Langsung ke konten utama

Koneksi Ruhani




Woks

Jika ada orang yang berdikir kepada Allah dengan lafadz jahr disertai menggerakan anggota badan maka jangan secepatnya mengatakan bid'ah, haram, sesat dll. Justru kita perlu menelaahnya bahwa dzikir tersebut sesungguhnya ingin mengajak badan untuk bergerak mendekat kepada Allah. Dalam tradisi tasawuf dzikir sebagai metode taqorrub kepada Allah memang sebanyak tarikan nafas. Jadi sama dengan jalan menghadap Allah itu sebanyak buih di lautan.

Sejatinya adanya dzikir tersebut tak lain untuk melatih diri dengan hal-hal yang ruhani atau spiritual. Seperti halnya puasa tujuannya untuk mengaktifkan yang ruhani karena ada sesuatu yang bukan materil dalam tubuh maka perlulah diaktifkan kembali. Manusia itu asalnya ruhani, jasad adalah benda mengajak pada hal-hal rendah. Maka yang ruhani ini perlu dibimbing agar ketika menghadap kepadaNya masih dalam keadaan ruhani.

Print out ruhani memang sangat penting untuk diperhatikan sehingga kita harus tau bagaimana cara merawat hal itu. Setidaknya cara kerja print out ruhani adalah seperti halnya alat rekam. Lihatlah pada mata kamera ia berfungsi merekam apa yang di depan dan yang di sorotnya. Ketika proses merekam itu usai seandainya si kamera itu dirusak pun rekaman sudah otomatis masuk ke dalam alat bernama memori, nah memori itulah yang disebut ruhani. Jika kamera sebagai jasad itu merekam hal-hal baik maka hasil rekaman pun akan baik. Selain rekaman, biji padi juga bisa jadi perumpamaan. Karena sekalipun padi telah dipanen jika bijinya sudah ada maka esok akan ditanam lagi pasti akan bisa. Karena segala macam proses hingga dipanen sudah terekam dalam bulir padi tersebut.

Salah satu cara agar print out ruhani itu baik yaitu dengan cara menekan jasmani, dunia, nafsu, syahwat dan segala bentuk keinginan hayawan. Karena nafsu berkecenderungan rendah maka hal itu harus dilatih. Misalnya mata harus diajari melihat segala sesuatu adalah Allah, jadi dengan begitu pikiran akan terus berhusnudzon. Kaki harus diajari melangkah menuju Allah, tangan, telinga dan anggota tubuh lainnya.

Karena besok ruhani yang akan menghadapNya sedangkan jasmani akan diselesaikan di dunia maka tidak salah jika jasmani akan terkubur berkalang tanah dunia. Maka dari itu print out ruhani ini sesuatu yang rasional jika kita sering merekam Allah dalam hidup maka hasil cetakanya ya Allah dan sebaliknya jika dunia yang selalu dalam hati maka hasil rekamnya tak jauh dari apa yang direkam itu.

Inilah salah satu fungsi mengapa sistem ruhani harus diaktifkan. Tidak hanya untuk nanti di akhirat akan tetapi saat ini di dunia pun sistem ruhani sudah sangat terasa peranannya. Misalnya mengaktifkan sistem balancing dalam diri antara kiai dan dukun itu sama saja yaitu sama-sama mengeluarkan cahaya. Cuma bedanya kiai itu sinar lampu sedangkan dukun itu sinar rumah kebakaran. Jadi antar kiai dan dukun sama menemukan pencerahannya cuma bedanya nanti hasil print out nya.

*Disarikan dari ceramah KH. Ahmad Muwafiq edisi puasa umat terdahulu

the woks institute l rumah peradaban 17/12/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde