Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2021

MATAN: Banom Kami Menulis dan Pengabdian

Woks Doktrin KH Hasyim Asy'ari jika mengurusi NU akan diakui sebagai santri dan didoakan husnul khatimah anak cucunya menjadi mantra tersendiri. Siapa yang tidak ingin berteduh di bawah organisasi para ulama tersebut yang juga mendapat legitimate dari Mbah Hasyim. Secara garis besar jam'iyyah NU membagi anggotanya atas dua klaster besar yaitu NU struktural dan NU kultural. NU struktural tentu minoritas warganya yang aktif dalam banom dan lembaga tertentu pada sebuah wadah organisasi. Sedangkan NU kultural adalah mayoritas warga yang tidak turut serta dalam organisasi alias tidak terikat secara formal. Saya mengenal NU lewat mata pelajaran ke-NU-an ketika duduk di kelas VII MTs. Sejak saat itulah rasa ingin aktif di NU sudah mulai tumbuh. Tapi sayang karena lingkungan yang belum mampu mewadahi maka saya pun harus puas belum bisa mewujudkan keinginan tersebut. Hingga lulus Aliyah dan sampai kuliah saya belum juga turut serta aktif di salah satu banom milik NU. Ketika

Ziarah Ke Maqbarah KH Hafidz Baehaqi

  Woks Ziarah kubur di kalangan umat Islam, terutama kalangan pesantren merupakan tradisi Islam kerakyatan (folk Islam). Sehingga ziarah tersebut sudah menjadi sebuah rutinitas. Sebagai Nahdliyyin tulen tentu ajaran ziarah adalah salah satu yang saya sukai meminjam istilah Gus Dur nyarkub . Kali ini saya akan menulis tentang perjalanan ziarah ke maqbarah KH Hafidz Baehaqi salah satu kiai kharismatik yang pernah saya temui saat menjadi guru sekaligus rais syuriah MWC NU Haurgeulis Indramayu.  Pagi itu (4/1/20) suasana masih terasa dingin bahkan kabut putih pun masih begitu tebal menutupi panjangnya jalan. Tapi pagi itu selepas pulang dari ndalemnya Kiai Huda, aku langsung menuju ke pemakaman umum desa Sukajadi tempat di mana bapak disemayamkan. Ya, bapak adalah KH Hafidz Baehaqi (w. 2013) dan aku datang lagi berkunjung ke pusaranya. Suasana hening itu membuatku tak lama langsung memanjatkan doa ku hadiahkan kepada beliau dan para ulama. Tak terasa saat doa dan tahlil berkum

NU dan Upaya Merawat Pluralisme

Woks Beberapa saat yang lalu kita dikagetkan dengan penelitian Muhtadi dan Mietzner yang mengatakan bahwa pluralisme di tubuh NU itu hanya utopis alias mitos. Hal itu berdasarkan bahwa setiap masalah yang dihadapi selalu berkaitan dengan tindakan yang intoleran. Bagi kalangan NU struktural mungkin tidak tapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa NU akar rumput masih melakukan penyimpangan itu. Pernyataan dari dua peneliti tentang pluralisme NU tersebut bisa benar bisa juga salah sebab tidak semua orang sepakat dengan mereka. Bisa benar karena memang NU akar rumput masih labil alias belum dewasa ketika melihat permasalahan. Mereka masih di bawah kendali tekanan nafsu dan minimnya pengetahuan. Perbedaan masih dimaknai sebagai suatu yang salah sehingga tindakan mereka dianggap sebagai perwakilan atas kebenaran. Publikasi dua peneliti tersebut tidak selamanya benar karena mereka masih membaca Indonesia khususnya warga NU secara parsial. Sehingga kaca mata dalam menarik kesimpulan

Muslimat NU Kekuatan Baru Masyarakat Sipil dalam Memperjuangkan Demokrasi..

Woks Sejak reformasi bergulir peran perempuan hanya menjadi arus kedua dalam percaturan politik negeri ini. Seolah-olah suara mereka tidak berguna atau paling sesekali dimanfaatkan untuk kontestasi politik sektoral. Anggapan bahwa peran perempuan tidak terlihat mungkin tidak selamanya benar bahkan tidak boleh dipandang sebelah mata. Saat ini kekuatan perempuan melipat ganda bisa melumatkan siapa saja. Hal itu terbukti dengan banyaknya pemimpin perempuan yang ikut bertarung dalam pemilu. Alasan kuat mengapa perempuan terjun ke gelanggang politik tak lain karena panggilan jiwa "lek koe iso tapi meneng kui elek, lek koe ra iso tapi rumongso iso kui yo elek. Seng apik kui nek tengah-tengah tur panggah disinaui". Secara psikologis pemilih perempuan menaruh harapan besar pada pemimpin yang terpilih untuk pro rakyat dan menegakan keadilan. Tapi ironisnya kadang kala siapapun pemimpinya bisa berpotensi untuk menghianati rakyat tidak peduli apa jendernya. Saat ini kita buk

NU dan Cita-cita Kebangkitan Petani

Woks Beberapa waktu saya menyempatkan sowan ke ndalem kiai Wawan Setiawan pengasuh PP Nasy'atul Wardiyah Kertanegara-HGL Indramayu. Saya dan beberapa kawan disambut hangat oleh beliau dan tentunya kita ngobrol seputar banyak hal utamanya NU, shalawat, pergerakan, pesantren dan segala macam strategi menghadapi modernisasi ini. Salah satu topik menarik dari diskusi kami kala itu adalah tentang sejarah NU yang makin hari semakin berlalu.  Menurut kiai Wawan dua hal yang hampir tidak didengungkan lagi di kalangan Nahdliyin yaitu tentang Taswirul Afkar (nahdlatul fikri) dan Nahdlatul Tujjar. Dua wadah pergerakan ini padahal merupakan cikal bakal berdirinya NU. Tapi saat ini kita hampir saja tidak mengkajinya secara lebih jauh dan mendalam. Tentu kita ingat bahwa organisasi Taswirul Afkar merupakan wadah di mana para tokoh, kiai, ulama dan santri mewadahi pikiranya di sini. Mereka berdiskusi membahas tentang beragam hal yang fungsinya untuk memecahkan masalah. Taswirul Afkar

Beberes Umah: Sebuah Refleksi Menjelang 1 Abad NU

Woks Tidak terasa usia NU akan semakin sepuh. Usia yang terbilang tidak muda lagi untuk sebuah organisasi yang didirikan tahun 1926 tersebut. Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan peninggalan para sesepuh itu, NU telah banyak melewati berbagaimacam hal seperti perlawanan terhadap rezim otoritarian, penerimaan dasar negara Pancasila, kembali ke khittah 26, mengonsep negara Darussalam, menjembatani konflik rasial, memutuskan relasi muslim dan non-muslim, rekonsiliasi dan dukungan buat Palestina, menolak gagasan full day school , komitmen mengawal setia pluralisme dan NKRI. Sejarah memang telah berlalu tapi saat ini NU akan melewati sejarah ke arah masa depan. Dalam menyongsong 1 abad NU tentu kita terus berbenah. Organisasi besar ini pastinya akan mengalami gejolak serta pasang surut kepemimpinan. Suksesi kepemimpinan di tubuh NU tentu telah berlangsung lama sejak ketua pertama KH Hasan Gippo hingga KH Said Aqil Siradj semua telah membawa roda organisasi sesuai dengan zama

Asuransi Masyarakat dan Sebuah Tragedi Kemanusiaan

Woks Sejak tahun 1583 di London kita baru saja mengenal apa itu asuransi sebagai sebuah konsep baru bagi manusia yang menggunakannya. Asuransi tak lain merupakan program di mana seseorang menyetorkan iuran lantas di beberapa waktu iuran tersebut bisa digunakan sebagai jaminan. Jaminan tersebut bisa berupa kesehatan, kecelakaan, melahirkan, pendidikan hingga kematian.  Sebenarnya secara sederhana asuransi adalah metode menabung atau memutar uang agar modal tersebut selalu dinamis. Akan tetapi tidak semua orang bisa menikmati fasilitas yang katanya serba gratis itu. Nyatanya jika tidak terdaftar dan tidak iuran tiap bulannya apalah artinya. Kadang orang kecil yang kesulitan ekonomi akan lebih sulit lagi jika ikut dalam program asuransi tersebut. Apakah pemerintah sebagai regulator tertinggi sudah mampu menjamin warganya dari segala ketimpangan, rasanya belum. Mari kita lihat realitas bahwa pemerintah masih perlu instrospeksi terhadap keadaan yang miris lewat film Daun di Atas

Memulihkan Persepsi Orang Naik Pesawat

Woks Kecelakaan pesawat kembali terjadi kali ini menimpa maskapai Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 tujuan Jakarta-Pontianak. Tentu kejadian ini tidak hanya sekali melainkan begitu sering terjadi di negeri ini. Menurut catatan Aviation Safety Network , Indonesia menjadi negara dengan torehan terbanyak dalam kasus kecelakaan pesawat di Asia tenggara, setidaknya 153 kecelakaan fatal dari total 3.039 korban meninggal sejak 1946 hingga 2020. Data tersebut berbanding terbalik dengan citra perusahaan penerbangan yang terus membaik.  Dari serangkaian kasus kecelakaan pesawat tersebut tidak hanya kondisi dalam negeri, media asing pun turut menyoroti kasus tersebut terutama perusahaan maskapai yang memproduksi pesawat. Tentu yang sering kita tahu adalah pesawat buatan Boeing milik Amerika. Beberapa media asing pun menyebutkan bahwa banyak faktor di Indonesia mengapa sering terjadi kecelakaan pesawat di antaranya yaitu faktor geografis, cuaca, ekonomi, kondisi pesawat, hi

Untuk Seorang Kawan

         (Makam Kawanku Esa Prayogi A) Woks Kawan, tadi aku mengunjungi pusaramu. Aku datang sejenak dan akan pergi lagi. Maafkan, aku tak membawa banyak hal seperti kebanyakan orang selain setangkai fatihah buatmu.  Kawan, aku masih ingat bahkan sangat segar diingatan saat pertama kita berjumpa. Sedangkan engkau sudah dipenuhi segala bully dan caci maki. Tapi saat itu pula aku mengenal diriku sendiri sebagai manusia yang penuh kealpaan. Kawan, mungkin saat ini engkau telah lebih dulu bersua Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad saw. Engkau telah melewati masa sulit hidup di dunia yang penuh kefanaan ini. Sedang diriku di sini masih berjuang mengikis kejahiliyahan. Kawan, sudah berapa lama kita tak berjumpa. Atau sudah berapa hal baik yang telah kita lewati bersama. Sesekali aku mengenang saat pertemuan akhir kita diacara reuni kecil itu. Kawan, aku mengenangmu sebagai pribadi baik yang meninggalkan arti kepasrahan, pantang menyerah, menyukai shalawat dan mencintai mesjid. Kawan,

Bertemulah Sebelum Berpisah

        (doc. penulis saat ikut dlm acara) Woks Pada Selasa malam saya berkesempatan mengikuti acara zoomeeting dalam rangka " Lelang Amal dan Tasyakuran Ulang Tahun Lurah Pondok Virtual Ihya Ulumuddin Gus Ulil Abshar Abdalla ke-54 ". Acara yang katanya serba dadakan itu setidaknya membuat saya tertegun untuk beberapa saat dan mengharuskan saya membuat catatan kecil ini.  Dalam sambutannya Gus Ulil yang juga didampingi Mbak Admin Ning Ienas memaparkan tentang pengalaman beliau selama ngaji ihya, kopdar ke sana-kemari, termasuk juga kegiatan selama musim pandemi. Dalam keadaan itulah Gus Ulil berbagi kisah bahwa walaupun keadaan dunia masih kritis karena pandemi setidaknya kita masih memetik banyak hikmah. Mungkin jika memilih tentu kita berharap ingin seperti sediakala, di mana seseorang bisa berinteraksi tanpa perlu was-was lagi waspada. Akan tetapi Tuhan berkehendak lain bahwa saat ini manusia harus dipaksa belajar dengan kondisi yang mereka sendiri belum pernah

Artis, Media dan Hikmah di Balik Skandalnya

Woks Sebagai seorang manusia biasa dunia artis memang tidak menyuguhkan kesempurnaan. Termasuk manusia secara umum apa ada yang sempurna, tentu tidak ada. Manusia punya sisi gelapnya. Jika manusia tanpa dosa mungkin ia titisan Tuhan yang menjadikanya malaikat. Sejak dulu manusia memang tempatnya salah, lupa dan dosa. Maka tidak aneh kesalahan bisa terjadi kepada siapa saja dan kapan saja termasuk seorang publik figur. Entah sudah berapa artis yang terjerat kasus kriminal, skandal, narkoba, dan perceraian. Tentu jumlahnya sangat banyak sehingga mengidolakan artis memang harus siap konsekuensi jika sewaktu-waktu mereka berbuat salah. Tentu sebagai seorang fans amatiran akan menganggap bahwa manusia harus selalu benar. Sehingga saat mereka berbuat salah si fans tersebut akan gusar dan malah berbalik menghujatnya. Seharusnya kita bersikap bahwa manusia memiliki masa lalu untuk dimaafkan dan punya masa depan yang harus dijalani. Jangankan di dunia artis di dunia orang biasa pun

Literasi Ngalor-Ngidul

Woks Membahas tentang literasi memang tak akan berkesudahan. Karena aspeknya teramat luas maka dunia literasi memang tak ada ujungnya. Ibarat rasa ia tak ada habisnya di lidah, selalu bergoyang. Tapi harus diakui bahwa literasi yang selama ini kita pahami adalah tentang baca tulis, mengolah informasi, dan memublikasikannya. Padahal sesungguhnya literasi adalah sebuah cara untuk membuat masyarakat yang literat. Masyarakat literat bermakna masyarakat yang beradab, artinya manusia yang telah bertindak berdasarkan moralitas bukan emosional. Dari sini kita paham jika orang mudah marahan, ngambekan, ngamukan maka ia ciri-ciri orang yang tidak literat. Saat kawan-kawan dari Bambu Pena Haurgeulis meminta saya untuk mengisi bincang seputar literasi maka yang saya lakukan adalah memberi pemahaman bahwa literasi itu luas. Persoalan baca tulis memang pokok tapi sebenarnya ada tujuan lain dari literasi itu sendiri yaitu memperluas cara pandang dengan melihat masyarakat secara faktual. S

Kontroversi KB dan Sikap Optimis Masyarakat

Woks Jika membincang Keluarga Berencana atau KB tentu kita mengingat Orba sejenak. Ya memang KB adalah program peninggalan Orba yang tujuannya untuk menekan populasi pada kependudukan. Padahal sekitar tahun 1950an di era Soekarno pembatasan jumlah anak melalui KB merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan bahkan sampai ada dendanya. Seiring berjalannya waktu tumpuan kepemimpinan berubah ke Soeharto. Nah, di sanalah sejarah berubah bahwa program KB menjadi penting karena dua hal, pertama menekan angka kematian ibu & anak dan kedua, menekan jumlah populasi. Lantas kita bertanya bagaimana dengan orang saat ini yang anaknya banyak. Atau kita ingat bahwa Soeharto sendiri pun memiliki 6 anak yang tentunya Kontradiksi dengan KB itu sendiri. Mari kita ambil contoh ustadz kondang satu ini yaitu Ustadz Yusuf Mansyur dengan 5 anak. Beliau tidak menerapkan KB. Berarti secara prosedural sebagai warga negara beliau kurang taat, karena beliau memiliki anak lebih dari dua. Tapi walaupun a

Sebuah Puisi Kecil

    (doc pen. Mushola Syeikh Basyaruddin) Mencari Tuhan Woks Tuhan di mana Engkau? Apakah selama ini Aku tak tampak? Tuhan di mana aku mencari Mu? Apakah selama ini Aku menghilang? tanyakan pada ruang hati mu Apakah kau memujaku hanya karena kau konsepsikan sendiri. Bukankan hal itu sama dengan kafir, kata Hujwiri. Kau tak perlu susah, resah dan gelisah karena Aku menyusahkanmu. Kau cukup hayati dzatKu. Ia tersebar memenuhi jagat ini. Bainal arsy wal maghrib. Jika kau kehilangan Ku niscaya bukan Aku yang pergi tapi kau yang lari. Jika ku tak mengetahuiKu niscaya bukan Aku yang menghilang tapi kau yang tak mengerti. Padahal aku tak ke mana. Sekali lagi, tanyalah ke ruang hatimu Layang-layang Kehidupan Aku melihat anak-anak riang gembira menggembalakan layangannya ke atas langit menerbangkan setiap cita dan harapan. Seraya berkata: Semua telah menjadi beton, bumi semakin sempit, kembalikan tanah kami. Mereka seketika bermuram durja Seolah-olah angin menghembuskan kebencian ke