Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Membaca Gus Dur dalam Narasi Moderasi dan Pandemi

Woks Pada 14 Muharram 1443 H tepat 12 tahun berpulanganya KH. Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gus Dur versi hitungan hijriyah dan kini sudah di 30 Desember bulan Gus Dur berpulang. Waktu tersebut tentu menarik kembali ingatan banyak orang betapa rindunya pada sosok pejuang kemanusiaan tersebut. Beliau memang telah banyak berkontribusi bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia sehingga ajarannya selalu relevan meski zaman silih berganti. Saat ini keadaan pandemi tentu Gus Dur tidak menjumpainya akan tetapi ada beberapa hal yang dapat kita tuangkan menjadi gagasan Gus Dur yang tidak cepat usang. Gus Dur telah membuktikan bahwa keberagamaan bangsa Indonesia harus terus dipupuk dan dipertahankan. Hal itu terbukti dari jargon, "yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan" bukan sekadar jargon tapi justru menjadi laku hidup beliau. Kita tentu tahu bahwa prolematika masyarakat justru sangat mudah ditemui pada umat beragama. Karena landasan teologis berbeda seseora

Jagong Gayeng bersama Ustadz Fahyuddin

Woks Baru pertama ini aku bertemu beliau. Di tahun-tahun sebelumnya sangat sulit sekali bertemu dengan beliau. Ya, Ustadz Fahyuddin begitulah nama yang tak asing di lingkup Yayasan Nurul Hikmah Haurgeulis. Beliau merupakan menantu dari KH. Mukhtar Dahlan muassis Yayasan Nurul Hikmah Haurgeulis. Dari dulu hingga kini beliau tetap berposisi sebagai sekretaris yayasan. Di suasana malam yang dingin itu aku mencatat banyak hal dari diskusi bersama beliau. Pertama , dalam menghadapi hidup itu kita harus sabar. Kesabaran tentu kita tahu bahwa itu sikap yang sulit untuk diterapkan apalagi jika sudah dihadapkan dengan masalah. Di sanalah kesabaran akan nampak berharga. Selain itu keikhlasan adalah kunci utama. Jangan sampai perjuangan dan pengorbanan kita sia-sia cuma karena kita belum ikhlas. Maka dari itu keikhlasan adalah esensi dari ibadah yang ternilai. Kedua , jika masalah sudah ada di hadapan kita segeralah meminta solusi kepada Allah bahkan sebelum masalah itu ada. Berserah dan berpasr

Ziarah Ke Makam Kiai Muiz Ali

Woks Siang itu aku bergegas menemui seorang teman untuk minta diantar ke makam Kiai Muiz. Langsung saja setelah ku temui temanku itu ia sangat bersedia. Temanku bernama Mar'isyam dan adiknya Akbar Riziq. Mar'isyam langsung bergegas tancap gas menuju ke makam beliau dan memang bertepatan di belakang rumah. Sesampainya di sana kami disambut oleh Mba Afroh dan ibu. Dua buah gelas kopi dan biskuit sudah menemani berbincang kita. Dengan tanpa sedih dan mencoba terus sumringah ibu bercerita bahwa kepergian bapak memang tidak terduga bahkan tidak ada isyarat khusus yang beliau rasakan. Akan tetapi kenangan bersama bapak tentu tak bisa dilupakan baik oleh keluarga maupun para siswa dan jamaahnya. Bapak memang tipe orang yang sederhana, humoris dan apa adanya. Tidak hanya itu beliau juga romantis. Suatu ketika beliau berseloroh kepada ibu, "Bu, bidadari ada 40 lhoo nanti buat bapak semua". Bapak mencoba membuat ibu cemburu, lantas ibu menjawab "Ya biarin pak, nanti juga 4

Review Buku Matinya Kepakaran Karya Tom Nichols

Woks Siapa yang disebut pakar itu? apakah setiap orang bisa disebut pakar karena keahlianya. Misalnya para profesor apakah disebut pakar karena telah menemukan berbagai teori dan penemuan. Bisa jadi mereka disebut pakar karena telah lebih concern ketimbang kita yang merasa serba tahu. Dalam buku Matinya Kepakaran yang disebut pakar yaitu mereka secara pendidikan mencapai puncak dan konsentrasinya, lalu mereka memiliki bakat dalam bidang yang digelutinya, telah melewati panjangnya pengalaman dan mendapat pengakuan dari orang lain. Jadi di luar itu pakar hanya ilusi alias bisa diklaim sepihak oleh siapa saja. Hal itulah yang terjadi di media sosial dewasa ini. Bagi Nichols para pengguna media sosial itu sudah kelewat batas misalnya soal pilihan kata, masih banyak orang yang menyebut orang lain bodoh ketimbang tidak tepat. Di dunia kampus pun demikian tak ubahnya seperti toko yang berjualan. Nichols mengkritik guru yang kaku bahwa mereka benar dan murid salah. Juga termasuk kampus yang

Muktamar NU Dalam Catatan

Woks Dalam perdiskusian panjang perhelatan muktamar NU selalu menjadi topik menarik sekaligus sorotan baik media dalam maupun luar negeri. NU dan sejarahnya memang selalu asyik disimak karena organisasi ini sudah antik sejak didirikan tahun 1926 tersebut. Salah satu keunikan NU dalam perhelatan muktamar ada sebuah pernyataan yang saya dengar bahwa muktamar di luar Jawa akan selalu sejuk dan adem. Berbeda muktamar yang dihelat di pulau Jawa suhu ketegangannya benar-benar sangat terasa. Salah satu sumbu ketegangan muktamar bisa kita ingat pada waktu muktamar ke-33 di Jombang. Bahkan saking tegangnya Pjs Rais Aam KH. Mustofa Bisri sampai berkata apa perlu menciumi satu persatu kaki muktamirin yang sulit meredam emosinya. Begitulah muktamar dan pernak perniknya. Yang jelas dalam muktamar ke-34 di Lampung juga tak kalah menariknya untuk dicermati. Tentu perhelatan muktamar sejak awal NU berdiri hingga kini memiliki kekhasanya tersendiri. Dulu sejak 1926 hingga menjelang kemerdekaan muktamar

Hari Ibu Yang Diperdebatkan

Woks Di Indonesia setiap memperingati hari tertentu pasti ada saja sesuatu yang ramai. Keramaian itu minimal terdapat komentar miring seputar momen peringatan hari tersebut. Misalnya saja tiap tahun kita tak pernah usai berdebat soal ucapan selamat natal setiap tanggal 25 Desember termasuk 22 Desember hari ibu kemarin. Misalnya seseorang dengan sinis mengatakan, "hari ibu kok tanggal 22, hari ibu itu setiap hari". Sebenarnya tidak salah ungkapan tersebut cuma apa salahnya jika kita memperingati hari tersebut. Kadang orang yang sinis tersebut pun belum tentu melakukan hal-hal baik untuk ibunya di setiap harinya. Hal itu hanya dalih ketidaksukaan karena momen peringatan hari-hari tersebut dibuat oleh orang non-muslim. Sebenarnya tidak salah memperingati hari ibu setiap tanggal 22 Desember tersebut. Salah satunya pesan dari Ustadz Nuryani seorang pendidik Bahasa Arab di UIN Tulungagung berkata bahwa setiap hari adalah hari ibu tapi hari ini titik tolak untuk mengingatkan yang al

Perlukah Kita Mempercayai Sains?

Woks Di awal tahun 2021 kita sempat geger sekaligus asyik dengan perdebatan menarik seputar sains yang melibatkan para pesohor di laman Facebook. Mereka saling memberi argumen sekaligus menganulir berbagai hal mengenai mispersepsi soal pandemi secara umum. Orang-orang itu di antaranya budayawan adiluhung Gunawan Mohamad (GM), AS. Laksana, Ulil Abshar Abdalla, Hamid Basyaib, FK. Sitorus, F. Budi Hardiman hingga si bungsu Taufiqurrahman. Tulisan ini tentu berangkat dari judul e-book si bungsu Taufiqurrahman yang berjudul "Mengapa Sains Layak Dipercaya?" (Antinomi, 2021). Dari beberapa nama yang disebutkan tentu Taufiqurrahman adalah pendatang baru akan tetapi beberapa tulisanya yang juga mengkritik GM dan Ulil barangkali tidak bisa dianggap remeh. Ia mengkritik GM yang menaruh kecurigaan berlebihan terhadap sains, ingin memberi ruang pada misteri dan karena alasan gaya tulisanya yang selalu mencuplik tokoh dan ketokohan "cherry picking" itu hanya sekadar legitimasi g

NU dan Tantangan Mayoritarian

Woks Sebagai salah satu organisasi besar NU dianggap menjadi jangkar kalangan akar rumput khususnya masyarakat Islam tradisional sedangkan MU dianggap mewakili kalangan yang lebih modern. Tapi seiring berjalannya waktu kedua organisasi made in Indonesia ini sesungguhnya saling melengkapi. Bahkan di era modern ini NU sedang merangkak menimang modernitas, salah satunya dengan banyaknya pemikiran dan kolaborasi NU yang lahir bersama teknologi dan kebutuhan praktis zaman kini. Beberapa kali NU telah merangkak maju menuju abad baru bahkan NU sedang mempersiapkan kuda-kudanya menuju abad kedua. Tentu NU akan menjadi angin segar di mana organisasi ini menuju kedewasaannya. Akan tetapi untuk menuju ke sana pasti tidak mudah, NU akan menghadapi banyak hal yang akan menjadi tantangan ke depan salah satunya adalah peluang menjadi mayoritas. Tidak menutup kemungkinan bahwa menjadi mayoritas juga merupakan polemik tersendiri. Tidak hanya NU, agama sebagai instrumen yang mengantarkan kepada kebenara

Review Buku Perang Dalam Diri Manusia karya Erich Fromm

Woks Erich Fromm menuliskan bukunya dengan begitu apik. Kendati oleh beberapa ahli iya disanksikan terpengaruh dari karya Freud tentang eros dan tanatos atau bahkan teorinya tidak lebih baik instinc kematian itu. Akan tetapi setidaknya Fromm telah membuka jalan baru mengenai akar kehancuran perspektif psikologi. Buku yang berjudul asli War Within Man: A Psychological Enquiry Into The Roots of Destructiveness A Study and Commentary in the Beyond Deterrence Series terbit pertama pada 1963 di Philadelphia. Fromm membuka tulisanya dengan pernyataan bahwa dalam diri manusia terdapat watak seperti domba yang penurut dan serigala yang memangsa. Hal itu percis dalam gambaran Thomas Hobbes, " homo homini lupus " bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainya. hlm. 9 . Menurut Fromm akar kehancuran manusia secara psikologis adalah karena alasan mulia atau dalam bahasa Freud defense mecanism . Di sisi lain manusia menganggap bahwa kekerasan diperbolehkan karena alasan tugas suci.

Tradisi Literasi ala Gus Baha

Woks Sebagai muhibbin Gus Baha tentu saya punya kewajiban menuliskan segala hal baik tentang beliau. Tentu kebaikan itu terekam dalam setiap ceramah-ceramah beliau dalam sebuah acara. Mengapa kita perlu menuliskan dawuh-dawuh ulama setidaknya kita berkaca pada kasus yang menimpa Imam Abu Laits yang mashur itu. Beliau dalam sebuah riwayat adalah orang yang lebih alim alamah daripada Imam Malik muallif Kitab Muwattha. Imam Abu Laits adalah korban disia-siakan ilmunya oleh para pengikutnya karena tidak ditulis. Di sinilah mari kita mulai menuliskan apa yang diketahui dari cara dakwah Gus Baha. Jika kita mengikuti ngaos Gus Baha baik tematik kajian kitab secara serius maupun ceramah di berbagai undangan tentu beliau membawa ciri khas tersendiri dalam cara penyampaiannya. Misalnya yang saya catat di antaranya : Ketika ngaji di rumah maupun di forum umum, Gus Baha selalu tampil asri baik itu dari cara beliau berjalan, bersikap hingga berbusana. Tentu yang akan kita ingat dari beliau adalah k

Majlaz bersama Kyai Muharror Demak : Metode Arbain Cara Mudah Menggapai Keutamaan Ilmu

Woks Alhamdulillah Majlaz tiap kali dihelat tak pernah sepi dan selalu menarik untuk disimak. Kali ini Majlaz begitu istimewa karena dihadiri oleh beliau Kyai Muharror Khudori dari Demak Jawa Tengah. Beliau merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al Mubaroq Arbain sekaligus penyusun Kitab Arbain Fii Nahwi wa Shorof wa Lughoh . Kitab tersebut berisi ulasan lengkap mengenai dunia nahwu dan shorof sebagai media baca kitab kuning dengan praktis dan mudah. Menurut beliau kitab tersebut disusun karena teman-teman di berbagai media sosial dan berkembang hingga kini sampai dibukukan. Awal mula beliau menyusun kitab tersebut yaitu diceritakan suatu hari ada seorang kyai ingin mencari guru thoriqot, beliau mendengar di Tulungagung ada mursyid yaitu KH. Abdul Jalil Mustaqim bin Husein dari PETA. Ketika beliau sampai di Tulungagung kyai itu masih ragu bahwa KH. Abdul Jalil adalah mursyid, lantas dalam perjalanan pulang tak lama mobil kyai tersebut mogok. Ketika mendapatkan bengkel, ternyata yang menja

Hantu Plagiasi

Woks Ikhwal menulis memang sulit apalagi dilakukan oleh orang yang tidak memiliki rekam jejak yang baik alias masih pemula. Menulis memang tidak semudah yang dibayangkan, simsalabim langsung jadi. Menulis merupakan proses panjang yang dilakukan dengan melibatkan segenap jiwa. Ada nilai norma yang selalu hidup dan berlaku dalam proses menulis. Jika mendengar istilah plagiarisme dalam tulisan tentu membuat telinga siapa saja panas. Apalagi jika kegiatan tak fair itu dilakukan oleh orang-orang besar panutan dengan dalih kebutuhan mendesak atau paling error adalah jabatan. Sudah hanyak yang mengulas berkaitan dengan academic crime ini akan tetapi makin hari justru semakin menjadi. Paling berbahaya tentu jika sampai menjadi budaya. Sehingga jika sudah begitu dunia akademik dan kampus akan kehilangan marwahnya. Kita memang mudah curiga dengan penulis pemula yang secara ujug-ujug menulis begitu bagusnya. Tulisanya terangkai laiknya para ahli dalam hal ini tulisan ilmiah berlabel jurnal berepu

Membangun Tradisi Menulis

Woks "Pasca lulus kuliah tidak ada yang dibanggakan lagi selain kemampuan membaca dan menulis". -Kak As Aksara Pesan Kak As di atas begitu mengena. Pesan tersebut disampaikan pada acara Makrab LPM Aksara pada 15 Desember lalu di Aula Wisata Edukasi Kampung Tani Tulungagung. Pesan itu dirasa sangat perlu direnungi terkhusus bagi kawan-kawan yang berkecimpung dalam organisasi jurnalistik. Kak As yang nama lengkapnya Ahmad Asrori tak lain merupakan Pimpinan Umum LPM Aksara yang pertama. Ia mengatakan hal itu bukan tanpa alasan bahwa sejatinya membaca menulis itu sangatlah penting. Kepentingan itu lebih jauh lagi dikupas oleh Mas Woko Utoro dalam penyampaiannya di sesi Enlighment. Menurut Woko yang disapa Bang Woks, literasi secara umum dan terkhusus membaca dan menulis berawal dari rasa ingin tahu, sedangkan rasa itu hanya dimiliki oleh anak-anak dan remaja. Ia menganggap bahwa keingintahuan remaja sudah tidak seperti anak-anak dulu. Keingintahuan remaja saat ini sudah tidak or

Koneksi Ruhani

Woks Jika ada orang yang berdikir kepada Allah dengan lafadz jahr disertai menggerakan anggota badan maka jangan secepatnya mengatakan bid'ah, haram, sesat dll. Justru kita perlu menelaahnya bahwa dzikir tersebut sesungguhnya ingin mengajak badan untuk bergerak mendekat kepada Allah. Dalam tradisi tasawuf dzikir sebagai metode taqorrub kepada Allah memang sebanyak tarikan nafas. Jadi sama dengan jalan menghadap Allah itu sebanyak buih di lautan. Sejatinya adanya dzikir tersebut tak lain untuk melatih diri dengan hal-hal yang ruhani atau spiritual. Seperti halnya puasa tujuannya untuk mengaktifkan yang ruhani karena ada sesuatu yang bukan materil dalam tubuh maka perlulah diaktifkan kembali. Manusia itu asalnya ruhani, jasad adalah benda mengajak pada hal-hal rendah. Maka yang ruhani ini perlu dibimbing agar ketika menghadap kepadaNya masih dalam keadaan ruhani. Print out ruhani memang sangat penting untuk diperhatikan sehingga kita harus tau bagaimana cara merawat hal itu. Setidak

Piknik Ke Buku

Woks Warna akan pudar, kuil akan ambruk, kerajaan akan runtuh, namun kata-kata bijaksana akan abadi. - Edward Thorndike Kata mutiara dari Edward Thorndike tersebut membuka tulisan ini sebagai motivasi utama untuk kita tetap dalam pejuang literasi. Tentu kata-kata tersebut tidak lahir dari ruang hampa melainkan melalui penempaan panjang penuturnya. Salah satu penempaan itu adalah lewat membaca. Mari langsung saja kita menuju perpustakaan untuk bertamasya ke buku sebagai salah satu cara menempa diri menemukan pencerahan. Tulisan ini mengajak kepada kita semua untuk piknik ke buku. Dalam buku tersebut terdapat tempat wisata yang menyenangkan dan gratis tiket masuknya. Anda cukup meluangkan waktu dan melawan kemalasan. Dalam buku tersebut terdapat kata-kata indah seperti pemandangan dalam kata pembuka di atas. Selain itu dari masing-masing buku tentu memiliki fasilitasnya tersendiri. Ada buku yang ingin mengajak pengunjungnya menyelami dunia hikmah yang penuh dengan ajaran-ajaran ruhani.

12.12

Woks Seperti kebanyakan orang Indonesia selalu senang dengan tradisi menebak-nebak keberuntungan. Tidak hanya hewan yang dilibatkan misalnya ketika menebak skor kemenangan suatu klub sepakbola dan lainya, angka pun juga tak kalah turut serta diperbincangkan. Soal angka masyarakat kita menyebutnya dengan "angka cantik". Entah indikator apa sehingga angka itu menjadi cantik, mungkinkah mereka bersolek. Orang-orang menyebut angka cantik sebagai simbol hoki dalam tradisi Tionghoa setidaknya karena angka itu langka, berawal atau berakhiran sama atau diapit di antara keduanya. Angka itu juga mudah diingat bahkan sering dikaitkan dengan mitos tertentu. Angka memang tak pernah lepas dari tradisi hidup mati manusia. Sebagai bangsa yang tradisi dan budayanya kental angka selalu dilibatkan misalnya menentukan hari pernikahan, boyongan rumah, memulai usaha, hingga yang ironis memaksakan hari kelahiran anak. Sejak dulu kita memang gila angka dan angka selalu menjadi tanda bahwa sesuatu pe

Mengaktifkan Sistem Ruhani

Woks Salah satu ciri wali Allah selain rasa takut juga tak banyak mikir. Itu artinya bahwa mereka sedang bersandar pada keyakinan bahwa Tuhan begitu dekat dan akan memberikan setiap jalan bagi hambanya yang mengalami kebuntuan. Hal-hal semacam inilah yang menjadi indikator kepasrahan total yang menjadikan manusia berpredikat muttaqin . Siapa bilang menjadi orang bertaqwa itu mudah, tentu akan sangat sulit jika hanya dalam angan-angan. Maka dari itu seseorang yang berpuasa puncaknya adalah menjadi manusia bertaqwa. Jika mereka kesulitan bagaimana merealisasikan taqwa maka Qur'an mengajarkan lewat kisah para pendahulu salah satunya Nabi Ibrahim as. Cerita kepasrahan Nabi Ibrahim as yang meninggalkan Siti Hajar dan putranya Ismail merupakan kisah yang luar biasa. Betapa tidak jika dinalar logika tentu tak akan ketemu ujungnya. Bisa dibayangkan betapa teganya Nabi Ibrahim sebagai bapak meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir tandus dengan sengatan matahari yang panas. Di sana ti

Tulkiyem

Woks Suatu hari dalam sebuah pengajian seperti biasanya sosok paruh baya itu sudah berada di markasnya. Ia memang spesialis korah-korah alias bersih-bersih. Markasnya selalu di belakang itulah dia Mbah Tulkiyem. Di saat orang lain sibuk dengan pengajian beliau justru sibuk di belakang mempersiapkan segala sesuatu untuk tamu dan jamaah. Beliau menjadi pelayan Tuhan dengan jalan yang berbeda: khidmah. Saat orang lain tholabul ilmi beliau selalu ditempatkan di belakang karena bagi sebagian orang beliau itu udik, buta huruf dan memalukan. Hingga akhirnya segala aktivitas itu ia lakukan dengan ikhlas. Mbah Tulkiyem hidup di daerah selatan tepatnya sekitar Ploso Mojo Kediri. Suatu hari dalam pengajian yang menghadirkan waliyullah Gus Miek (KH. Chamim Djazuli) Mbah Tulkiyem masih saja di belakang sebenarnya beliau ingin juga ikut mengaji. Tapi karena beliau sadar diri akhirnya tetap saja belakang adalah singgasananya. Dalam keramaian itu seketika Gus Miek menyela dalam ceramahnya bahwa bel

Malu sebagai Ideologi Kebangsaan

Woks Sejak dulu Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah. Tentu keramahan tersebut sebagai suatu sikap cerminan dari budaya Timur yang kental. Salah satu sikap menarik dari bangsa kita adalah malu. Tapi jika ditanya apakah bangsa ini masih punya malu. Tentu pertanyaan tersebut perlu diurai dalam narasi yang panjang. Bicara tentang rasa malu penyair Taufik Ismail pernah menyatakan rasa malunya bahwa bangsa ini tidak punya malu. Misalnya saja kita berbangga ketika korupsi merajalela, kita malah tertawa ketika dinobatkan sebagai negeri penghasil sampah terbanyak, negara paling macet sedunia serta negara yang ironi ketika harus impor garam di tengah harta maritim yang kaya. Perasaan malu itu semakin diperparah dengan tingkah para pejabat kita yang kian hari semakin tidak waras. Akibatnya dengan ulah mereka seperti korupsi, culas, jual beli jabatan hingga bertindak seperti kanak-kanak masyarakat seperti kehilangan kepercayaan terhadap mereka. Dengan berbagai ketimpangan moral dan sosial

Orang-orang Picik

Woks Saya geram ketika bertemu dengan orang-orang yang pikiranya sempit. Pasti anda temui juga orang semacam ini. Jika bertemu tentu akan membuat kesal. Tidak hanya bertemu mencium bau status medsosnya saja mungkin anda tak sudi. Betapa tidak ia selalu melakukan hal-hal yang cupit alias pandir. Misalnya saja beberapa waktu lalu bahkan sudah beberapa kali saya selalu mendapat warning karena alasan sering memposting Prof. Quraish Shihab, Kang Jalal, Gus Dur, Cak Nur, Gus Ulil, dan segala atribut-atributnya seperti quote hingga pemikirannya. Alasan mereka memperingatkan saya adalah karena tokoh tersebut terkenal liberal, sekuler, syiah hingga ahlul bid'ah. Ketika saya meminta rasionalitas apa yang salah dari tokoh tersebut ternyata jawaban mereka masih sangat global dan jawaban itu cenderung monoton. Misalnya saja jawaban mereka hanya, "mereka itu berbahaya karena non-ahlusunnah", "mereka itu pengasong antek Barat" dan lainya. Padahal mereka sendiri mengatakan diri

Anak dan Salaman Kepada Guru

Woks Suatu pagi ada challenge dua orang guru berdiam diri di tengah lapangan sekolah. Guru tersebut terdiri dari satu guru muda dan satu guru senior bisa dikatakan sepuh. Tujuannya tak lain agar tangan mereka menjadi hajar aswad untuk diciumi oleh anak-anak. Bagaimana respon anak ketika guru tersebut berdiam diri di sana. Apakah mereka dengan kepekaan mendatangi guru tersebut lalu menyalaminya atau minimal menyapa atau bahkan mengabaikannya. Singkat cerita guru sepuhlah yang paling banyak disalami oleh anak. Tapi ada faktor lain mengapa anak tidak menyalami guru muda. Beberapa faktor tersebut terangkum seperti; pertama , si anak memang tidak peka dan belum mengerti. Kedua , efek pandemi barangkali mengaburkan banyak hal termasuk akhlak kepada guru. Ketiga , salaman masih belum dipahami secara dalam oleh si anak termasuk menghormati ahlul ilmi. Keempat , barangkali si anak belum mengenal guru muda sedangkan guru sepuh sudah sering mereka jumpai. Persoalan salaman memang nampak sederhan

Domba VS Serigala

Woks Apa yang ada dalam benak kita ketika mendengar Serigala atau Domba atau Serigala berbulu domba. Tentu Serigala adalah hewan buas yang kerjanya adalah memangsa sedangkan Domba adalah salah satu hewan ternak yang penurut lagi bernilai ekonomis. Sedangkan Serigala berbulu domba adalah istilah pepatah untuk menyebut karakter seseorang penipu ulung berkedok kebaikan, penjagal nama baik, dan Sengkuni. Demikian tulisan ini dibuka dengan karakter dua hewan yang sejatinya bersemayam dalam diri manusia. Dalam ilmu psikologi Eric Fromm memberikan pandangannya bahwa baik Serigala atau Domba keduanya memiliki kecenderungan yang ada dalam tubuh manusia. Kecenderungan hewani tersebut tentu lebih kompleks lagi dalam dunia tasawuf. Filsuf Thomas Hobbes memberikan perumpamaan, "homo homini lupus" bahwa manusia adalah Serigala bagi manusia lainya. Itu artinya bahwa sejarah umat manusia tidak lepas dari darah, pengorbanan nyawa, peperangan, perbudakan, dan segenap kuasa ambisi lainya. Sedan

Memoderatori Diskusi Buku Kontestasi Nalar Keberagamaan Kontemporer

Woks Kamis, 18 November 2021 saya berkesempatan menimba ilmu baru. Secara mendadak Dr. Rizqa Ahmadi meminta saya menjadi moderator pengganti dalam acara Diskusi Buku & Dialog Kebangsaan. Dengan cukup gugup saya pun mengiyakanya karena ini adalah medan belajar. Singkatnya sore itu saya tampil menjadi MC sekaligus moderator dalam memandu acara. Diskusi buku pada kesempatan ini yaitu berjudul Kontestasi Nalar Keberagamaan Kontemporer: Dari Konstruksi Identitas Menuju Koeksistensi Sosial (2021) yang merupakan karya 6 penulis para penerima beasiswa Kemenag dan PIES Australian National University (ANU). Acara tersebut terselenggara atas kerjasama UIN KHAS Jember, UIN SATU Tulungagung dan IAIN Ponorogo. Bertindak sebagai Keynote Speaker yaitu Dr. Hepni Zain, MM. (Wakil Rektor III UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember). Pembedah buku yaitu Prof. Dr. Abad Badruzaman, Lc, M. Ag (Wakil Rektor III UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung), dan Prof. Dr. Aksin Wijaya, M. Ag (Wakil Rektor III IAIN