Woks
Ikhwal menulis memang sulit apalagi dilakukan oleh orang yang tidak memiliki rekam jejak yang baik alias masih pemula. Menulis memang tidak semudah yang dibayangkan, simsalabim langsung jadi. Menulis merupakan proses panjang yang dilakukan dengan melibatkan segenap jiwa. Ada nilai norma yang selalu hidup dan berlaku dalam proses menulis.
Jika mendengar istilah plagiarisme dalam tulisan tentu membuat telinga siapa saja panas. Apalagi jika kegiatan tak fair itu dilakukan oleh orang-orang besar panutan dengan dalih kebutuhan mendesak atau paling error adalah jabatan. Sudah hanyak yang mengulas berkaitan dengan academic crime ini akan tetapi makin hari justru semakin menjadi. Paling berbahaya tentu jika sampai menjadi budaya. Sehingga jika sudah begitu dunia akademik dan kampus akan kehilangan marwahnya.
Kita memang mudah curiga dengan penulis pemula yang secara ujug-ujug menulis begitu bagusnya. Tulisanya terangkai laiknya para ahli dalam hal ini tulisan ilmiah berlabel jurnal bereputasi. Anehnya fenomena itu sangat hidup di kalangan mahasiswa dengan tugas seperti makalah dan jurnalnya. Awalnya saya mencoba baik dengan berpikir husnudzon akan tetapi kelamaan muncul juga dalam pikiran, "apa mungkin ada orang yang belum jelas track recordnya dalam dunia tulis bisa menghasilkan karya tulis yang luar biasa". Sejak itulah kita memang mudah menaruh curiga.
Membuat academic writing memang tidak mudah apalagi dengan template dan syarat-syarat tertentu yang super njilemet. Sehingga kita perlu belajar dari bawah untuk menempa diri jadi mahir menulis. Tapi bagaimana pun sulitnya menulis akan ada saja jalan keluarnya baik secara normal maupun abnormal. Ironis memang bahwa saat ini kesulitan itu justru kemudahan tersendiri. Orang-orang semakin canggih dan tak hilang akal. Sekalipun aplikasi pembaca plagiasi beredar nyatanya hal itu bisa teratasi. Menulis bisa disesuaikan dengan berapa besar tarif yang dilancarkan. Karena uang semua senang dan gampang.
Kadang saya juga resah menerima beberapa info tulisan yang terbit di koran nasional isinya tentang predator jurnal, joki komputasi, hingga pelicin-pelicin pelancar berahi jabatan. Bahkan dalam pikiran beberapa sering muncul saya tidak ingin bekerja pada sebuah instansi yang di sana berhadapan dengan administrasi yang ujung-ujungnya adalah tilep kanan kiri, sogok, orang dalam dan sebagainya. Dengan begitu makin langgenglah budaya miris kita. Dunia lagi-lagi keluar dari tatanan normal yang berlaku. Orang jujur akan semakin berkurang dan orang licik terus saja lestari.
Tidak hanya di dunia tulis, di Indonesia sepakbola juga sudah tak seasyik dulu. Di dunia si kulit bundar sudah banyak dikuasi oleh para mafia bola. Sehingga lagi-lagi para penikmat bola jadi korbanya. Bola bukan lagi tontonan rakyat melainkan kepentingan sesaat para pemilik uang. Jika sudah demikian lantas bagaimana lagi apakah kita pasrah tentu tidak. Kita masih akan terus menulis. Jika tulisan jadi objek atas semua penghakiman ini, maka tulisan pula yang akan menjawab segala tuduhan itu.
the woks institute l rumah peradaban 19/12/21
Komentar
Posting Komentar