Langsung ke konten utama

MATAN: Banom Kami Menulis dan Pengabdian


Woks

Doktrin KH Hasyim Asy'ari jika mengurusi NU akan diakui sebagai santri dan didoakan husnul khatimah anak cucunya menjadi mantra tersendiri. Siapa yang tidak ingin berteduh di bawah organisasi para ulama tersebut yang juga mendapat legitimate dari Mbah Hasyim. Secara garis besar jam'iyyah NU membagi anggotanya atas dua klaster besar yaitu NU struktural dan NU kultural. NU struktural tentu minoritas warganya yang aktif dalam banom dan lembaga tertentu pada sebuah wadah organisasi. Sedangkan NU kultural adalah mayoritas warga yang tidak turut serta dalam organisasi alias tidak terikat secara formal.

Saya mengenal NU lewat mata pelajaran ke-NU-an ketika duduk di kelas VII MTs. Sejak saat itulah rasa ingin aktif di NU sudah mulai tumbuh. Tapi sayang karena lingkungan yang belum mampu mewadahi maka saya pun harus puas belum bisa mewujudkan keinginan tersebut. Hingga lulus Aliyah dan sampai kuliah saya belum juga turut serta aktif di salah satu banom milik NU. Ketika kawan lain sudah ber-IPNU atau ber-Anshor misalnya saya justru belum mengikuti satu pun banom yang ada di NU.

Saya juga tidak memaksa kepada diri sendiri untuk segera aktif tapi seiring berjalannya waktu nanti juga akan aktif. Selama i'tikad sudah ada pasti ada waktu yang memihak kepada saya. Dulu ketika ikut lomba di PWNU Jatim tahun 2016 saya hanya dipesani Mbak Hesty (PW IPPNU Jatim) nanti jangan lupa kamu harus aktif di IPNU. Singkat cerita saya belum aktif di manapun. Hanya di awal 2020 sebelum negara api (Covid-19) menyerang saya ikut dalam kepengurusan MATAN walaupun hingga hari ini belum juga diresmikan.

Sebagai mahasiswa anyaran tentu mengikuti salah satu banom NU sudah lama saya idam-idamkan. Dulu ingin ikut IPNU tapi tak ada wadahnya, saat mau ikut PKPT juga demikian saya keburu lulus hingga akhirnya Mahasiswa Ahlut Thariqah al Mu'tabarah an Nahdliyah (MATAN) tempat saya berlabuh. Rasanya sangat senang ketika masuk MATAN walaupun hingga hari ini belum begitu banyak kegiatan selain dulu sempat beberapa kali mengikuti agenda rapat.

Bagi saya pribadi mengikuti salah satu banom NU adalah sebuah keharusan. Seorang Gus Baha dengan alim tafsir dan faqih juga masih mengaku sebagai NU dan apa problemnya ketika menjadi NU. Bukankah dengan menjadi NU kita memiliki sambung sejarah, sanad, nasab, ilmu, dengan para ulama terdahulu dan yang penting adalah merawat ideologi Ahlussunah Waljamaah ditambah an Nahdliyah sebagai pembeda. Karena dewasa ini banyak ormas atau kelompok yang mengatasnamakan Aswaja padahal yang diperjuangkan hanyalah politik belaka.

Kita harus tau bahwa MATAN tidak diperuntukkan bagi mahasiswa saja akan tetapi yang merasa memiliki ghiroh kemahasiswaan bisa bergabung di organisasi ini. Badan lajnah mustaqilah yang diresmikan pada Muktamar XI JATMAN di Pondok Pesantren al-Munawariyyah Bululawang Malang Jawa Timur pada tanggal 10–14 Januari 2012 M / 16–20 Shafar 1433 H menyepakati lahirnya MATAN (Jatman.or.id). Tujuanya adalah untuk menyisipkan ajaran dan nilai-nilai tasawuf dalam membentengi para pemuda dari arus konservatif, radikalis, positivis, teroris dalam beragama. Sesuai tujuanya MATAN yang bercorak tasawuf ingin memberi ruang bahwa dengan tasawuflah kehidupan sosial spiritual mampu mencerahkan.

Kampus sebagai agen pencetak sikap tridarma perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tentu berharap agar para pemuda terus bersemangat dalam menggapai cita-cita tersebut. Tantangan ke depan yang makin berat seperti dekadensi moral yang melebar untuk kita harus memperjuangkan lewat jalur menulis dan pengabdian. Lewat jalur menulislah hal yang sangat mungkin dilakukan insan akademik. Tapi problemnya sekarang sedikit sekali orang yang memiliki minat di jalur ini. Selanjutnya adalah pengabdian jalur yang sudah hampir dipastikan setiap orang harus melakukannya. Karena pengabdian kepada masyarakat adalah wujud nyata seseorang setelah sekian lama ditempa lewat berbagai hal utamanya pendidikan, pengalaman, pengkaderan hingga pendadaran.

Menulis dan mengabdi adalah salah satu paket komplit untuk menjelaskan kepada khalayak tentang suatu hal dalam konteks ini adalah organisasi MATAN. Organisasi yang saat ini di bawah komando JATMAN melalui Maulana Al Habib Lutfi bin Ali bin Yahya sangat perlu untuk mensyiarkan bahwa ajaran tasawuf bisa mudah diterima siapa saja. Termasuk Islam masuk ke Indonesia salah satunya lewat pendekatan dari kaum tarekat.

Terakhir saya hanya ingin mengajak kepada khalayak betapa pentingnya kita berbanom NU. Entah di mana posisi kita saat ini bahwa menjadi NU berarti menjadi Indonesia. Maka jika kita tidak mampu terstruktur lewat organisasi setidaknya kita terus berupaya untuk menulis dan mengabdi. Dua cara itulah jalur yang disediakan alam agar kita terus berkontribusi buat banyak orang. Sungguh ajaran Islam, petuah ulama, kearifan lokal, sosial budaya kita terlalu kaya untuk segera dituliskan. Selamat Harlah NU ke-95 semoga Allah terus senantiasa membimbing kita ke jalanya yang lurus dan diridhoi.

the woks institute l rumah peradaban 31/01/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde