu di Mesir - Baghdad. Setelah itu beliau menyempatkan hidup di perpustakaan Tebuireng, menikmati saat-saat sendu bersama buku. Tempo hari saya membaca surat terbuka dari aktivis literasi dan para pegiat di Taman Baca Masyarakat (TBM) yang intinya menuntut seorang anggota DPR di daerah Sulawesi Utara untuk mengklarifikasi penjelasannya bahwa Google lebih baik daripada perpustakaan. Tidak hanya itu DPR tersebut menyayangkan jika perpustakaan harus lebih dulu dibangun daripada fasil

Berumah di Toko Buku (1)

Woks Mendengar banyak toko buku yang berguguran nampaknya menggugah hati ini untuk segera mengevaluasi diri. Toko buku sebagai supplier pengetahuan setelah perpustakaan justru pamit gulung tikar. Bagi kita yang mencintai buku mendengar kabar tersebut pasti akan merasa kehilangan. Apalagi toko buku yang sejak kita kecil melewati hari-hari dalam pusaran zaman nan cepat punya sejarah sekaligus kenangan. Saya mungkin bukan konsumen tetap toko buku yang saban gajian menyisihkan uang untuk membeli buku. Akan tetapi saya telah berkomitmen untuk membeli buku ketika book fair atau bazar buku hadir di kota. Sebagai mahasiswa kere tentu saya pernah berkunjung ke toko buku untuk melihat ada koleksi buku baru. Di toko buku tentu akan sangat menarik kala saya mengimajinasikan bahwa di antara tumpukan sumber pengetahuan tersebut saya berada di sana. Entah sebagai pekerja atau justru sebagai pemilik toko buku tersebut. Dalam sejarah hingga saat ini beberapa toko buku yang pernah saya jajaki yaitu TB.

Ngaji Jurnalistik Ma'had: Literasi dan Turunannya

Woks Ini adalah sesi kedua saya mengisi di Ma'had Al Jami'ah UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Kali ini kita berbincang dengan pembahasan seputar literasi dan jurnalistik dasar. Pertama kita harus mengetahui terlebih dahulu bahwa jurnalistik bermuara dari literasi yang kapan hari sudah dibahas. Karena literasi adalah kemampuan atau keterampilan mengolah informasi maka hasil dari olahan itulah yang pada akhirnya akan menjadi output jurnalistik. Dalam literasi kita mengenal dasarnya yaitu terdiri dari 6 elemen: baca tulis, sains, digital, numerasi, finansial, dan budaya kewarganegaraan. Dari 6 literasi dasar itulah barangkali baca tulis menjadi ruh utama dan ruang digital menjadi medan objek jurnalistik. Beberapa hal yang harus diketahui dalam objek digital tersebut yaitu output dari tulisan bisa media cetak dan ragam web menulis. Sedangkan visual adalah radio dan audio visual adalah televisi lalu di luar itu bisa menjadi kajian kinetik atau unsur lainnya seperti kebudayaan

Review Buku Penanganan Anak Berkebutuhan

Woks Membaca buku ini asyik. Saya mendapatkan buku tersebut ketika bazar kemarin dengan harga hanya 20 ribu saja. Walaupun mungkin nampak murah akan tetapi buku ini cukup lengkap dalam menjelaskan isi. Selain lebih singkat padat buku ini juga ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami. Buku murah tapi tidak murahan. Buku ini merupakan modul ajar 4 SKS pada jurusan PGTK Universitas Terbuka. Buku yang terdiri atas 12 bab tersebut termasuk lengkap khususnya dalam memberikan pengetahuan seputar problem psikologi di tingkat dasar. Selain disertai ilustrasi masalah buku ini juga dilengkapi dengan rangkuman materi dan soal tes formatif. Jadi bagi kita pembacanya dapat sekaligus belajar dan mengaplikasikannya. Di antara bab yang menarik dan patut untuk dibaca adalah; anak dengan perilaku insecure , anak dengan masalah fungsi bahasa & intelektual, anak dengan gangguan ADD/ADHD, anak dengan ketidakmatangan sosial emosional, anak dengan gangguan autism, anak dengan masalah perilaku agresif dan

Mengingat Guru Ngaji di Kampung Halaman

Woks Masih ingatkah kita dengan orang-orang yang berjasa di masa kecil terutama soal mengaji. Tentu harusnya wajib bahwa mengingat guru itu keharusan sekalipun dulu jasa mereka terasa sepele. Mengingat guru lebih utama termasuk mendo'akannya. Kata bijak bestari guru lupa murid itu wajar karena saking banyaknya akan tetapi murid yang lupa gurunya itu sungguh keterlaluan. Lewat tulisan kecil ini saya mengingat guru ngaji kami di waktu kecil betapa jasa mereka sangat besar. Waktu itu saya ngaji di langgar depan rumah namanya Mushola Al Hikmah BBT Mekarjaya. Ngaji iqra pertama saya tentu dengan bapak ketika beliau di rumah selepas magrib. Bapak mengajari saya tentang huruf hijaiyah dan hukum-hukumnya. Saat menerangkan beliau menggunakan kapur dan papan tulis di dinding batu bata. Walaupun demikian akan tetapi tulisan bapak bisa saya pahami karena memang tulisan beliau itu nyeni alias bagus. Bahkan beberapakali bapak selalu menggambar berbagai bentuk hewan dan bunga di dinding. Tapi say