Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Al Qur'an dan Sebuah Jalan Cerita

Woks Bulan Agustus pasca panen raya usai, tepatnya sekitar 7 tahun yang lalu aku memiliki keinginan sederhana. Selain ingin memiliki hp Nokia X2, aku juga ingin memiliki sajadah dan al Qur'an sendiri. Alhamdulillah waktu beranjak dan semua keinginan sederhana itu terwujud. Sebenarnya keinginan itu bagi orang lain adalah hal yang remeh tanpa pernah meninggalkan arti, tapi berbeda bagi diriku keinginan itu adalah hal yang berarti. Harga memang mudah untuk digapai tapi di mata kebutuhan semua itu belum ada apa-apanya. Kadang saat mengingat momen itu aku merasa ingin tertawa. Betapa tidak, al Qur'an dengan harga 30 ribu baru bisa terbeli saat aku duduk dibangku Aliyah. Apakah uang 30 ribu begitu mahalnya sehingga tidak bisa membeli al Qur'an sendiri? Jawabnya sebenarnya sederhana bahwa aku hanya ingin mendapat hal-hal yang diinginkan karena usahaku sendiri, bukan karena belas kasihan orang lain. Pada akhirnya memang ada yang aneh yaitu sajadah ku miliki dari pemberi

Senandung Reranting

Woks Orang-orang menghinaku karena tak berguna. Jatuh lalu terbang tergeletak lalu terinjak hingga tak ternilai. Di hadapan sang kekasih akulah senandung yang tak pernah usai. Ahh dunia memang menyuguhkan semangkuk cobaan untuk selalu dilewati. Saat aku berpisah dari pohon itu pertanda bahwa rindu harus berakhir sebab Tuhan tak mau ada rindu selain untuk Dia. Ehh Tuhan itu maha cemburu. Kamu tahu bahwa shalatmu, puasamu, zakatmu semua hanya menerbangkan amalmu yang tak seberapa. Tapi cintamu kepadaNya justru mempersatukanmu. Semua tak akan ada artinya apa-apa dalam sebuah kecintaan. Cinta yang tak mengenal tanda titik. Dalam perjalanan panjang itu angin berhembus menerbangkan cobaan ke setiap ranting kehidupan. Bahkan hujan yang deras mematahkan tangkai cita-cita. Maka sebelum musim berganti, kuatkanlah, teguhkanlah segala angan dan cita-cita. Jangan hiraukan badai menerpa, jangan iri dengan kebahagiaan semu. Teruslah berproses dan berkarya tiada henti. Percayalah esok daun

Menyulam Peradaban Kekancan Pasca Covid-19

        (sumber gambar :Panjoel Potret) Woks Tidak terasa sekarang kita hidup dalam kenyataan bahwa ramadhan kali ini terasa sangat berat. Di satu sisi menerima amanat untuk menjalankan serangkaian ibadah ramadhan seperti puasa, tarawih, dan zakat di sisi yang lain kita masih terus berjuang melawan Covid-19 yang masih mewabah. Sebenarnya sejak dulu kita sudah mengerti bahwa ritualitas puasa bukanlah suatu beban bahkan syariat sendiri telah memberi pilihan seperti orang tua renta, perempuan yang menyusui anaknya, musafir, orang hilang akal dan lainya boleh meninggalkan puasa atau lebih tepatnya ruhsoh (keringanan). Selama ibadah puasa ini tentu rasa khawatir terkait penyebaran Covid-19 masih menghantui kita. Lebih lagi terkait longsoran ekonomi yang begitu terasa dalam kebutuhan sehari-hari. Harga-harga bahan makanan pokok sudah biasa naik saat ramadhan tiba sedangkan perusahaan tempat bekerja dihentikan sementara. Darisanalah hampir tiap hari kita mendengar keluhan. Seolah-

Islam yang Toleran?

Woks Sebagai agama mayoritas, Islam memiliki zona yang luas untuk terus mengembangkan nilai-nilai keagamaanya. Islam yang sejatinya lahir di Mekah tentu pernah merasakan betapa kerasnya menjadi minoritas. Pada saat itu untuk berdakwah saja Nabi Muhammad saw masih belum berani terang-terangan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu sejarah telah membuktikan bahwa Islam kini menjelma menjadi salah satu agama besar dunia. Selain karena banyak pemeluknya Islam juga besar karena secara historis pernah melewati berbagai macam rintangan. Terutama dakwah periode Mekahlah yang begitu terasa perjuanganya. Kini Islam telah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tentu di setiap wilayah memiliki tantangan tersendiri dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Salah satunya saat Islam masuk ke Indonesia yang mayoritas penduduknya pada saat itu sudah menganut agama-agama besar dunia seperti Hindu dan Budha serta sudah menganut aliran kepercayaan lokal setempat. Secara pendekatan Islam masuk ke wilayah

Satpam, Pengetahuan dan Bahasa

Woks Saya dapat cerita menarik siang ini yaitu saat berada di Bank tempat di mana saya akan transaksi dan menabung. Siang itu keadaan Bank tidak seperti biasanya, kali ini ramai dan padat. Maklum pasca lebaran Bank buka langsung diserbu nasabah. Padahal masih dalam keadaan melawan Covid-19 akan tetapi masyarakat tidak menghiraukan itu, mereka masih enjoy dengan keadaan seperti biasanya tanpa jarak. Cuma bedanya mereka mencuci tangan dan bermasker. Bank begitu ramai karena bertepatan dengan banyaknya masyarakat yang mengambil pencairan dana BLT, PKH, KIP dan Prakerja. Keadaan yang ramai itu saya pun menyaksikan beberapa hal menarik yang perlu saya abadikan dalam sebuah catatan kecil. Hal yang menarik saya temui di bagian depan Bank, tepatnya pada seorang satpam dan mesin antrianya. Saya mencoba mengilustrasikan betapa cekatanya seorang satpam tersebut. Menurut penuturan pak satpam tugas sebagai seorang pengaman itu tidak mudah. Ia harus memiliki keahlian tambahan lainya sepe

Cerita dari Desa Penghasil Susu Sapi

Woks Hari keempat pasca lebaran saya dan seorang teman memberanikan diri untuk bersilaturahmi ke salah seorang kenalan teman saya saat KKN dulu. Sebenarnya saya paham bahwa keadaan seperti saat ini silaturahmi secara fisik tidak lebih baik dilakukan. Akan tetapi apa mau dikata kami juga tidak bisa menolak undangan dari tuan rumah untuk berkunjung ke sana. Dengan mengendarai Vespa kami pun segera berselancar ke sana. Walau di tengah jalan sempat diguyur hujan setidaknya kami masih sanggup menembus jalananan licin sebelum hari semakin malam. Suasana alam yang indah sepanjang jalan cukup untuk memanjakan mata kami dari sumpeknya kehidupan di rumah saja. Sehingga momen perjalanan ini saya nikmati betul sebagai sebuah cara bertahan hidup dari balik sunyinya kehidupan. Terutama bagi saya tidak bisa mudik maka perjalanan ini adalah obat pelipur lara. Walaupun efeknya hanya sementara setidaknya saya sudah bahagia. Terbantu secara psikis untuk tetap kuat bertahan di tengah dunia yan

Lebaran di Kampung Orang

Woks Ramadhan tahun ini memang begitu berbeda dari tahun sebelumnya. Tahun di mana kita merasakan hal yang sama yaitu beribadah di tengah pandemi. Merasakan saat-saat khusyuk bersamaNya tanpa seremonial keramaian. Memang hampir dua bulan lebih dunia terasa terbalik. Akan tetapi mau protes kepada siapa, selain lakukan saja yang terbaik. Dunia mungkin hanya sedang ingin istirahat sejenak dari hiruk-pikuk yang seperti robot ini. Jadi jangan aneh jika seluruh mahluk termasuk manusia sedang berlomba-lomba bertahan dalam ujianya. Bagi perantau seperti saya kini tengah menerima kenyataan bahwa tahun ini kita tidak bisa mudik/pulang kampung atau apalah istilahnya. Yang jelas kini kita belum bisa bertemu keluarga kecuali sesekali melalui layar monitor HP. Saya tidak peduli sudah seberapa lama dan sejauh mana saya di negeri orang, yang jelas semua itu terasa sesak di dada. Menahan rasa rindu memang sama-sama tidak menyenangkannya. Sehingga kata Eka Kurniawan seperti halnya dendam rin

Menyambut Hari Kemenangan

Woks Hari kemenangan sudah di depan mata. Hari di mana orang-orang telah menunggunya sejak satu bulan lalu. Menunggu saat-saat puasa harus menemui ujung dan hari nan fitri itu kembali. Suasana pun nampak berbeda pastinya. Jalanan begitu lengang, bangunan pun bersolek dan orang semakin giat beribadah. Maklum hari terasa penghabisan sehingga apalagi yang dapat disuguhkan selain rasa bahagia telah melewati satu bulan penuh berpuasa. Mungkin kesedihan hanya terjadi pada segelintir orang saja, selebihnya apa pula yang perlu ditangisi. Hidup akan terus berjalan apa adanya sekalipun dalam masa pandemi. Anggap saja kini orang yang terus berusaha memperbaiki diri adalah golongan orang-orang yang menang. Mereka telah melewati berbagai rintangan dan kini saatnya menempati garis finish dan tentu akan menuju ke garis finish yang lainya. Menang tanpa lomba itu mustahil sebab selama ini kita telah diperintahkan bahwa setiap ramadhan ada ritualitas ibadah yang harus dikerjakan oleh umat mu

Mengenang Mang Riswad

  Woks Nama panjangnya Riswad bin Witra, kami biasa memanggilnya Mang Riswad. Lazimnya orang Jawa Dermayu (Indramayu) Mang adalah kependekan dari Mamang atau dalam bahasa Indonesia ialah paman. Mang adalah sebutan keumuman bagi orang dewasa di sini selain Kang (kakang) untuk laki-laki dan Yu (Yayuk) untuk perempuan. Akan tetapi panggilan Mang baik orang Sunda atau Jawa semua bertemu pada pedagang dengan gender laki-laki. Tapi saya tidak membahas tentang kata ganti orang tersebut. Saya akan membahas tentang Mang Riswad dan kisah hidupnya. Di akhir ramadhan seperti ini bayangan tentang Mang Riswad begitu jelas di dalam pikiran kami. Betapa tidak beliau adalah orang sederhana yang mengabdikan hidup dalam kesederhanaan pula. Dalam laku keseharianya beliau tenang, tegas dan tidak banyak omong. Termasuk juga kesan yang humoris, humanis dan responsif dengan siapapun termasuk kepada anak kecil selalu melekat padanya. Saya dan bapak mungkin salah seorang yang mengenang akan kebaikan

Kyai Sholeh yang Shaleh

Woks Beliau adalah kyai Mohammad Sholeh, orang-orang biasa memanggilnya pak Sholeh. Sampai hari ini ketawadhuan beliau begitu nampak salah satunya dengan tidak ingin dipanggil Abah atau kyai. Tapi para santri dan masyarakat sudah terlanjur memanggil itu sebagai sebuah penghormatan pada beliau. Beliau merupakan pengasuh Pondok Pesantren Himmatus Salamah Srigading Tulungagung. Sebelum menjadi pengasuh di pondok ini perjalanan hidup beliau begitu panjang dan getir. Singkatnya selepas beliau mondok di al Falah Ploso asuhan KH Zainuddin Djazuli beliau langsung menikah dengan salah satu santriwati (Ibu Nyai Nita) dan dikaruniai 3 orang putra (Gus Alba, Gus Bawie, dan Gus Abid). Lalu beliau tinggal di rumah orang tuanya di daerah Selojeneng Sumberdadi Sumbergempol Tulungagung. Tidak lama di sana beliau langsung mondok lagi dan menjadi abdi ndalem KH Zainuddin, begitu pula dengan istri beliau yaitu mondok di PP. al Falah Trenceng Sumbergempol Tulungagung asuhan KH Arsyad. Saat oran

Cerita Puasa Pertama

Woks Mungkin kita ingat-ingat lupa kapan pertama kali orang tua memerintahkan untuk berpuasa. Rasanya berbagai pengalaman setiap orang akan nampak berbeda ada anak yang pertama belajar puasa bedukan (setengah hari) lalu mereka berbuka dan meneruskan lagi hingga magrib tiba. Ada juga yang pura-pura kuat di depan orang tuanya akan tetapi di belakang layar mereka berbuka. Atau ada juga yang lupa beneran atau skenario agar lupa bahwa mereka telah makan banyak padahal sedang puasa. Dalihnya sederhana yaitu "kelupaan kan tidak apa-apa di ma'fu", katanya. Semua itu tinggal dipilih mungkin pengalaman itu salah satunya pernah anda alami. Seingat saya saat puasa dulu orang tua hanya mengiming-imingi beberapa uang atau dalam bahasa mereka ada hadiah bagi kamu yang mau belajar puasa. Alhamdulillah saat kecil saya langsung belajar puasa penuh. Hingga satu bulan penuh saya paripurna orang tua hanya memberi uang jajan 10 rupiah tentu nominal yang besar bagi anak kecil seusia

Sahur On the Road

Woks Dulu saat pertama kali belajar puasa anak-anak usia sekitar 5-10an merasakan hal yang sama yaitu suka berbuka tapi tak suka sahur. Yang paling punya banyak pengalaman soal ini tentu orang tua bagaimana mereka setengah mati membangunkan anaknya untuk sahur. Sudah bangun tidur lagi, ditarik tubuhnya ambruk lagi. Sudah berjalan belum cuci muka lalu duduk di kursi ternyata tidur lagi. Mungkin begitulah sekelumit kisahnya. Tapi tak mengapa semua adalah pelajaran untuk melatih, mendidik agar mereka tahu bahwa kesunahan sahur merupakan ibadah yang harus dibiasakan sejak dini sebab esok akan berpuasa. Begitupun dengan puasa bedukan (puasa setengah hari) bagi anak-anak merupakan sarana untuk latihannya. Bicara tentang sahur tentu kita tiap tahun melewati waktu ini. Di mana sunnah Nabi menganjurkan untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Sahur sendiri merupakan ajaran Nabi agar seseorang benar-benar siap dalam beraktivitas walau keadaan sedang berpuasa. Artinya tidak

Bukber Online

Woks Ramadhan kali ini begitu tampak berbeda. Bagi orang yang tak berperasaan pun pasti merasakan bahwa bulan ini tak seperti bulan ramadhan sebelumnya. Rasanya mungkin sedikit hambar bahkan terasa pahit. Ujian di bulan ini nampak ganda sehingga sampai di manakah letak kesanggupan kita melewati semua ini. Salah satu hal yang mungkin tahun ini hilang adalah fenomena buka bersama (bukber). Saat sebelum negara api menyerang beberapa orang mungkin telah merencanakan bukber dengan apa, dengan siapa dan di mana bahkan kegiatan itu telah disusun sejak lama. Namun sayang Tuhan berkehendak lain. Semua ini seperti 99 persen usaha manusia akan tetapi bisa berubah hanya dengan 1 persen kehendakNya. Dulu kita juga sering berpikir jika suatu daerah yang jauh dari gunung, jauh dari laut dan tebing maka rasanya akan aman dari bencana, nyatanya semua pikiran itu salah. Justru di manapun tempatnya semua berpotensi memiliki bencana seperti banjir, kebakaran dan virus seperti saat ini. Mari ki

Sarung

Woks Dalam beberapa catatan menyebutkan bahwa sarung dikenal di Nusantara sekitar abad ke-14 oleh pada pedagang dari Arab dan Gujarat tapi ada yang menyebutkan berasal dari Yaman. Sarung merupakan sepotong kain yang berjahit pada kedua ujungnya sehingga membentuk seperti tabung. Setiap lebaran kita akan mendapati orang jualan sarung di mana-mana, baik via online maupun offline.  Sebab sarung adalah salah satu busana khas yang bahkan kini seperti diklaim sebagai kekayaan Nusantara. Hal itu memang tidak salah karena lebih dari ratusan corak sarung tersebar dari berbagai wilayah di Nusantara. Bahkan kini model dan corak sarung lebih terlihat modern dan elegan. Sarung tidak menjadi komoditas lokal karena rasa tradisionalnya, kini karena kecanggihan teknologi tekstil sarung bisa merebut pasar internasional. Dulu sarung merupakan alat yang gunakan sebagai perjuangan. Sarung sebagai sebuah alat untuk menentang budaya barat yang masuk ke Indonesia. Sarung juga sebagai simbol jadi d

Obituari Mas Didi Kempot: Tentang Musik, Sobat Ambyar dan Kesehatan Mental

Woks Pertama kali mendengar sobat ambyar pasti kita akan tertuju pada musik patah hati. Musik tersebut mengalun dan masuk ke setiap perasaan mereka terutama anak muda sehingga menimbulkan ekspresi yang beragam. Akan tetapi perasaan itu benar-benar terjadi secara realitas atau hanya sekedar bawaan karena hanyut dalam melodi lagu dan musiknya. Musik dan lagu yang menjadi konsumsi Sobat Ambyar adalah milik seniman asal Surakarta yaitu Didi Kempot. Saat musik tersebut didendangkan seketika Sobat Ambyar terbawa emosinya sesuai dengan syair dalam lagu tersebut. Darisanalah muncul praduga tentang bagaimana keadaan mental mereka saat musik dan lagu tersebut terus dikonsumsi. Musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik, yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk/struktur lagu dan konstruksi sebagai satu kesatuan. Maka pantas saja saat seseorang mendengar lagu Didi Kempot lang

Tranformasi Obrog

               (Sumber gambar inteenet) Woks Saya mendapat cerita tentang obrog dari tradisi lisan yang berkembang di masyarakat, untuk benar atau tidaknya bisa didiskusikan lebih lanjut (debatebel). Dulu obrog adalah tradisi yang diwariskan sejak zaman para wali khususnya daerah pantura yaitu di masa Sunan Gunung Jati. Terutama di daerah Cirebon dan sekitarnya obrog digunakan sebagai media membangunkan sahur warga kampung sekitar, di Banyuwangi dikenal dengan musik Patrol. Kegiatanya biasa disebut ngobrog dengan penambahan imbuhan (ng) yang berarti akan dilakukan. Dulu ngobrog dilakukan di malam hari terutama di waktu sahur tiba, kira-kira kisaran jam 02:00 dinihari hingga menjelang shubuh atau pas waktu imsak. Orang-orang yang ngobrog akan keliling kampung dengan menggunakan alat seadanya seperti gendang kulit, kecrek dan beberapa buah kenong atau gong. Ada juga dengan alat musik dari bambu seperti calung, angklung atau kentongan ala pos ronda. Menurut orang tua obrog ber

Warung nDaska

              (Sumber gambar internet) Woks Sudah familiar di telinga kita setiap bulan puasa tidak semua orang berpuasa. Artinya masih ada warung atau toko yang buka. Warung yang menyediakan segala macam makananya tidak bisa dibilang buruk. Justru kehadiran mereka adalah seni menyeimbangkan kehidupan. Kita tau bahwa tidak semua orang itu berpuasa karena barangkali ada saudara yang sedang sakit, atau anak kecil, orang tua renta, perempuan yang nifas dan memang membutuhkan makanan. Andai warung-warung itu berpuasa niscaya roda ekonomi pun berhenti berputar. Warung makan yang tetap beroperasi selama bulan ramadhan biasa kami menyebutnya ndaska alias "ndase langka". Artinya warung yang buka dengan tutup kain panjang di sekitar gerobaknya sehingga yang terlihat hanya kaki pelangganya saja. Sebenarnya warung ndaska hanya kiasan bahwa tidak semua orang berpuasa, makna lainya demi menghormati yang puasa si pemilik warung akan menutupi warungnya dengan penutup. Walau begi

Takjil dan Kemanusiaan

Woks Sudah barang tentu setiap tahun selama bulan puasa kita akan disuguhi satu sajian menu khas ramadhan yaitu takjil. Menu ini dirasa sangat wajib untuk kita ketengahkan sebagai sajian utama berbuka sebelum menyantap makanan berat. Takjil tidak hanya sekedar topik tapi ia seperti mendarah daging melekat khususnya bagi masyarakat yang berpuasa. Entah sejak kapan istilah takjil dikenal dalam tradisi masyarakat, yang jelas takjil bisa diperoleh dengan tiga cara pertama, cari bahan-bahan dan membuat sendiri. Kedua, membeli di kedai atau warung yang menyediakan takjil, dan ketiga tentu gratis biasanya dibagikan di pinggir jalan atau masjid-masjid sekitar. Nomer tiga inilah salah satu alasan mengapa ramadhan bulan penuh keberkahan. Ternyata masih banyak masyarakat kita yang rela menyisihkan sebagaian rezekinya untuk berbagi takjil. Takjil atau makanan pembuka saat berbuka tak lain merujuk pada ajaran yang disunnahkan oleh Nabi SAW yaitu berbukalah dengan yang manis-manis. Dulu

Ngabubu-read

Woks Sejak kecil saya mengenal istilah ngabuburit sebagai kata yang terlahir dari budaya Sunda, seperti halnya mudik dari bahasa Betawi dan Melayu. Sampai hari ini saya belum menemukan padanan kata ngabuburit seperti yang orang Sunda pahami. Selama ini kita pahami bahwa ngabuburit adalah istilah untuk mengartikan kegiatan menunggu berbuka puasa. Kegiatan itu tentu bisa bermacam-macam, seperti dulu orang ngusep (mancing), ngalogat (memaknai kitab), ngaji pasaran/pasan, ngasag (mencari sisa tanaman padi), ngangon/angon (menggembala) atau diam di masjid (i'tikaf) serta banyak lagi aktivitas menunggu berbuka. Semakin hari di daerah saya sendiri kegiatan ngabuburit mengalami transformasi yaitu jalan-jalan. Sehingga bagi sebagian orang khususnya kawula muda ngabuburit itu harus berarti jalan-jalan. Entah dalam bentuk jalan dengan pasangan, melihat pemandangan atau berburu takjil untuk berbuka, pokok semua identik dengan hal itu. Saya sendiri tidak paham mengapa ngabuburit kin

Merumahkan Adab

Woks Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan main ke rumah seseorang yang sudah saya kenal tiga tahun yang lalu tepatnya di Setinggil, Gendekan, Wonodadi Blitar. Saya memang tidak lupa dengan jalanan yang dulu pernah dilalui, hingga akhirnya saya bisa kembali ke sana. Sesampainya di sana saya bertemu dengan pemilik rumah. Alhamdulillah saya disambut baik, di sana kita jagongan lumayan lama. Hingga tak terasa anak bayi milik tuan rumah lelap tertidur. Jagongan pun masih terasa hangat sebab mie kuah baru saja dihidangkan panas buat saya. Jamuan yang sederhana tapi efeknya luar biasa buat jiwa saya yang kelaparan. Beberapa hal yang menarik buat saya catat pada saat main di sana yaitu, pertama jika main ke mana pun niatkanlah silaturahmi, sekalipun sang tuan rumah tengah keluar atau tiada. Jika kita rekreasi niatkan juga demikian, sehingga amalan dunia tercatat sebagai amalan akhirat. Kedua, bedakan mahasiswa dan santri. Kata tuan rumah persoalan silaturahmi santri jauh leb

Melacak Jejak Lambe Turah dalam Masyarakat

Woks Anda mungkin tidak asing ketika mendengar istilah lambe turah atau orang yang suka nyinyir dan rasan-rasan alias bergosip. Nama lain dari lambe turah adalah netizen yang suka mengomentari apa saja. Apalagi sekarang semakin masifnya infotainment di media televisi dan media sosial yang berjamuran menambah terwadahinya aktivitas mereka. Entah sejak kapan tradisi saling menggunjing itu lahir ke alam ini. Yang jelas tradisi membicarakan orang lain atau membicarakan objek yang tidak ada di tempat telah terjadi sejak dahulu kala. Pada saat itu Iblis desas-desus dengan kelompoknya mengapa Tuhan mengutuk mereka cuma karena tidak mau sujud hormat kepada Adam. Mereka lalu mendengar bahwa Adam memiliki kelemahan untuk tidak boleh memakan buah quldi. Kelemahan itulah yang dimanfaatkan Iblis untuk membohongi Adam. Akhirnya dalam sejarah Adam memakan buah itu yang membuat nya terusir dari surga karena bujuk rayu Iblis via Hawa. Pada zaman Yunani era skolastik tradisi rasan-rasan mala