Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2022

Santri dan Dunia Sastra (4) habis

Woks Dulu di negeri Arab orang-orang bersyair menjadi tradisi dan memang membudaya. Bahkan saking maniaknya masyarakat Arab dengan sastra mereka sampai-sampai memiliki tradisi mualaqat . Mualaqat yaitu sebuah tradisi perang syair di mana mereka yang syairnya indah dan mengalahkan penyair lain maka wajib atasnya hadiah. Salah satu hadiah paling prestisius tentu syairnya akan digantung di dinding Ka'bah selama satu bulan penuh. Selain hadiah berupa uang atau hewan ternak tentu status sosial akan terangkat. Bersyair barangkali demikian memiliki fungsi dan tujuanya tersendiri. Jika ditarik dalam konteks keindonesiaan tentu banyak yang bisa diperbuat lewat sastra. Tentu secara fungsional sastra harus bisa menjadi daya jual bagi masyarakat utamanya dalam dunia santri. Selama ini santri dan pesantren masih belum melirik sastra sebagai sebuah fungsi praksisnya. Sastra sebenarnya jika mau dipelajari lebih dalam bisa memiliki beberapa fungsi di antaranya ekonomi, dakwah, puitika, bahasa agam

Santri dan Dunia Sastra (2)

Woks Untuk menelurkan sastrawan santri tentu tidak mudah. Akan tetapi tidak sulit jika ditempa secara serius. Berkaitan dengan hal itu berbagai hal pernah didiskusikan di forum-forum di antaranya membahas bagaimana menelurkan kembali sastrawan dari dunia pesantren. Kita tentu gundah jika salah satu lahan basah ini justru dikuasai oleh orang lain. Maka tidak salah jika pada 2018 diadakan Muktamar Sastra di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Asembagus Situbondo dengan mengangkat tema, "Menggali Kenusantaraan Membangun Kebangsaan". Acara tersebut diinisiasi oleh Lora Azaim Ibrahim dan beberapa kolega serta menghadirkan narasumber seperti Gus Mus, Cak Nun, Kiai Dzawawi, Kiai Mutawakkil dll. Di medan dakwah tentu kita tahu saat ini pergulatan sastra sebagai medianya sangatlah kental. Orang-orang bisa dengan mudah menggaet masa hanya dengan provokasi lewat kebahasaan. Bisa dibayangkan lewat bahasa dan sastra ternyata membawa daya ledak yang luar biasa. Orang-orang mudah teri

Santri dan Dunia Sastra (3)

Woks Bicara tentang sastra dalam dunia santri tentu tidak bisa dipisahkan dengan NU sebagai organisasi yang lahir dari rahim pesantren. Orang NU yang mayoritas lahir dari pesantren sangatlah unik. Di beberapa wilayah pernah dicatat bahwa banyak orang NU yang tidak mondok di daerah Timur tengah akan tetapi penguasaan bahasa Arab tidak bisa dianggap remeh. Mereka telah membuktikan secara kapasitas keilmuan sejajar dengan pengarang dari dunia luar. Misalnya Mbah Fadhol Senori Tuban dengan banyak karyanya seperti Ahlal Musamaroh fi Auliya' Asyroh, Durrul Farid ala Tauhid Mbah Fadhol, Kawakibul Lama'ah fi Tahqiqi Ahlissunnah wal Jama'ah , Mbah Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri dengan karya besarnya Sirajuth Thalibin syarah Minhajul Abidin Imam Ghazali dan Irsyad al-Ikhwan fi Syurbati al-Qahwati wa al-Dukhan. Ada satu lagi yang tak kalah menarik yaitu sosok KH. Ahmad Yasin Asmui Pethuk Semen Kediri. Beliau tercatat sebagai santri Lirboyo dan beberapa pesantren di Jawa timur akan tet

Santri dan Dunia Sastra (1)

Woks Apakah benar pesantren menjauhkan santri dengan sastra. Apakah pesantren hanya mewadahi kitab kuning, bahasa dan tradisi amaliyah sedangkan seni sastra tidak diperhitungkan. Barangkali demikianlah skeptis kita terhadap tradisi pesantren yang melihat sastra masih sebelah mata. Padahal tradisi kebahasaan menjadi penunjang utama pesantren sejak dulu bahkan sampai hari ini pesantren modern hadir dengan program penguasaan bahasa asingnya. Tidak salah memang bagi sebagian orang yang berpandangan bahwa pesantren masih belum mampu mewadahi santri dan sastra secara serius. Pasalnya pesantren yang bercorak tradisional masih fokus dengan penguasaan kitab kuning. Sedangkan pesantren modern justru terdepan dalam hal penguasaan bahasa asing (Arab Inggris) akan tetapi sedikit lemah dalam ilmu alat/gramatikal (nahwu dan sharaf). Lantas di mana pesantren memposisikan sastra dalam tradisi keilmuannya. Jika melihat sejarah sebenarnya santri dan sastra tidak bisa dipisahkan. Cuma akhirnya semakin kem

Ngaji Ayo Ngaji (4)

Woks Dunia sudah makin tua. Banyak orang yang menggelar pengajian. Tujuannya sederhana yaitu mengamalkan pesan al Qur'an mengajak kembali kepada Allah. Jika kita bergelimang dosa janganlah putus asa selalulah kembali pada Allah karena pintu rahmatnya terbuka luas bagi hambanya yang mau bertaubat. Pengajian dengan segala macam varian memang sangat beragam di era modern ini. Karena kalangan muslim urban sangat butuh siraman ruhani, dengan keadaan mereka yang kering spiritual maka ngaji menjadi solusi utama. Kita ingat kisah Habib Mundzir Fuad Al Musawa pendiri Majelis Rasulullah Saw menaklukkan metropolitan Jakarta hanya demi membuat ibu kota tersebut sejuk dan damai. KH. Nur Muhammad Iskandar SQ alumni Lirboyo merantau ke Jakarta lalu mendirikan Pondok Pesantren Shidiqiyyah demi menyelamatkan generasi muda Betawi. Mengapa ngaji sangat penting? karena lewat ngajilah ilmu bisa digelar. Anda pasti tau bedanya orang ngaji dengan orang bodoh pasti sangat jauh. Orang ngaji itu ibarat mend

Ngaji Ayo Ngaji (3)

Woks Dulu orang ngaji sangat bersusah payah. Mereka rela berjalan jauh, membawa obor atau naik sepeda onthel. Suasana jalanan yang gelap, hawa dingin dan fasilitas ngaji yang kurang memadai bukan menjadi alasan mereka untuk tetap mengaji. Orang ngaji pada saat dulu memang menjadi kebutuhan utama hingga ada pepatah, "gunung tinggi kudaki lautan ku sebrangi, aku tak peduli", semua demi ngaji. Saat ini segala fasilitas sudah tersedia. Sarana prasarana memadai orang tinggal ngaji kapanpun bisa. Akan tetapi ternyata di luar dugaan ngaji justru masih menjadi kendala bagi mereka dengan segenap alasannya. Padahal jika mau orang-orang menggelar pengajian di mana-mana salah satunya lewat media sosial seperti Facebook, Instagram hingga YouTube. Kita bisa memilih ngaji di mana pun dan kapan pun, asal punya niat dan paketan ngaji sudah tersaji. Asal selektif dalam memilih pengajian tentu saat di kendaraan umum pun kita bisa mengaji walaupun sebatas ngaji kuping. Saat ini di era medsos nga

Ngaji Ayo Ngaji (2)

Woks Saya merasa bahagia ketika ada orang tua yang sangat memperhatikan ngaji sebagai kebutuhan utama anaknya. Bahkan beberapa orang di desa selalu gigih jika berkaitan dengan kebutuhan anak mengaji. Tidak jarang juga mereka rela membeli buku, kitab dan atk agar anaknya mau mengaji. Bahkan saat khataman tidak sedikit pula orang tua yang bersusah payah memberinya hadiah. Sejak dulu orang tua selalu mendambakan ngaji kepada anaknya. Mereka berpandangan bahwa ngaji menimba ilmu adalah harta berharga yang diwariskan buat anak. Selama ini mereka telah paham bahwa mewariskan harta terbukti malah jadi perebutan atas kuasa. Tapi beda dengan warisan ilmu justru hidup semakin adem dan terarah. Memondokan anak ke pesantren barangkali masih menjadi tradisi di desa sebagai upaya orang tua memberi pendidikan terbaik buat anaknya. Saking semangatnya orang tua melihat anaknya mondok sampai-sampai niat menimba ilmu sedikit bergeser. Misalnya dulu anak pulang dari pondok itu minimal harus bisa baca kita

Ngaji Ayo Ngaji (1)

Woks Saya sangat senang ketika melihat masih banyak anak-anak ngaji, mondar-mandir di antara masjid mushola. Di zaman yang sudah makin modern dan memperturutkan rasio ngaji barangkali bukan menjadi pilihan apalagi jika berhadapan dengan hal-hal pragmatis. Ngaji bagi sebagian orang masih dianggap sebelah mata padahal dari ngajilah esok menjadi wasilah keselamatan. Bu Nyai Nita Yuliana, pengasuh kami di pondok PPHS sangat menyayangkan kepada mereka para orang tua yang mendidik anaknya dengan tidak serius. Mereka cenderung acuh terhadap pendidikan ngaji (qur'an, kitab, akhlak) bahkan sering dibiarkan main dan memburu kesenangan lainya. Padahal nanti jika orang tuanya sudah meninggal barangkali do'a anak adalah yang utama. Akan tetapi jika sudah sering dibiarkan dan tidak tegas maka apa yang mau diharapkan. Salah satu fungsi ngaji adalah penyeimbang di tengah gempuran modernitas. Selain sebagai sangu hidup ngaji adalah senjata zaman yang ampun sekalipun waktu silih berganti. Dengan

Gegeran di Tanah Damai (Sajen, Wayang hingga Speaker)

Woks Dalam sejarah negeri Indonesia memang tidak lepas dari tragedi dan masalah. Sebagai sebuah negara berkembang permasalahan dalam negeri tidak bisa dielakan. Sejak dulu tragedi kemanusiaan, isu ekonomi, lingkungan hingga agama juga tak dapat dipisahkan. Akan tetapi walaupun demikian negeri ini masih lebih baik daripada misalnya Timur tengah yang terus berperang atau negara adikuasa yang tak pernah puas dengan kuasa. Indonesia dalam hal beragama sangat menjunjung tinggi nilai ketuhanan. Sampai-sampai agama dengan ritualitas ibadahnya diberi keluasan untuk dijalankan dengan baik. Oleh karenanya sikap saling menghormati dalam hal beragama kita anggap sebagai harmoni dan negara ini bisa disebut negara damai atau Darussalam. Akan tetapi kedamaian itu selalu saja terusik baik di dunia nyata maupun dunia maya. Cuma sejak era medsos orang-orang mudah geger karena informasi dari dunia manapun selalu menjadi konsumsi. Akibatnya setiap orang merasa perlu untuk ikut campur dan malah memperkeruh

Isra Mi'raj dan Haflah Akhirussanah PP. Himmatus Salamah Srigading 2022

Woks Pondok Pesantren Himmatus Salamah Srigading Plosokandang Kedungwaru Tulungagung mengadakan acara peringatan Isra Mi'raj dan Haflah Akhirussanah. Walaupun masih dalam pandemi Omicron acara ini alhamdulillah berjalan lancar. Acara yang bersifat internal tersebut diisi oleh santri dan pengasuh sendiri serta mengundang beberapa pondok sekitar Plosokandang di antaranya: PP. Al Hidayah, PP. Subulussalam, PP. Mbah Dul, MHM Sumberdadi, dan PP. Al Bidayah. Pak Ali Imron sebagai Kamituo atau Kepala Dusun memberikan sambutannya bahwa keberadaan pondok sangat penting sekali bagi keberlangsungan pendidikan ilmu agama Islam. Beliau sangat berterimakasih atas segala i'tikad baik pengasuh dan santri untuk terus guyub rukun dalam mengaji dan menyukseskan acara. Beliau memberi pesan kepada santri, generasi muda untuk terus semangat dalam menimba ilmu. Kata beliau jika masa muda tidak digunakan secara maksimal proporsional maka nanti akan kecewa, "getun lek wes tuo, lek wes getun yo ra

Berbekal Sebelum Ajal

Woks Kita mungkin sering mendengar banyak sahabat, keluarga atau tetangga yang meninggal dalam usia muda. Lebih lagi ketika di awal pandemi orang meninggal silih berganti tiap pagi, siang dan sore seperti minum obat. Hal itu pun tidak mengenal usia semua sama di mata kematian baik yang muda maupun tua. Beberapa di antara kita sering mendengar keterangan dari para penceramah Nabi pernah berkata bahwa usia umatnya nanti tak akan jauh dari usia beliau ketika wafat. Rerata memang percis seperti dawuh nabi bahwa umatnya meninggal di usia 63 tahun baik itu belum genap maupun lebih sedikit. Apa yang didawuhkan nabi tentu bukan tanpa alasan justru banyak faktor yang beliau sendiri sudah memprediksinya sejak ribuan tahun silam. Beberapa alasan di antaranya: di masa mendatang usia dunia semakin tua alias akhir zaman oleh karenanya kita dituntut untuk bersiap-siap dalam hal apapun termasuk amal baik. Selanjutnya makanan yang dikonsumsi sudah tidak sehat seperti dulu, banyak pengaruh zat kimia yan

Kebaikan dan Keburukan

Woks Kemarin aku dapat cerita menarik dari beberapa orang teman ngopi. Mereka bercerita bahwa kebaikan dan keburukan bagai mata uang yang tak terpisahkan. Bagaimana tidak mereka bercerita bahwa di sekitar pondok pesantren besar sekalipun bar, club, diskotik hingga lokalisasi sangat mudah dijumpai. Beberapa di antara mereka pernah ngopi di tempat pinggiran itu. Salah satu pengalaman mereka di antaranya pernah ditawari tarif mulai dari ngopi, karaoke hingga kencan. Mereka juga tidak sungkan untuk bercerita kepada teman kami terkait pengalamannya mengapa bisa di dunia malam. Rerata hal itu dilakukan karena kebutuhan ekonomi yang mendesak dan korban perceraian. Dari perceraian lah sumber utama petaka sehingga lagi-lagi yang menjadi korban adalah anaknya. Kadang ketika mereka bercerita teman kami itu juga tak kuasa menahan haru. Jika hal itu terjadi pada salah satu anggota keluarganya bagaimana. Begitulah kehidupan kadang membawa pelajaran bagi siapa saja termasuk dari pekerja malam. Dalam

Culture Shock: Mahasiswa Baru dalam Proses Aktualisasi Diri

Woks Saat pertama menginjakan kaki di kota orang seperti pada umumnya kita merasa asing. Kita dituntut segera beradaptasi dengan berbagaimacam hal mulai dari tradisi, budaya, bahasa, iklim, masakan, air, dan lainya. Keadaan tersebut tentu terasa begitu menyulitkan bahkan lambat laun menjelma menjadi beban. Akan tetapi seiring proses berlangsungnya waktulah yang menentukan seberapa jauh sikap dan tindakan seseorang dalam merespon arus gaya baru tersebut. Seseorang bisa dikatakan berhasil ketika mereka sanggup membawa diri sendiri menjadi manusia yang terbuka secara pikiran, wawasan dan tindakan. Jika keadaan diri tidak membawa perubahan berarti proses dalam bersosial masih kurang maksimal. Seharusnya sebagai seorang perantau dalam hal ini kuliah di negeri orang tentu kemampuan adaptif sangat diutamakan. Tujuanya sederhana agar mampu merespon perkembangan dan mengelola segenap perbedaan. Bagi mahasiswa yang aktif perbedaan dan lingkungan baru adalah tantangan tersendiri untuk dapat seger

Sang Juru Kemudi Cinta Nabi

Woks Malam itu aku tidak bisa tidur. Entah apa yang menyebabkanya. Jika karena kafein kopi yang menyebabkannya insomnia nyatanya hal itu sering aku lakukan. Malam itu udara terasa dingin. Diselingi gemericik hujan aku merasa ada yang berbeda. Hati terasa kosong dan pikiran melayang memikirkan sesuatu yang aku sendiri tak menemukan pangkalnya. Dalam kegundahan itu benar dugaanku tetiba aku ingin memutar video Cak Nun dan Kiai Kanjeng di laman Facebook. Ya, Cak Nun dengan lantunan suluk sholawatnya membuat aku rindu. Entah rasa apa yang baru saja menyeruak ini. Yang jelas malam itu aku putar berbagai syair sholawat Cak Nun, Mas Zainul dan kawan-kawan Kiai Kanjeng. Suara merdu yang khas dengan cengkok Jawanya mampu membuatku tertahan sejenak. Suara itu berhasil menusuk qolbuku. Mungkin inilah pengertian rindu sebagai sebuah rasa yang tidak bisa dimengerti. Syair lagu seperti Suluk Pambuko, Lizziyarah Qosshidiina, Sidnan Nabi, Hasbunallah, Sholawat Nariyah, Sholawat Badr, Sholawat Tibbil Q

Pesan Luhur Untuk Para Santri

Sudut depan PP. Himmatus Salamah Srigadin g Woks Dalam panjangnya perjalanan berinteraksi di pesantren aku mendapat banyak pengalaman hidup termasuk petuah-petuah teduh dari para kiai dan santri senior. Beberapa hari ini pesan-pesan menyejukan itu aku kumpulkan dalam sebuah catatan kecil. Pertama , jika jadi santri yang sering menundukkan badan di hadapan kiai jangan lupa tundukan juga hatinya. Saat ini banyak santri yang seolah-olah ta'dim di depan kiai tapi jika soal sami'na wa athona mereka tidak mau. Kedua , jadi santri itu yang hidup hatinya. Jangan sampai hati kita mati untuk mengingat Allah. Salah satu ciri hatinya hidup selain mendawamkan dzikir, kita juga murah untuk mendoakan orang lain. Jika tak sempat membantu setidaknya berikan doa kepada mereka berharap Allah yang akan memberinya jalan keluar. Ketiga , jadi santri itu harus rekasa alias tahan banting. Jangan sampai cuma karena ada ujian kecil kita langsung menyerah. Ingat bahwa ujian itu datang sebagai sarana pen